Para Menlu ASEAN Bahas Krisis Myanmar

0

Pelita.Online – Krisis Myanmar menjadi salah satu isu yang dibahas dalam 55th ASEAN Ministerial Meeting yang digelar di Phnom Penh, Kamboja, Selasa (2/8). Pemulihan pascapandemi Covid-19 dan keamanan regional turut menjadi isu yang bakal didiskusikan dalam pertemuan tersebut.

Myanmar tidak mengutus delegasi ke pertemuan tersebut. Hal itu karena Kamboja selaku ketua ASEAN tahun ini telah melarang partisipasi menlu junta Myanmar dalam pertemuan. Alasannya, tak ada kemajuan signifikan dalam pelaksanaan lima poin konsensus. Langkah ini diambil Kamboja karena tak ada kesepakatan anggota ASEAN untuk mengundang perwakilan junta Myanmar.

Lima poin konsensus adalah hasil kesepakatan ASEAN dan Myanmar sendiri untuk mengatasi krisis Myanmar, pasca-kudeta militer pada 1 Februari 2021. Militer Myanmar merespons aksi unjuk rasa secara represif dan brutal.

Bulan lalu, junta Myanmar mengumumkan bahwa mereka telah mengeksekusi mati empat aktivis demokrasi di negara tersebut. Keempatnya dituduh terlibat dalam aktivitas terorisme. Komunitas internasional, termasuk Dewan Keamanan PBB, mengutuk tindakan tersebut.

Menjelang pertemuan di Phnom Penh, Menlu Malaysia Saifuddin Abdullah mengatakan, ASEAN harus mempertimbangkan untuk membatalkan atau merevisi lima poin konsensus. Dia mengatakan, utusan khusus ASEAN juga perlu bertemu Pemerintah Persatuan Nasional, yakni pemerintahan sipil bayangan yang didirikan di luar Myanmar, untuk membantu mengembangkan kerangka politik baru.

“Tujuan akhirnya adalah Myanmar yang demokratis, inklusif dan adil, damai dan harmonis, makmur yang hak-hak sipil dan politiknya dijamin oleh konstitusi,” kata Saifuddin.

Nuansa persaingan

Dalam pertemuan Menlu ASEAN ke-55, Menlu Rusia Sergey Lavrov, Menlu Amerika Serikat (AS) Anthony Blinken, Menlu Cina Wang Yi, dan beberapa menlu lainnya dari negara non-ASEAN akan turut berpartisipasi.

Lavrov dan Blinken bakal bertemu di tempat yang sama untuk kedua kalinya dalam sebulan. Keduanya terakhir kali ada dalam ruangan yang sama  pada awal Juli lalu, yakni ketika menghadiri pertemuan menlu G-20 di Bali. Belum jelas apakah Blinken dan Lavrov akan melangsungkan pertemuan khusus di sela-sela Pertemuan Menlu ASEAN ke-55.

Kehadiran Wang Yi dalam konferensi itu menambah nuansa “persaingan”. Sejumlah negara, termasuk AS, diketahui telah mendesak Beijing untuk menggunakan kemitraannya dengan Rusia untuk  mendorong diakhirinya konflik di Ukraina.

Kenaikan harga pangan dan energi akibat konflik Rusia-Ukraina turut dirasakan negara-negara ASEAN. “Ini adalah salah satu pertemuan para menlu regional pertama yang diadakan secara langsung sejak 2019. Jadi bagi AS, Cina, dan bahkan Rusia, pertemuan seperti ini adalah kesempatan yang sangat penting untuk menunjukkan dukungan mereka kepada ASEAN serta menyajikan narasi mereka sendiri tentang komitmen mereka terhadap keamanan dan kemakmuran regional,” kata Direktur Program Asia Tenggara untuk Australia’s Lowy Institute, Susannah Patton.

sumber : republika.co.id

LEAVE A REPLY