Reaksi keras penangkapan pengunggah meme Setya Novanto

0

Jakarta, Pelita.Online – Ketua DPR Setya Novanto (Setnov) melaporkan 32 pemilik akun media sosial Facebook, Twitter, dan Instagram ke Bareskrim Polri, pada 10 Oktober 2017. 32 Akun tersebut dituduh mencemarkan nama baik dan penghinaan melalui media sosial.

Bareskrim Polri begitu cepat mengusut kasus tersebut, hingga pada Selasa (31/10) malam, salah satu pengunggah meme Setnov ditangkap. Dia adalah Dyann Kemala Arrizqi anggota dari Partai Solidaritas Indonesia (PSI).

Dyann mengunggah foto meme Ketua Umum DPP Partai Golkar itu saat sedang sakit RS Premiere Jatinegara di akun instagram miliknya @DazzlingDyann. Penangkapan terhadap Dyann langsung menuai berbagai reaksi.

Salah satunya dari mantan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said. Sudirman menilai, penangkapan Dyann terlalu berlebihan.

“Iya lah. Berlebihan lah. Biarkan masyarakat punya mengekspresikan perasaannya. Itu kan esensi demokrasi,” kata Sudirman di kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (2/11).

Menurut Sudirman, demokrasi memberikan kebebasan kepada warga untuk berekspresi atau bahkan mengkritik pemerintah. Dengan adanya penangkapan tersebut, maka tergambar lah penegakan hukum yang bertentangan dengan demokrasi.

“Demokrasi kan memang memberi tempat pemimpin dikritik. Kalau yang mengkritik ditangkap, demokrasi apa ini,” ucapnya.

Senada dengan Sudirman Said, Indonesia Corruption Watch (ICW) juga melihat penangkapan Dyann sangat berlebihan. Padahal meme yang diposting wanita 29 tahun ini hanya sebagai kritikan.

“Ekspresi masyarakat yang muncul dalam bentuk meme sesuatu yang sifatnya alamiah dan sifatnya memberi masukan dan kritik,” ujarnya.

Koalisi Masyarakat Sipil Anti Defamasi pun berpandangan sama. Perwakilan Koalisi Masyarakat Sipil Anti Defamasi, Nawawi Bahrudin mengatakan, meme yang tersebar di media sosial itu bukan bentuk ujaran kebencian melainkan kritikan. Dia menegaskan, pejabat publik tak boleh panas hati dan tipis telinga dalam menanggapi kritikan.

“Kritik dibuat untuk membangun kesadaran kehidupan bersama dan jangan sampai dibalas dengan kriminalisasi,” ujarnya.

Sementara itu, Pakar Hukum Tata Negara Mahfud MD melihat, ada banyak motif di balik pelaporan 32 akun media sosial itu. Salah satunya sebagai pengalihan isu kasus e-KTP.

“Bisa juga untuk mengalihkan ke kasus ecek-ecek dari kasus utama e-KTP,” kata Mahfud di Gedung DPP PSI, Jl KH Wahid Hasyim, Jakarta Pusat, Minggu (5/11).

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) ini melihat, Setya Novanto sudah memperhitungkan banyak hal sebelum melaporkan akun-akun tersebut. Misalnya sudah siap dikritik oleh publik.

“Saya kira dia melakukan itu sudah siap dikritik, sudah diperhitungkan,” ucapnya.

Setya Novanto tak mau ambil pusing dengan berbagai komentar yang seolah menyalahkan dirinya. Ditemui usai persidangan tindak pidana korupsi proyek e-KTP dengan terdakwa Andi Narogong di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Kemayoran, Jakarta, Jumat (3/11), Setnov mengaku enggan menghentikan kasus pencemaran nama baik tersebut. Bahkan dia menegaskan akan tetap melanjutkan dan tak berniat untuk melakukan mediasi.

“Pokoknya kita teruskan yang soal meme itu,” tegas Setnov.

Merdeka.com

LEAVE A REPLY