PPP: Pilpres Langsung Tak Masuk Obyek Amandemen Terbatas UUD 1945

0

Pelita.online – Partai Persatuan Pembangunan (PPP) mengatakan amandemen terbatas UUD 1945 tak akan menyerempet ke soal sistem pemilihan presiden (Pilpres) yang berlaku saat ini, yaitu secara langsung. PPP juga menuturkan amandemen untuk menghidupkan kembali GBHN harus disesuaikan dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN).

“Amandemen tentang GBHN harus melihat RPJMN. Salah satu yang membuat masyarakat khawatir ialah ketakutan jika ada amendemen, pemilihan presiden tidak lagi dilakukan secara langsung. PPP berpendapat soal pilpres langsung tidak masuk sebagai obyek amandemen,” kata Sekjen PPP, Arsul Sani, Selasa (20/10/2019) malam.

“Amandemen jangan menyentuh hal-hal yang sudah menjadi ‘kenikmatan’ demokrasi kita dalam memilih Presiden,” sambung Arsul.

Arsul meyakini amandemen GBHN tak akan sama seperti masa Orde Baru (Orba). Sehingga presiden terpilih masih leluasa untuk membawa visi misinya dalam masa pemerintahannya.

“Jika isi GBHN-nya sama seperti zaman Orba dulu, di mana GBHN juga memuat rencana pembangunan lima tahunan, maka memang ruang bagi presiden terpilih untuk membawakan visi dan misinya menjadi tidak ada. Tapi hemat saya, kalau GBHN-nya lebih berisi hal-hal yang terkait dengan arah perjalanan pembangunan jangka panjang, jadi hanya tentang hal-hal yang menyangkut haluan negara secara garis besar saja, maka yang dikhawatirkan Pak JK (Jusuf Kalla) tidak akan terjadi. ” ucap Arsul.

“Karena itu kalau GBHN diintroduksi lagi, maka baik format maupun kontennya seyogyanya berbeda dengan GBHN zaman Orba,” imbuh Arsul.

Sebelumnya, JK mengingatkan soal ‘bahaya’ jika GBHN kembali diterapkan dalam sistem ketatanegaraan. JK menilai pembangunan model GBHN bertentangan dengan sistem pemilihan umum langsung yang saat ini diterapkan di Indonesia. Menurut dia, jika GBHN kembali hidup, presiden-wakil presiden tidak bisa menyampaikan visi-misi kepada masyarakat.

“Kalau GBHN itu dimunculkan kembali, maka efeknya adalah pemilihan presiden itu tidak bisa lagi berkampanye menyampaikan visi masing-masing,” kata JK di Kantor Wakil Presiden, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Selasa sore.

Ia khawatir penerapan pemilu langsung akan terganggu dengan adanya GBHN. Selain itu, JK menegaskan rancangan pembangunan jangka menengah nasional (RPJMN) juga akan bertentangan dengan GBHN. Karena itu, JK berharap wacana amendemen UUD 1945 benar-benar dikaji secara matang.

“Kalau mau RPJMN, maka pemilihan langsung, jadi implikasinya di situ nanti,” tuturnya.

Dirangkum detikcom, wacana amendemen terbatas UUD 1945 ini sebenarnya sudah muncul sejak awal MPR periode 2014-2019. MPR bahkan telah membentuk dan mengesahkan panitia ad hoc yang bertugas menyiapkan materi penyempurnaan sistem ketatanegaraan Indonesia pada Agustus 2018. Salah satu tugasnya adalah menyusun soal rencana pembentukan kembali pembangunan model Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN).

Rencana ini sempat kembali disinggung Ketua MPR Zulkifli Hasan ketika sidang tahunan MPR 2019, Jumat (16/8). Dalam kesempatan itu, Zul menyampaikan rekomendasi MPR periode ini ke MPR periode selanjutnya tentang perlunya menyusun sistem seperti dalam GBHN. Alasan utama perlunya sistem perencanaan pembangunan nasional model GBHN adalah negara seluas dan sebesar Indonesia memerlukan haluan sebagai pemandu arah pelaksanaan pembangunan nasional yang berkesinambungan.

Zul mengatakan penghidupan kembali model GBHN ini dilakukan melalui amendemen terbatas UUD 1945.

“Haluan yang dimaksud disusun secara demokratis berbasis kedaulatan rakyat, yang disertai landasan hukum yang kuat. Haluan itu menjadi peta jalan bagi seluruh komponen bangsa, termasuk lembaga negara untuk mencapai cita-cita dan tujuan nasional sebagaimana diamanatkan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,” kata Zul di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta.

 

Sumber : Detik.com

LEAVE A REPLY