Curhat pimpinan KPK di tengah penundaan Densus Tipikor oleh Jokowi

0

Jakarta, Pelita.Online – Presiden Joko Widodo (Jokowi) menggelar rapat terbatas (ratas) membahas usulan pembentukan Densus Tipikor di Istana Merdeka, Jakarta, kemarin. Hasilnya, usulan pembentukan Densus Tipikor dihentikan sementara.

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Wiranto mengatakan, pemerintah memutuskan untuk memperkuat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Di sisi lain, Wiranto menyatakan munculnya usulan pembentukan Densus Tipikor menjadi alarm bagi KPK agar memperbaiki kinerjanya.

“Ini kan warning bagi KPK bahwa perlu adanya introspeksi diri untuk memperkuat kelembagaannya itu sehingga tugas-tugas KPK lebih efektif ke depannya,” kata Wiranto di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (24/10) kemarin.

Wakil Ketua KPK Saut Situmorang pun angkat bicara atas penundaan pembentukan Densus Tipikor. Dia menghargai keputusan pemerintah tersebut. Dia melihat keputusan pemerintah menunda pembentukan Densus Tipikor bisa menjadi sinyal baik untuk mendukung penguatan KPK.

Saut lantas curhat tugas KPK dalam pemberantasan dan pencegahan korupsi semakin besar, termasuk mengawasi dana yang digelontorkan pemerintah hingga ke desa-desa.

“Ditundanya pembentukan Densus Tipikor sudah semestinya membuat pemerintah mendukung upaya penguatan internal KPK. Terlebih lagi ke depannya upaya pemberantasan korupsi akan semakin sulit. Uang (anggaran) itu akan semakin banyak, tahun depan dana desa naik terus. Praktis KPK juga akan masuk (mengawasi) dana desa,” ujar Saut di Hotel Grand Quality, Sleman, Selasa (24/10) kemarin.

Saut berharap dukungan terhadap penguatan KPK bisa diwujudkan dengan penambahan personel. Saat ini, kata Saut, jumlah pegawai di KPK masih belum ideal. Dia menyebut jumlah pegawai di lembaga antirasuah baru 1.500 orang. Idealnya jumlah pegawai di KPK minimal 8.000 orang dan maksimal 20.000 orang.

“Bila penambahan pegawai di KPK terlaksana, ke depannya KPK bakal lebih leluasa bergerak. Pastinya akan banyak hal lainnya yang bisa dikerjakan oleh KPK, terutama dalam upaya pemberantasan korupsi di negeri ini. Terutama mencegah dan menindak (kasus korupsi),” katanya.

Menurutnya, dukungan untuk penguatan upaya pencegahan korupsi juga tak kalah penting. Sebab, pencegahan sama pentingnya dengan penindakan kasus korupsi. Kedua hal itu menurut Saut akan berujung pada kesejahteraan rakyat.

“Jangan lupa, tujuan kita ini membangun kesejahteraan. Kalau kita menangkap koruptor tetapi rakyat tidak bertambah sejahtera, daya saing kita juga tidak naik-naik, apa gunanya?” katanya.

Dia tidak menampik penundaan pembentukan Densus Tipikor itu sebagai bentuk dukungan pemerintah terhadap KPK. Namun, kata dia, KPK juga membutuhkan dukungan lebih nyata. Semisal dengan penguatan dari sisi anggaran dan sumber daya manusia (SDM). Saut mengusulkan, anggaran Rp 2,6 triliun yang disiapkan untuk Densus Tipikor dialihkan untuk KPK.

“Jadi baiknya uang yang semula Rp 2 triliun sekian itu bersama dengan rencana 2.500 staf itu tadi dikirim ke KPK bisa juga. Itu lebih pada dukungan nyata buat KPK,” katanya.

Anggaran sebesar Rp 2,6 triliun itu sebenarnya sudah masuk dalam anggaran Polri. Jumlah tersebut rencananya akan dibagi menjadi 3 bagian yakni belanja pegawai, modal dan barang. Khusus belanja pegawai, anggaran yang dibutuhkan untuk menggaji 3.560 personel sekitar Rp 786 miliar.

Dana yang dialokasikan untuk belanja barang sekitar Rp 300 miliar. Kapolri Tito Karnavian menjelaskan, anggaran barang itu akan digunakan untuk menjalankan proses penanganan tindak pidana korupsi seperti penyelidikan dan penyidikan.

Sedangkan belanja modal sebesar Rp 1,55 triliun termasuk untuk membuat sistem dan kantor-kantor hingga tingkat daerah serta pengadaan alat penyelidikan penyidikan, dan kebutuhan lain.

“Yang terakhir sekitar Rp 1,5 triliun itu adalah belanja modal kalau mau dibangun satgas-satgas wilayah dengan gedung-gedungnya, idealnya segitu. Itu pun bertahap sampe 2020 selama 3 tahun,” jelas Tito di Gedung DPR.

Merdeka.com

LEAVE A REPLY