TKN Jokowi: MK Memang Harus Gunakan Kalkulator Agar Hitung Tepat

0

Pelita.online – Ketua Tim Kuasa Hukum Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, Bambang Widjojanto (BW), mendorong Mahkamah Konstitusi (MK) tidak menjadi mahkamah kalkulator. Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma’ruf Amin menyebut sudah sewajarnya MK menjadi mahkamah kalkulator untuk mendapatkan keputusan yang tepat dalam perkara pemilu.

“MK memang harus menggunakan kalkulator untuk menghitung dengan tepat sesuai kewenangannya yang diberikan oleh UU Pemilu tersebut,” ungkap Wakil Ketua TKN Jokowi-Ma’ruf, Johnny G Plate kepada wartawan, Sabtu (25/5/2019).

Makna dari mahkamah kalkulator sendiri bermakna dari selisih hasil pemilu antara pihak penggugat dan pihak rival yang menjadi dasar bagi MK dalam memutus sengketa hasil pemilu. MK disebut punya kewenangan soal metode ‘kalkulator’ itu karena memang diatur oleh undang-undang.

“Jika ingin menambah lingkup kewenangan MK dalam menangani Sengketa Pemilu maka terlebih dahulu perlu mengubah UU No 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Dan itu tidak dimungkinkan saat ini,” ucap Johnny.

Meski disebut harus menggunakan kalkulator, MK disebut Johnny, akan melihat dengan perspektif yang jauh lebih luas lagi.

“Bahkan jauh lebih luas dari pendapat TIm Hukum paslon 02, dan kesemuanya akan didasari pada bukti yang valid dan autentik yang saat ini sangat sulit dipenuhi oleh paslon 02 selain narasi umum yang disampaikan pada publik,” sebutnya.

Johnny mengatakan, narasi-narasi yang tengah dibangun kubu Prabowo-Sandiaga, tak akan cukup untuk membalik hasil Pilpres 2019. Ia mengatakan, narasi yang menjadi bagian manuver-manuver kubu 02 tersebut tak akan cukup untuk memenangkan Prabowo-Sandiaga.

“Narasi narasi Itu tidak cukup utk memenangkan paslon 02. Rezim Pemilu dan Rezim Pilkada berbeda dan legislasi primer yang mengaturnya juga berbeda. Kami menghormati hak hukum paslon 02 dan dengan melalui jalur penyelesaian sengketa melalui MK maka proses pilpres kita memasuki tahap akhir dengan cara terhormat dan konstitusional,” kata Johnny

Dalam gugatannya, tim Prabowo-Sandi membawa 51 bukti. Johnny menyebut bukti-bukti tersebut tidak akan cukup, apalagi bukti-bukti yang dilampirkan beberapa di antaranya pernah ditolak Bawaslu saat BPN Prabowo-Sandiaga mengajukan laporan adanya kecurangan.

“Bukti-buktui pendukung gugatan paslon 02 Prabowo-Sandi ke MK hingga sekarang masih dirahasiakan alias misterius. Kami tentu tidak kaget jika bukti-bukti yang disiapkan belum memenuhi syarat formal untuk mendukung gugatan dimaksud,” ucap Sekjen NasDem itu.

“Tugas MK menangani sengketa Perhitungan suara hasil pemilu. Jika tidak dapat memberikan bukti pelanggaran perhitungan dengan data yang autentik dan valid untuk mengkoreksi selisih kemenangan paslon Jokowi-Ma’ruf Amin yang lebih dari 16,95 juta suara maka tentu kita bisa memperkirakan bahwa MK akan sulit memenangkan paslon 02 Prabowo-Sandi,” sambung Johnny.

Anggota DPR ini pun meyakini keputusan MK akan memperkuat keputusan KPU soal kemenangan Jokowi-Ma’ruf di Pilpres 2019. Johnny menilai manuver kubu Prabowo-Sandiaga soal narasi adanya kecurangan yang terstruktur, sistematis dan masif (TSM) di Pilpres 2019 tidak akan terbukti.

“Usaha membangun narasi, konspirasi dan rekayasa pelanggaran TSM tidak akan banyak pengaruh karena para hakim MK hanya akan memperhatikan bukti yang sesuai amanat UU Pemilu dalam melaksanakan pengadilan yang jujur dan fair,” urai dia.

Johnny meminta kepada BW dan Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi tak membangun narasi yang menyudutkan lembaga negara, dalam hal ini MK. BPN diminta tak melakukan hal yang sama seperti tudingan-tudingan kepada KPU.

“BW dan BPN jangan merendahkan martabat MK. Kami meyakini MK akan konsisten bekerja dalam koridor hukum dan perundang undangan,” tegas Johnny.

Saat mendaftarkan gugatan Prabowo-Sandi soal hasil Pilpres 2019, BW mendorong agar MK tidak menjadi mahkamah kalkulator. MK disebut harus memeriksa dugaan-dugaan kecurangan yang dituduhkan pihaknya. Dengan adanya kecurangan-kecurangan itu, lanjut BW, maka muncul penilaian bahwa Pemilu 2019 merupakan yang terburuk dalam sejarah.

“MK dalam berbagai putusannya telah memutuskan berbagai perkara sengketa pemilihan, khususnya pilkada, dengan menggunakan prinsip terstruktur, sistematis, dan masif. Kami coba mendorong MK bukan sekadar mahkamah kalkulator, yang bersifat numerik,” kata BW setelah mengajukan permohonan gugatan hasil pilpres ke MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Jumat (24/5).

“Tapi memeriksa betapa kecurangan itu sudah makin dahsyat. Dan itu sebabnya di publik ada berbagai pernyataan yang menjelaskan inilah pemilu terburuk di Indonesia yang pernah terjadi selama Indonesia berdiri,” tambah eks pimpinan KPK itu.

 

Sumber : Detik.com

LEAVE A REPLY