Soal People Power, Akademisi Minta Penegakan Hukum Jangan Dicampuri Politik

0

Pelita.online – UUD 1945 menyepakati Indonesia adalah negara hukum. Oleh sebab itu, penegakan hukum haruslah ditegakkan secara lurus dan tidak perlu terlalu dicampuri politik.

“Saya perlu berhati-hati sekali dalam menjelaskan ini. Kebebasan berpendapat adalah hak konstitusional dalam negara demokratis. Saya menghindari kasus, masuk dulu ke prinsipnya,” kata akademisi Sekolah Tinggi Ilmu Hukum (STIH) Jakarta, Bivitri Susanti, Minggu (12/5/2019).

“Apakah melarang people power berarti melawan kebebasan berpendapat?” sambung Bivitri, yang juga disampaikan dalam seminar nasional ‘Ancaman People Power terhadap Demokrasi Konstitusional’ yang digelar Puskapsi di Fakultas Hukum Universitas Jember, Sabtu (11/5) kemarin. Video seminar itu bisa dilihat secara utuh di akun YouTube PUSKAPSI FH UNEJ.

Menurut Bivitri, yang harus dipahami secara prinsip, pelaksanaan aturan hukum–karena dia dilakukan oleh penguasaan dan hukum dilaksanakan oleh penguasa–maka selalu mengandung potensi penyalahgunaan kekuasaan.

“Oleh karena itu, ada konsep negara hukum,” cetus Bivitri.

Hal itu supaya demokrasi dibatasi oleh hukum. Oleh sebab itu, lahirlah negara hukum.

“Kuncinya adalah, pertama, ada aturan main yang jelas dan baik dalam penegakan hukum dari pelaksanaan demokrasi ini. Kedua, apakah aparat penegak hukumnya melaksanakan secara profesional dan akuntabel,” kata Bivitri menegaskan.

Secara filosofis, kata Bivitri menegaskan, penguasa juga tidak bisa main hukum sendiri. Tapi juga tidak bisa untuk jangan dihukum dengan alasan melanggar kebebasan berpendapat.

“Nggak bisa, bagaimana pun ada konteks keamanan negara yang harus dijaga,” kata Bivitri lagi.

Oleh sebab itu, penegakan hukum harus dilakukan. Demo tetap memperhatikan soal-soal keamanan dan ketertiban.

“Jadi kalau memang perlu diperiksa, ya harus diperiksa. Apakah ada yang dilanggar atau tidak? Ya harus diperiksa. Karena salah satu tugas penting negara adalah melindungi segenap bangsa Indonesia,” ucap Bivitri.

Maka dari itu, bila berbicara negara hukum, Bivitri meminta harus konsisten.

“Tidak bisa juga kita bilang, katakanlah, ‘karena situasi politik lagi begini, nggak diproses dulu deh’. Nah, itu bukan fakta negara hukum. Justru hukum sudah terlalu dicampuri politik. Sama saja dengan orang berpendapat kriminalisasi ulama. Pertanyaannya, apakah seorang ulama tidak boleh diproses secara hukum? Tidak seperti itu,” tegas Bivitri.

 

Sumber : Detik.com

LEAVE A REPLY