Purnatugas JK, Wapres Sang Pendamping Dua Presiden

0

Pelita.online – Masa jabatan Wakil Presiden Jusuf Kalla segera berakhir setelah mendampingi Presiden Joko Widodo sejak 2014. Jokowi akan dilantik bersama Wapres terpilih Ma’ruf Amin untuk periode 2019-2024 pada Minggu, 20 Oktober besok.

Usai menanggalkan jabatan Wapres, JK memilih istirahat dari hiruk pikuk pemerintahan. Dia berencana menyibukkan diri dan menekuni kegiatan di bidang sosial dan kemanusiaan.

Selama menjadi Wapres, JK mengaku memiliki pengalaman berbeda saat mendampingi Jokowi dibanding ketika menjadi wapres bagi Presiden RI ke-6 Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY) sepanjang 2004-2009.

Dalam wawancara dengan timCNN Indonesia TV September lalu, JK mengatakan dirinya lebih banyak menjalankan tugas di bidang ekonomi saat menjadi Wapres SBY. Latar belakangnya sebagai pengusaha, membuat JK diberi kepercayaan untuk menangani berbagai persoalan ekonomi di tanah air.

Namun dengan Jokowi, JK mengaku semua tugas dibagi dengan porsi yang sama. Berbagai permasalahan, menurutnya, kerap dibahas bersama dalam sejumlah rapat, mulai dari rapat terbatas, rapat internal, hingga rapat paripurna.

“Zaman Pak SBY kita sepakat bahwa saya lebih menerangkan tugas-tugas di ekonomi, kesejahteraan masyarakat. Kalau sekarang Pak Jokowi lain lagi, semua hal dibicarakan bersama-sama. Saya terlibat semua karena semua rapat dihadiri presiden dan wapres, tidak ada yang dibedakan,” ujar JK.

JK menyadari perannya sebagai wapres hanya ‘sekadar’ membantu presiden tak ubahnya para menteri. Namun tak jarang ia juga memberi masukan untuk berbagai kebijakan yang dijalankan pemerintah.

Jokowi sendiri pernah mengakui itu. Jokowi menyampaikan dirinya kerap meminta saran kepada JK jika dihadapkan dengan keputusan maupun kebijakan yang sulit.

“Jadi tugas wapres yang pertama adalah apa yang diamanatkan oleh Pak Jokowi. Sedangkan yang kedua ialah menjalankan tugas atas usulan sendiri, biasanya saya punya inisiatif dan disetujui Pak Jokowi,” kata JK.

Dalam beberapa kesempatan, Jokowi menyampaikan bahwa dirinya selalu berbagi tugas dengan JK, khususnya dalam memantau perkembangan proyek besar yang ada di Indonesia. Ia mengibaratkan, jika JK ke timur Indonesia maka Jokowi yang akan ke barat. Jika JK ke utara, maka Jokowi akan ke selatan.

Sama halnya ketika berbagi tugas di luar negeri. Meski bisa dibilang, JK lebih sering memenuhi acara kenegaraan di luar negeri ketimbang Jokowi. Sebut saja, KTT APEC di Peru, KTT Asia Eropa di Belgia, konferensi penanganan bencana di Swiss, hingga membawa misi perdamaian di Afghanistan.

Terakhir, JK mewakili Jokowi dalam Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di New York, Amerika Serikat, September lalu. Kehadiran JK dalam sidang majelis PBB ini merupakan kali kelima selama lima tahun terakhir. Ia selalu mewakili Jokowi dalam pertemuan tersebut.

Peran JK Sebagai Wapres: Lain Jokowi, Lain SBY EMBARGOJusuf Kalla memiliki peran berbeda saat menjadi Wapres SBY dengan ketika mendampingi Presiden Jokowi. (Biro Wapres).

Penengah Konflik

Tak hanya di pemerintahan, JK selama ini juga dikenal sebagai pihak yang lihai mendamaikan konflik.

Salah satunya penyelesaian konflik Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dengan pemerintah. Saat itu JK masih menjabat sebagai Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat di era kepemimpinan Presiden RI ke-5 Megawati Soekarnoputri. Ia menjadi penggagas nota kesepahaman antara pemerintah dengan GAM.

Selain itu, mantan Ketua Umum Partai Golkar ini juga dikenal mendamaikan konflik Suku, Agama, Ras, dan Antargolongan (SARA) di Poso, Sulawesi Tengah dan Ambon, Maluku pada medio 2001-2002.

Dalam buku ‘Perdamaian Ala JK, Poso Tenang, Ambon Damai’ karangan Hamid Awaludin, JK mengaku hanya menggunakan naluri dan logika dalam menyelesaikan berbagai konflik tersebut.

“Dan yang penting kita harus ikhlas, tidak punya pretensi dan keinginan pribadi secara timbal balik,” ucapnya.

Kepiawaian JK mendamaikan konflik rupanya terbawa pula di masa Pilpres 2019 yang sempat memanas di antara pendukung Jokowi-Ma’ruf dan lawannya Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.

JK saat itu duduk sebagai Dewan Pengarah di Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma’ruf. Beberapa kali rapat pilpres kerap digelar di kediamannya. Bahkan Ketua TKN Erick Thohir juga kerap menyambangi Kantor Wapres untuk sekadar berkonsultasi soal pilpres.

Bahkan ketika terjadi aksi demonstrasi yang berujung ricuh pada 21 hingga 23 Mei 2019 berbuntut korban luka maupun meninggal dunia, JK menjadi pihak yang meminta langsung pada Prabowo agar menarik massa pendukungnya dalam aksi demo tersebut.

Dalam pertemuan yang digelar diam-diam dan tertutup bagi media itu, JK melihat langsung ketika Prabowo menelepon agar massa menghentikan aksinya.

“Di depan saya beliau menelepon semua orang-orangnya untuk menghentikan semua aksi massa,” ucapnya pada Juni lalu.

Pertemuan juga dilakukan bersama sejumlah tokoh agama dan masyarakat di sela kericuhan aksi massa tersebut. Ia saat itu menggelar pertemuan dengan berbagai tokoh di rumah dinasnya untuk meredam gejolak di masyarakat.

Sebut saja mantan Wapres Try Sutrisno, mantan Ketua MK Mahfud MD, Dewan Pertimbangan MUI Din Syamsuddin, Sekretaris Umum Muhammadiyah Abdul Mu’ti, dan sejumlah tokoh lain hadir kala itu.

JK memang sudah banyak ‘makan garam’ sepanjang hidupnya. Pun demikian jasa-jasa JK dalam mendamaikan berbagai konflik yang terjadi di negeri ini juga akan selalu diingat.

Tapi mungkin saja sebagian orang tak hanya mengingat itu. JK juga akan selalu diingat sebagai satu-satunya wapres yang pernah menjabat dua kali dengan dua presiden berbeda.

Catatan lainnya ketika ia mengikuti pilpres dengan berpasangan bersama Wiranto pada Pemilu 2008. Sayang, JK-WIN gagal total. Saat itu pemenang pilpres adalah pasangan SBY-Boediono.

Bertahun-tahun setelah itu, JK berkelakar, “Saya memegang rekor Indonesia, tiga kali pemilihan, dua kali menang, satu kali kalah. Memang banyak pengalaman kita,” ucapnya yang disambut tawa dari siapa pun yang mendengarnya saat itu.

 

Sumber : cnnindonesia.com

LEAVE A REPLY