Selain Literasi Digital, Tekan Hoaks Pakai Stimulasi Otak

0
Gambar ilustrasi

Pelita.Online, Jakarta — Ahli neurosains dari Institut Pertanian Bogor Berry Juliandi mengatakan literasi digital dinilai kurang efektif menangkal hoaks di masa Pemilihan Presiden 2019. Berry mengatakan hoaks justru bisa ditangkal dengan cara menstimulasi salah satu bagian otak yang dinamakan amigdala.

Stimulasi amigdala yang dimaksud oleh Berry adalah dengan cara meragukan segala sesuatu yang ada. Dengan meragukan hal-hal yang ada, maka seseorang tidak akan mudah untuk percaya terhadap hoaks.

Sebagai informasi amigdala berfungsi untuk persepsi emosi seperti, marah, takut, kecemasan, dan sebagainya. Amigdala juga bekerja untuk mengambil keputusan untuk percaya terhadap sesuatu.

“Jadi serang amigdala, serang kepercayaannya, sejak kecil. Kita harus menanaman anak kita sejak kecil untuk meragukan segala hal, apa pun yang bikin dia cemas dan ragu. Buat amigdalanya agar tidak permanen,” kata Berry dalam acara bertajuk “The Science Behind Hoax” di Perpustakaan Nasional, Jakarta Pusat, Senin (18/2).

Berry mengatakan dengan menyerang amigdala manusia, maka manusia tidak akan kekeh pada pendiriannya. Ia akan lebih terbuka dengan adanya informasi yang ada.

Hal ini untuk mencegah fenomena post truth yang membuat manusia percaya yang ia sukai, meski hal tersebut merupakan hoaks. Ia tidak akan peduli dengan hal yang ia tidak sukai meskipun hal tersebut valid kebenarannya.

“Kalau kita sudah yakin atau kerja kita tinggi kita akan sulit menerima informasi baru walaupun itu benar atau pun hoaks. Jadi cukup kita selalu ragu saja Kalau ada informasi apa pun ragu ini pasti belum tentu benar,” tuturnya.

Berry menjelaskan ketika ia tidak percaya dengan sesuatu, maka otak tidak akan menganalisis informasi tersebut lebih lanjut. Lebih lanjut, ia juga menjelaskan salah satu solusi agar seseorang bisa tidak mempercayai hoaks adalah dengan cara menyelesaikan mengapai ia bisa mempercayai hoaks tersebut.

Faktor-faktor yang menyebabkan ia takut bisa digunakan untuk meyakinkan masyarakat terkait sosialisasi hal-hal tertentu. Berry mencontohkan salah satu ketakutan di masyarakat  adalah informasi bahwa vaksin MR untuk babi mengandung babi.

“Kita tidak perlu menjelaskan secara ilmiah, tapi kita menanyakan lebih ke personal seperti “kamu ragunya kenapa?” karena ketakutan tadi, kita akan menurunkannya dengan vaksin,” ucapnya.

CNN Indonesia 

LEAVE A REPLY