Usulan Densus Tipikor ala DPR berhenti di tangan Jokowi

0

Jakarta, Pelita.Online – Beberapa bulan ke belakang, ramai perbincangan soal pembentukan Densus Anti korupsi atau Densus Tipikor. Usulan tersebut dilempar anggota Komisi III Fraksi Gerindra Wenny Warouw.

Saat rapat kerja Komisi III dengan Kapolri Jenderal Tito Karnavian di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (23/5) lalu.

Wenny menilai usulannya itu bukan untuk memperlemah kinerja Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

“Tidak. Kalau polisi kuat kan balik dong, kan dulu karena polisi tidak kuat, itu ke KPK. Sekarang polisi sudah kuat, masa itu lembaga ad hoc mesti dipertahankan, gitu loh pemikirannya,” tegasnya.

Di tempat terpisah, anggota Komisi III DPR lainnya, Nasir Djamil mengungkap jika usulan pembentukan Densus Tipikor itu berangkat dari keluhan sejumlah anggota Polri. Mereka mengeluhkan mampu bekerja berantas korupsi seperti KPK jika diberikan kewenangan, sumber daya serta anggaran tentunya.

“Ketika rapat kerja Komisi III dengan Polri, mereka selalu katakan kalau kami diberikan kewenangan, sumber daya dan anggaran seperti KPK, kami juga bisa seperti KPK,” katanya dalam diskusi “Perlukah Densus Tipikor?” di Gado-gado Boplo, Menteng, Jakarta, Sabtu (21/10) lalu.

Sementara itu, Kapolri Tito pun menjawab tantangan Komisi III. Ia langsung saja menggodok segala kebutuhan pembentukan Densus Tipikor dari segi metode kerja, sumber daya manusia serta anggaran yang dibutuhkan.

Tito mengusulkan Densus Tipikor dipimpin Jenderal Bintang Dua Polisi dan diresmikan pada akhir tahun 2017 ini. Anggarannya, mencapai Rp 2,6 triliun. Menurut Kapolri Jenderal Tito Karnavian, anggaran itu dibagi menjadi 3 bagian yakni belanja pegawai, modal dan barang.

Untuk belanja pegawai, anggaran yang dibutuhkan untuk menggaji 3.560 personel sekitar Rp 786 miliar. Tito menginginkan anggota Densus Antikorupsi sama dengan gaji anggota KPK. Kemudian, belanja barang sekitar Rp 359 miliar.

Dalam rapat gabungan Komisi III dengan KPK dan Kejaksaan, kemarin, Tito mengusulkan dua metode kerja Densus Antikorupsi. Opsi pertama, Densus Antikorupsi dibuat satu atap dengan Kejaksaan Agung dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Dengan sistem ini, Densus Antikorupsi akan dijalankan oleh 3 lembaga, tidak hanya Polri.

Di bawah kendali 3 lembaga, kata Tito, kepemimpinan Densus Antikorupsi akan dijalankan melalui prinsip kolektif kolegial sehingga sulit diintervensi.

“Pertama, dibentuk satu atap dengan Jaksa Penuntut Umum sehingga kepemimpinannya bukan dari Polri, namun kami usulkan satu perwira tinggi bintang dua Kepolisian, satu dari Kejaksaan, dan satu dari Badan Pemeriksa Keuangan,” kata Tito di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (16/10) kemarin.

Sementara, opsi kedua yakni Densus Antikorupsi tidak perlu satu atap. Namun tetap dipimpin oleh Perwira Tinggi Polri bintang dua seperti Detasemen Khusus 88 Anti-teror.

Jaksa Agung M Prasetyo pun kembali menegaskan penolakannya bergabung satu atap bersama Densus Antikorupsi. Prasetyo beralasan Kejaksaan telah memiliki satuan tugas khusus menangani kasus korupsi.

“Rasanya enggak perlu, sementara saya katakan itu. Yang pasti, kita sudah punya satgasus sendiri dan sudah lama,” kata Prasetyo disela rapat gabungan Komisi III dengan Polri, KPK dan Kejaksaan Agung di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta.

Wacana ini pun sempat membuat Presiden Joko Widodo (Jokowi) dengan Wakilnya, Jusuf Kalla (JK) tampak berseberangan. Jokowi setuju, sedangkan JK menolak. JK menilai pembentukan Densus Tipikor adalah hal yang mubazir.

Kini, setelah melalui proses panjang, akhirnya Pemerintah memutuskan untuk menunda pembentukan Densus Tipikor.

Hal itu diputuskan Jokowi melalui rapat terbatas (ratas) di Istana Kepresidenan.

“Sekarang ini yang kita utamakan adalah memperkuat lembaga-lembaga yang sudah ada, terutama KPK. Maka dengan demikian, isu mengenai ini kita berhenti dulu,” tegas Menko Polhukam Wiranto di Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (24/10).

Wiranto menjelaskan, ada beberapa pertimbangan sehingga diputuskan usulan Densus Antikorupsi ini dihentikan. Pertama, pembentukan Densus Antikorupsi membutuhkan payung hukum jelas karena nantinya berkoordinasi dengan Kejaksaan Agung. Kedua, soal strukturisasi kelembagaan dan kepegawaiannya.

“Dari MenPAN RB menyatakan bahwa masih cukup panjang prosesnya. MenPAN RB harus menerima usulan dulu secara struktur kelembagaan dan kepegawaian juga harus ada persetujuan antara dua lembaga antara polri dan kejaksaan,” bebernya.

Mantan Ketua Umum Partai Hanura ini menegaskan, pemerintah akan mendalami usulan pembentukan Densus Antikorupsi. Seluruh masukan dari berbagai elemen sudah dikantongi Presiden Jokowi.

“Itu akan diserahkan kepada Menko Polhukam untuk mendalami lebih jauh lagi sehingga nanti pada saat yang tepat tentu kita akan ada penjelasan lagi mengenai hasil pendalaman itu,” tandasnya.

Merdeka.com

LEAVE A REPLY