Saat emosi Lulung memuncak ada yang sebut trotoar Tanah Abang disewakan

0

Jakarta, Pelita.Online – Ombudsman Republik Indonesia (ORI) menemukan adanya dugaan penyalahgunaan wewenang yang dilakukan anggota Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) DKI Jakarta. Mereka diduga bekerja sama dengan Preman atau Ormas tertentu menerima upeti dari Pedagang Kaki Lima (PKL) untuk mengamankan dari razia dan penertiban.

Temuan itu berasal dari investigasi yang dilakukan Ombudsman pada 9 dan 10 Agustus 2017 di beberapa titik. Antara lain Stasiun Manggarai, Stasiun Jatinegara, Pasar Tanah Abang, Stasiun Tebet, Wilayah Kecamatan Setiabudi, dan sekitaran Mall Ambassador.

Kepala Satpol DKI Jakarta Yani Wahyu tidak tinggal diam jika terdapat anak buahnya yang ‘bermain mata’ dengan memungut uang pungli kepada para pedagang kaki lima (PKL) yang kembali berdagang di sepanjang trotoar Pasar Tanah Abang. Hal ini yang menyebabkan para PKL aman berjualan di trotoar.

“Saya sudah wanti-wanti kepada seluruh jajaran jangan bermain-bermain di lapangan apalagi melakukan pungli dan sebagainya, kegiatan tercela dan sebagainya ini yang akan kami sanksi,” kata Yani di Gedung DPRD DKI Jakarta, Selasa (14/11).

Menangapi hal itu, Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta Abraham Lunggana alias Lulung membantah adanya sewa trotoar kepada pedagang kaki lima di kawasan Tanah Abang. Lulung pun meminta Ombudsman datang menemui dirinya.

“Kalau yang trotoar enggak mungkin sewa-menyewa. Ombudsman-nya suruh datang ke saya!” kata dia usai rapat paripurna di Gedung DPRD DKI, Rabu (15/11).

Namun, politisi PPP itu mengaku kalau ada lahan miliknya disewakan untuk pedagang. Lahan itu ia kelola guna PKL tidak membanjiri trotoar Tanah Abang

“Saya punya lahan pribadi, datang PPM belakang itu punya saya. Nah di situ dikelola oleh teman-teman, di situ supaya pedagang ini pada enggak ke trotoar. Tetapi saking penuhnya itu enggak muat. Akhirnya dikelola oleh masing-masing pedagang sendiri ke kelompok-kelompok pedagang,” terang dia.

Lulung menyebut jika memang ada yang menyewa di trotoar pun sebagai tindakan yang mengada-ada. Pasalnya, setiap pedagang di sana harus lapor ke RW setempat.

“Misalkan pedagang datang, mencari tempat dong, datang ke tempat itu pasti ke wilayah RW. Nah mereka datang ya dibantuin ayo dagang di situ. Eggak mungkin kalau di trotoar, nekat namanya itu,” tandasnya.

Merdeka.com

LEAVE A REPLY