Partai Hijau Indonesia Ingin Tegakan Prinsip Politik Hijau

0

pelita.online-Kongres Partai Hijau Indonesia (PHI) berakhir dengan menetapkan Presidium Nasional dan Majelis Pertimbangan PHI untuk periode 2021-2026, serta menetapkan anggaran dasar.

Presidium Nasional Partai Hijau Indonesia John Muhammad kepada Beritasatu.com, Selasa (9/3/2021), mengatakan, dalam kongres secara daring yang berakhir Minggu (7/3/2021) malam, PHI berusaha menjawab tantangan atas model organisasi yang hierarkis, sentralistis, birokratik, otoriter dan kurang berpihak pada kelompok perempuan serta kaum muda.

“Upaya ini dilakukan demi tegaknya prinsip-prinsip politik hijau seperti kearifan ekologis, keadilan sosial, demokrasi partisipatoris, tanpa kekerasan, keberlanjutan dan penghargaan terhadap keberagaman,” kata Kristina Viri.

Adapun Presidium Nasional yang terpilih adalah Dimitri Dwi Putra, John Muhammad, Kristina Viri, Roy Murtadho dan Taibah Istiqamah. Sementara itu, Majelis Pertimbangan diisi oleh Anwar Maruf, Chairil Syah, Juli Ermiansyah Putra, Sapei Rusin, dan Siti Maemunah.

Kongres yang berlangsung dinamis itu pun membuat pembahasan anggaran dasar berlangsung dinamis, terutama terkait soal kepemimpinan, struktur dan tata kelola organisasi. Kongres yang direncanakan hanya 2 hari (27-28 Februari 2021), akhirnya harus dilanjutkan hingga 7 Maret 2021.

Menurut John Muhammad, selain karena prinsip-prinsip tersebut, pertimbangan lain dari perubahan organisasi PHI disebabkan oleh perkembangan manajemen dalam era heterarki atau era holakrasi yang tengah terjadi saat ini. “Heterarki adalah sistem organisasi di mana elemen-elemen organisasi tidak memiliki peringkat (nonhierarkis) atau minim hierarki (Crumley, 1995),” katanya.

Sementara holakrasi, lanjut John Muhammad, adalah sistem tata kelola organisasi dimana kewajiban, wewenang dan pengambilan keputusan didistribusikan secara merata kepada anggota organisasi (Rudd, 2009).

“Dalam bahasa lain, PHI menginginkan kedaulatan anggota partai yang sejati,” kata John Muhammad.

Presidium Nasional Partai Hijau Indonesia lainnya, Dimitri Dwi Putra menjelaskan bahwa kebijakan afirmasi juga disepakati peserta kongres dengan menjamin kepemimpinan perempuan, kelompok tertentu dan anak muda dengan usia dibawah 30 tahun dalam wadah kepemimpinan kolaboratif yang bersifat kolektif-kolegial.

“Makanya, jumlah pemimpin pun diperluas menjadi 5 orang,” katanya.

Sementar Roy Murtadho menambahkan, keterwakilan geografis juga menjadi pertimbangan utama dalam unsur kepengurusan PHI. Hal ini tercermin dalam pembentukan Majelis Pertimbangan Partai. “Jadi, Majelis Pertimbangan bukanlah pimpinan tertinggi seperti Dewan Pembina dalam parpol-parpol di Indonesia pada umumnya, melainkan sebagai representasi daerah yang berfungsi sebagai kanal anggota dalam memberi masukan dan mengawasi kerja Presidium,” imbuh Roy.

Melalui sejumlah perubahan tersebut, Presidium Nasional Partai Hijau Indonesia lainnya, Kristina Viri yakin PHI dapat memenuhi misinya dalam mengarusutamakan praktik politik, ekonomi, sosial dan budaya hijau yaitu memperkuat kewargaan, menegakkan hukum yang berkeadilan, memulihkan krisis ekologi dan krisis demokrasi di Indonesia, serta memperkuat peran politik Indonesia dalam penyelamatan lingkungan hidup global.

“Selain itu, dalam konteks gerakan sosial, upaya-upaya ini merupakan penegasan tekad PHI sebagai lengan politik masyarakat sipil (civil society),” katanya.

Sedangkan Taibah Istiqamah mengaku bahwa dia pernah menyaksikan sendiri busuknya sistem politik Indonesia, kemudian membenci dan bahkan anti parpol. Namun, saat ini dia bersedia menjadi anggota bahkan memimpin karena prinsip, misi dan tekad PHI.

Dilandasi pengalaman tersebut, Taibah berseru, “Oleh karena itu, kami (PHI) mengajak seluruh warga untuk segera bergabung, membangun dan menikmati perjuangan dalam mewujudkan Indonesia yang bersih, adil dan lestari!,” tandasnya.

Sumber: BeritaSatu.com

LEAVE A REPLY