Seluk Beluk Uang Panai, antara Harga Diri dan Penolakan ke Calon Suami

0

Pelita.online – Uang panai melatarbelakangi kematian seorang perempuan di Jeneponto, Sulawesi Selatan. Pihak laki-laki tak mampu memenuhi nominal uang panai. Apa itu sebenarnya uang panai?

Uang panai, sering juga ditulis panai’ atau panaik, merupakan uang yang wajib diserahkan pihak laki-laki ke keluarga pihak perempuan yang hendak diperistri. Akan jadi masalah bila sang calon suami tak mampu menebus nominal yang ditetapkan keluarga calon istri. Cinta bisa kandas gara-gara isi kantong cekak.

Sosiolog dari Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar, Rahmat Muhammad, menjelaskan uang panai dikenal dalam tradisi pernikahan masyarakat Bugis-Makassar. Sejatinya, uang panai adalah perlambang penghormatan suku Bugis-Makassar terhadap kaum perempuan, diwujudkan secara spesifik sebagai penghormatan calon suami terhadap calon istri.

“Uang panai juga merupakan siri, atau kewibawaan-harga diri dalam budaya Bugis-Makassar,” kata Rahmat kepada wartawan, Selasa (9/7/2019).

Uang panai juga merupakan wujud keseriusan pihak laki-laki yang hendak melamar anak perempuan dari suatu keluarga. Dihubungi terpisah, sosiolog Unhas Ramli AT menjelaskan bahwa masyarakat Bugis-Makassar mensyaratkan pria yang hendak menikah harus punya kemampuan finansial yang cukup.

“Laki-laki yang menikah itu istilahnya harus mampu ‘mengelilingi dapur sebanyak tujuh kali’, artinya punya kemampuan kemandirian ekonomi,” kata Rahmat.

Uang panai beda dengan mahar, beda pula dengan seserahan. Peruntukan uang panai sepenuhnya ditujukan ke keluarga pihak perempuan.

Perlambang gengsi

Nominal uang panai bermacam-macam. Rahmat Muhammad menjelaskan, pada umumnya uang panai berkisar antara jutaan Rupiah hingga ratusan juta Rupiah. Nominal duit ini bakal diumumkan dalam salah satu prosesi. Maka duit ini juga menjadi perlambang prestise di tengah masyarakat.

“Dalam perkembangannya, angka itu menjadi simbol gengsi karena angka itu dipublish. Misalnya, seorang perempuan dilamar dengan uang panai sekian ratus juta Rupiah, itu menjadi simbol bahwa yang terlibat dalam pernikahan ini adalah orang mampu. Memang jumlah panai harus diumumkan,” kata Rahmat.

Umum dipahami masyarakat Bugis-Makassar, tingginya angka uang panai juga menyiratkan sikap asli calon mertua terhadap anak laki-laki yang akan menjadi menantu. Calon mertua yang tak menerima calon menantu bakal menetapkan nominal uang panai setinggi langit, tujuannya supaya calon menantu mengurungkan niatnya menikahi si anak gadis.

“Cara keluarga wanita menolak laki-laki adalah menaikkan uang panai menjadi sangat tinggi. Kalau sudah tidak masuk akal, tidak memungkinkan dilihat kemampuan laki-laki, biasanya itu maksudnya adalah penolakan,” tutur Ramli AT.

Peristiwa yang berkaitan dengan mahalnya uang panai terjadi di Jeneponto. Ramli (37) dan Isa (31) telah kawin lari karena Ramli tak kuat membayar uang panai Rp 15 juta, dia hanya punya Rp 10 juta. Niat rujuk Ramli ke pihak keluarga Isa ditolak karena duitnya tidak cukup. Akhirnya Isa meninggal dunia karena minum racun.

 

Sumber : Detik.com

LEAVE A REPLY