Generasi Muda Ternyata Belum Bijaksana Gunakan Produk Keuangan Digital

0

pelita.online – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkap generasi muda yang belum bijaksana dalam mengakses produk keuangan digital.

Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Pelindungan Konsumen Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Friderica Widyasari Dewi mengungkap di tengah banyaknya produk keuangan digital yang legal, maka menjadi berbahaya ketika anak muda yang akses produk yang ilegal.

“Produk ilegal itu sangat mudah ditemui secara online. Kalaupun mereka mengakses yang legal, itu kadang-kadang mereka belum bijaksana dalam penggunaannya,” jelasnya dikutip dari Antara, Senin (22/1/2024).

Ia melanjutkan, anak muda mudah untuk berselancar di dunia digital, yang berarti mereka memiliki pemahaman cukup terhadap literasi digital. Namun, apa yang menjadi permasalahan adalah mereka masih minim pemahaman tentang literasi keuangan digital, antara lain berkaitan dengan mengakses produk keuangan.

“Sebagian dari mereka menggunakan pinjaman online (pinjol) secara ilegal, tetapi akses terhadap produk keuangan “buy now pay later” (BNPL) sedang marak di kalangan anak muda,” ujarnya.

“Anak-anak muda banyak yang kemudian memakai itu, kadang hanya buat makan sama pacarnya, kadang buat beli baju. Mereka kan tidak tahu bahwa itu kemudian akan menggunung jadi utang yang mereka harus bayar,” sambung Friderica.

Utang yang menumpuk karena penggunaan BNPL juga akan berefek terhadap Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) setiap debitur, sehingga generasi muda kesulitan untuk mencari kerja karena memiliki skor buruk di SLIK.

Dia juga menceritakan bahwa ada satu bank yang menyediakan Kredit Perumahan Rakyat (KPR), tetapi banyak generasi muda tidak bisa memperoleh layanan tersebut karena memiliki utang yang menumpuk di produk keuangan seperti BNPL, padahal utang mereka hanya kisaran Rp 300 ribu-Rp 500 ribu.

Selain itu, terdapat pula konsumen dari produk keuangan seperti BNPL yang mempunyai kredit bulanan hingga memiliki cicilan sebesar 95 persen dari penghasilan per bulan. Artinya, apabila debitur tersebut memiliki penghasilan Rp10 juta, maka Rp9,5 juta dipakai untuk membayar utang.

Melihat fakta-fakta terkait permasalahan keuangan, pihaknya menggiatkan literasi keuangan untuk anak-anak muda. Kemudian, OJK juga mendorong seluruh penyelenggara keuangan mengedepankan consumer well-being, bukan hanya fokus meningkatkan penjualan produk keuangan semata.

“Jadi, jangan sampai orang itu didorong untuk menggunakan produk, tapi akhirnya bukan untuk kesejahteraan, tapi malah kemudian menjerumuskan mereka. Jadi, anak muda jangan hanya sudah bisa untuk pakai, tapi juga harus diajarkan supaya mereka bijaksana untuk menggunakan,” pungkasnya.

sumber : beritasatu.com

LEAVE A REPLY