Tsunami Akibat Krakatau Sudah Diramal Sejak 2012

0

Pelita.Online –  Sebuah studi yang diterbitkan pada 2012 telah memperkirakan terjadinya tsunami yang menghempas Lampung dan Banten. Studi yang berjudul “Bahaya tsunami terkait dengan keruntuhan sayap Gunung Api Anak KrakatauSelat Sunda, Indonesia” mengungkap kalau longsoran itu bisa terjadi karena sebagian besar dinding Anak Gunung Krakatau curam sehingga dia tak stabil dan rawan longsor.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Thomas Giachetti dari University of Oregon dan kawan-kawannya ini menyebutkan kalau longsor bisa terjadi di arah barat daya gunung tersebut. Longsoran ini bisa memicu gelombang awal setinggi 43 meter. Gelombang ini akan mencapai pulau Sertung, Panjang dan Rakata dalam waktu kurang dari 1 menit, dengan ombak setinggi 15 hingga 30 meter.

Ombak tinggi tersebut berbahaya bagi kapal wisata kecil yang berkeliling di sekitar Kepulauan Krakatau. Tsunami kemudian akan mencapai kota-kota pantai barat Jawa seperti Merak, Anyer dan Carita.

“Dengan banyaknya infrastruktur industri dan wisata yang dekat dengan laut dengan ketingian kurang dari 10 meter, gelombang ini membuat risiko yang tak dapat diabaikan,” tulis para penulis dalam abstrak seperti dilansir CNNIndonesia.com dari Research Gate, Kamis (27/12).

Gelombang tsunami itu bisa memengaruhi Meraj, Anyer, Carita, hingga Labuan. Skenario terburuknya, gelombang ini juga bisa mencapai Bandar Lampung dalam waktu satu jam dengan tinggi gelombang 0,3 meter.

“Gelombang yang dihasilkan akan jauh lebih kecil daripada yang terjadi selama letusan Krakatau 1883 (sekitar 15 m),” kata dia.

Kendati demikian, deteksi cepat longsor oleh observatorium gunung berapi, bersama dengan sistem peringatan yang efisien di pantai disebut bisa meminimalisir peristiwa mematikan itu.

Sementara itu, mantan Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, Badan Geologi, Badan Geologi (PVMBG) Surono mengaku telah mengetahui adanya penelitian itu. Pihaknya juga telah melakukan mitigasi bencana, namun saat itu tak diketahui kapan bencana itu akan tiba.

“Sudah ada mitigasi kalau terjadi longsor tapi kan kita tidak tahu akan terjadinya kapan, berapa besar, kan di gunung berapi lain juga ada longsor,” katanya saat dihubungi CNNIndonesia.com.

Namun, Indonesia memang tidak memiliki pendeteksi tsunami yang diakibatkan oleh longsor bawah laut atau erupsi gunung.

Hal itu menjadi alasan mengapa tidak ada peringatan dini saat tsunami Selat Sunda menerjang pada Sabtu malam lalu, ketika wilayah terdampak sepanjang Pantai Carita sampai Tanjung Lesung sedang dipadati wisatawan yang merayakan liburan akhir tahun.

Sebelumnya, sebanyak 430 dipastikan meninggal sementara 159 hilang akibat tsunami yang menerjang di Banten dan Lampung. Tsunami di Selat Sunda diyakini dipicu oleh longsor bawah laut akibat erupsi Gunung Anak Krakatau yang ada di tengah laut.

Saat ini, status Gunung Anak Krakatau naik menjadi level III atau siaga pada Kamis (27/12). Sehari sebelumnya gunung tersebut terpantau terus menerus mengalami gempa tremor. (kst/eks)

Cnnindinesia.com

LEAVE A REPLY