Warga Blitar Pertanyakan Soal Naiknya Iuran, Ini Penjelasan BPJS Kesehatan

0

Pelita.online – Seorang warga Blitar yang menderita diabetes kronis dibawa ke rumah sakit swasta di Kota Blitar, yang memberikan layanan BPJS kesehatan. Namun sampai di ujung ruang UGD, seorang perawat mempersilakan pasien untuk minta rujukan ke faskes pertama.

Pada akhirnya warga tersebut dibawa ke RS swasta lain yang tidak ada fasilitas BPJS-nya dan akhinya ditangani meski harus berpikir keras untuk membayar biaya perawatan.

Keluarga warga tersebut lalu mempertanyakan pelayanan BPJS yang tidak mengutamakan keselamatan pasien, namun justru mendahulukan administrasi. Terlebih iuran BPJS malah dinaikkan

Pihak rumah sakit yang menolak warga tersebut saat dikonfirmasi detikcom menyatakan mereka hanya mengikuti SOP yang ditetapkan BPJS kesehatan. “Kami hanya ikuti aturan. Memang harus ada rujukan dari faskes pertama. Karena kami masuk faskes kedua. Karena tingkat kedaruratan seorang pasien itu sudah dijelaskan per kategorinya,” ujar humas rumah sakit swasta tersebut, Jumat (6/9/2019).

Berita tersebut sudah tayang pada Jumat (6/9) pukul 11.26 WIB. BPJS Kesehatan memberikan penjelasan tentang pernyataan RS mengenai SOP yang ditetapkan BPJS kesehatan sebagai berikut.
Definisi kriteria gawat darurat bagi peserta JKN-KIS diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan yang kemudian ditetapkan oleh Pemerintah melalui Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 47 Tahun 2018 tentang Pelayanan Kegawatdaruratan.

Adapun SOP penanganan pasien gawat darurat yang dimaksud oleh pihak RS telah diatur oleh Pemerintah melalui Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 4 Tahun 2018 tentang Kewajiban Rumah Sakit dan Kewajiban Pasien. Dalam regulasi tersebut, pasal 7 menyatakan bahwa rumah sakit wajib memberikan pelayanan gawat darurat sesuai dengan kemampuan pelayanannya yang berupa triase (pemeriksaan awal) dan tindakan penyelamatan nyawa.

Pada skema layanan JKN, dalam hal pemeriksaan awal menunjukkan bahwa peserta yang datang tidak memenuhi kriteria gawat darurat sebagaimana ditetapkan, maka peserta diarahkan untuk ditangani di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP),” ujar PPS Kepala Cabang BPJS Kesehatan David Sulaksmono dalam siaran pers yang diterima, Sabtu (7/9/2019).

David juga menjelaskan tentang gambaran sebagian layanan BPJS kesehatan yang kerap jadi keluhan warga.

Bahwa layanan yang digambarkan pada berita tersebut adalah gambaran layanan Rumah Sakit tertentu sebagaimana ditulis pada berita tersebut. Sesuai dengan Pasal 10 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang BPJS, tugas BPJS terbatas pada pendaftaran peserta, memungut iuran, menerima bantuan iuran dari pemerintah, mengelola Dana Jaminan Sosial, mengumpulkan data peserta Program Jaminan Sosial, membayarkan manfaat/ membiayai pelayanan kesehatan sesuai dengan ketentuan Program Jaminan Sosial, serta memberikan informasi mengenai penyelenggaraan program jaminan Sosial kepada peserta dan masyarakat.

“Dalam konteks berita yang dimuat, pelayanan yang dimaksudkan adalah pelayanan kesehatan dimana kewenangan atas pelayanan tersebut ada pada Fasilitas Kesehatan, bukan pelayanan BPJS Kesehatan,” kata David.

Tentang pernyataan ‘Belum lagi soal obat yang diklasifikasi berdasarkan keikutsertaan di BPJS kesehatan’, David menjelaskan bahwa kalimat ini memiliki makna luas yang dapat menyebabkan perbedaan penafsiran pembaca.
Sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang JKN, pelayanan obat, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai untuk peserta JKN-KIS berpedoman pada daftar obat, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai yang ditetapkan oleh Menteri, terakhir melalui Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/MENKES/707/2018 tentang Formularium Nasional (Fornas) yang berlaku tanggal 1 Maret 2018.

Formularium Nasional (Fornas) adalah daftar obat yang disusun berdasarkan bukti ilmiah mutakhir oleh Komite Nasional Penyusunan Fornas. Adapun pemberian obat sesuai dengan Fornas tidak disesuaikan dengan kelas rawat peserta, melainkan disesuaikan dengan kebutuhan medisnya.

Dalam hal obat yang dibutuhkan tidak terdapat dalam Fornas dan tidak terdapat pengganti dengan kandungan yang sama, maka fasilitas kesehatan dapat mengadakan obat tersebut atas persetujuan kepala atau direktur RS tanpa membebankan biaya obat kepada peserta JKN-KIS.

“Dalam hal peserta mendapati penyimpangan pelaksanaan ketentuan ini, peserta dapat menyampaikan keluhan dan pengaduan melalui call center 1500400, aplikasi LAPOR, maupun menyampaikan langsung kepada petugas PIPP melalui telepon atau datang langsung ke Kantor BPJS Kesehatan terdekat,” tandas David.

 

Sumber : Detik.com

LEAVE A REPLY