Peringkat Utang Naik, Saatnya Proaktif Sambut Investasi

0

Jakarta, Pelita-Online – Pemerintah harus cepat membenahi layanan investasi seiring dinaikkannya peringkat utang oleh Moody’s Investor Service (Moodys).

Momen ini diharapkan mendorong arus investasi ke dalam negeri baik dalam bentuk portofolio di pasar keuangan maupun sektor riil sehingga menggerakkan perekonomian.

Dengan perbaikan rating utang ke level Baa2 oleh Moodys, kini Indonesia telah diakui oleh empat lembaga pemeringkat internasional berada pada satu tingkat lebih tinggi dari level investment grade terdahulu.

Sebelumnya Fitch Ra tings meng-upgrade rating utang dari sebelumnya BBB- menjadi BBB, Standard and Poor’s (S&P) dari sebelumnya BB+ menjadi BBB-, dan Rating and Investment Information (R&I) dari BBB- (Outlook Positif) menjadi BBB (Outlook Stabil).

Khusus untuk pemberian rating terbaru dari Moody’s, peringkat tersebut adalah level tertinggi yang pernah dicapai oleh Indonesia.

“Dalam hal ini pemerintah harus lebih proaktif. Segera fasilitasi ketika para investor menanyakan mitra lokal yang bisa di ajak bekerja sama. Pengetahuan tentang peluang investasi di Indonesia juga masih menjadi masalah. Ini yang krusial harus dibenahi demi iklim investasi,” ujar Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/ Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Bambang PS Brodjonegoro di Jakarta kemarin.

Pada Jumat (13/4) lalu Moody’s meningkatkan sovereign credit rating (SCR) In donesia dari semula Baa3 dengan outlook positif menjadi Baa2 dengan outlook stabil.

Dalam siaran persnya Moody’s menyatakan faktor kunci yang mendukung keputusan tersebut adalah kerangka kebijakan yang kredibel dan efektif yang dinilai kondusif bagi stabilitas makroekonomi.

Menurut lembaga pemeringkat internasional tersebut, meningkatnya cadangan devisa dan penerapan kebijakan fiskal serta moneter yang berhati-hati memperkuat ketahanan dan kapasitas Indonesia dalam meng hadapi gejolak eksternal.

Di sisi fiskal, pemerintah dinilai mam pu menjaga fiskal defisit di bawah batas 3% sejak diberlakukan pada 2003. Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus DW Martowardojo me ngatakan, defisit yang dapat di pertahankan di level rendah yang didukung pembiayaan bersifat jangka panjang dapat menjaga beban utang tetap rendah sehingga mengurangi kebutuhan dan risiko pembiayaan.

Di sisi moneter, menurut dia, BI telah menunjukkan rekam jejak dalam memprioritaskan stabilitas makroekonomi.

Penerapan kebijakan nilai tukar fleksibel dan koordinasi kebijakan yang lebih efektif antara bank sentral dengan pemerintah pusat dan daerah dinilai mampu menjaga inflasi di level yang cukup rendah dan stabil.

“BI juga semakin aktif menggunakan instrumen makroprudensial dalam menghadapi gejolak,” ujarnya.

Menurut Agus, pencapaian ini merupakan suatu prestasi besar di tengah masih berlanjutnya ketidakpastian ekonomi global yang memengaruhi perkembangan ekonomi di kawasan.

LEAVE A REPLY