Penghasilan Seret Bikin Masyarakat RI Makin Irit, Ini Buktinya

0

Jakarta, Pelita.Online – Industri ritel tengah menghadapi masa sulit. Turunnya daya beli masyarakat di kelas menengah ke bawah, membuat pelaku usaha ritel harus putar otak hingga memaksa menutup beberapa gerainya.

Tekanan terjadi bukan hanya pada pelaku ritel fesyen saja, beberapa peritel makanan juga menunjukan gejala yang sama. Seperti misalnya PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk (AMRT) yang kini membatasi pembukaan cabang lantaran utangnya membengkak.

Lembaga riset global, Nielsen, mencatat terjadinya perlambatan industri ritel Indonesia saat ini, khususnya untuk fast moving consumer goods (FMCG). Hal itu disebabkan melemahnya daya beli masyarakat di level menengah ke bawah.

Rata-rata penghasilan masyarakat menengah ke bawah tak banyak berubah, sementara biaya hidup terus melonjak. Hal itu membuat masyarakat di tingkat ini mengubah pola konsumsinya menjadi lebih irit.

Hasil riset Nielsen menyebutkan, bahwa masyarakat saat ini lebih memilih untuk membeli produk dalam kemasan yang lebih kecil. Seperti untuk produk sampo, deterjen, kopi dan lainnya.

Hal itu lantaran produk dengan kemasan lebih kecil atau saset lebih mudah dikontrol pemakaiannya atau tidak boros.

“Mereka sangat memikirkan seberapa banyak yang akan dipakai. Bahkan menggunakan sendok untuk mengukur penggunaan deterjen,” kata riset Nielsen, dikutip Jumat (3/11/2017).

Perubahan pola konsumsi itu membuat beberapa penjualan produk mengalami penurunan kuartal III-2017. Untuk sampo volume penjualan turun 2,6%, nilainya juga turun 3,4%.

Lalu volume penjualan deterjen turun 1,8% secara nilai turun 0,8%, penjualan sabun toilet turun 2% nilainya naik 1,2%. Volume penjualan kopi juga menurun 1,5%, tapi secara nilai naik 3,8%. Namun penjualan pasta gigi masih naik 0,9% dan secara nilai naik 4,1%.

Tak Mau Jajan

Nielsen mencatat, industri ritel di Indonesia memang tengah lesu. Hingga September 2017, industri Fast Moving Consumer Good (FMCG) hanya tumbuh 2,7%, jauh lebih rendah dari rata-rata pertumbuhan tahun sebelumnya 11%.

Hasil riset Nielsen menemukan adanya penurunan daya beli masyarakat khususnya di kelas menengah ke bawah. Rata-rata penghasilan masyarakat menengah ke bawah tak banyak berubah, sementara biaya hidup terus melonjak.

Hal itu membuat masyarakat di level ini mengubah pola konsumsinya menjadi lebih irit. Salah satunya kini kebanyakan masyarakat lebih senang untuk membuat makanan sendiri di rumah ketimbang membeli makanan jadi dari luar.

“Sekarang untuk keluarga belanja bahan makanan sehari-hari butuh Rp 50 ribu, sementara jika beli makanan jadi dari luar rata-rata membutuhkan Rp 100 ribu,” menurut riset Nielsen itu.

Masyarakat juga kini lebih senang untuk membuat camilan sendiri di rumah. Selain lebih higienis, mereka juga bisa lebih berhemat.

Hasil riset Nielsen juga menyebutkan masyarakat kini tak lagi belanja di malam hari, mengurangi belanja camilan.

Selain itu rata-rata masyarakat kini lebih senang membawa bekal makanan dari rumah. Lalu makan di pusat perbelanjaan kini rata-rata hanya sebulan sekali dan tak lagi antusias untuk berburu mencari tempat makan yang baru.

Detik.com

LEAVE A REPLY