Akhir moratorium reklamasi di Teluk Jakarta

0

Jakarta, Pelita.Online – Pemerintah memutuskan untuk menghentikan moratorium reklamasi di Teluk Jakarta. Pengembang pemegang izin pengerukan laut sebelumnya diminta memenuhi 11 poin yang diajukan sejak 14 bulan lalu. Dan akhirnya, PT Kapuk Naga Indah (KNI) berhasil memenuhinya.

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya mengatakan, anak perusahaan Agung Sedayu Group itu telah berhasil memenuhi 11 poin yang diajukannya. Sehingga, sudah tidak ada alasan lagi pemerintah menghentikan reklamasi di utara Jakarta itu.

“Tahun 2016 itu ada 11 poin dan sebelasnya sekarang mereka sudah selesaikan,” katanya di Kemenko Maritim, Rabu (6/9).

Untuk mempercepat legalitas pengerukan laut, Pemprov DKI Jakarta meminta DPRD untuk segera membahas dua dua rancangan peraturan daerah (Raperda) tentang reklamasi. Bahkan, mereka telah meminta rekomendasi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) agar acuan aturan reklamasi itu dapat dilanjutkan pembahasannya.

Bangunan megah di reklamasi pulau C dan D 2016 

Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) DKI Jakarta Tuty Kusumawati mengatakan, pengerjaan reklamasi memerlukan landasan aturan. Sementara pembahasan Perda Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta dan Raperda tentang Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (ZWP3K) sampai saat ini belum disahkan.

Walaupun telah mengirimkan surat ke KPK, dia mengungkapkan, lembaga antirasua tersebut memberikan jawaban. Menurutnya, kasus korupsi yang sempat menjerat mantan Ketua Komisi D DPRD DKI M Sanusi tidak bisa menghalangi pembahasan dua raperda ini.

Bahwa surat (ke KPK) itu menunggu selesainya OTT. Padahal itu dua hal yang berbeda,” ujarnya.

Bahkan, Tuty menjelaskan, pihaknya telah bersurat dengan DPRD DKI sebanyak tiga kali, namun tetap bertepuk sebelah tangan. Padahal tanpa adanya dua raperda ini pengelolaan tata ruang pulau reklamasi tidak dapat dilakukan. Begitu juga pemberian kontribusi tambahan sebesar 15 persen untuk Pemprov DKI.

“Jadi sudah ada tiga surat yang dilayangkan ke DPRD untuk meminta pembahasan termasuk 15 persen kepada Pemda,” tegas Tuty.

Tuty menambahkan, Pemprov DKI Jakarta tidak pernah mempersulit pengembang untuk melanjutkan reklamasi. Bahkan pihaknya membuka pintu selebar-lebarnya PT KNI untuk mengurus izin lingkungan pulau E.

Dia menjelaskan, izin lingkungan dapat diajukan kembali dengan mengirimkan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) kepada Pemprov DKI Jakarta. Sehingga nantinya, PT KNI selaku pengembang bisa kembali mendapatkan izin.

“Diulang lagi karena KLHS-nya baru, amdal juga harus disusun baru, perizinan didasarkan pada amdal yg baru itu,” katanya.

Namun, Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta Iman Satria mengingatkan, tanpa adanya Perda Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta dan Raperda tentang Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (ZWP3K) maka pembangunan di atas pulau buatan tersebut tidak dapat dilakukan.

“Tapikan sekarang pembahasannya stuck. Pernah diajukan, kita minta Amdal dibenahi baru kita mau bahas. Terus sekarang juga lagi moratorium posisinya, menteri belum ada kebijakan. Dah kita tunggu aja deh,” tutupnya.

Adapun 11 poin yang sebelumnya harus dipenuhi PT KNI adalah Pertama, pengembang sudah menghentikan seluruh kegiatan reklamasi sampai terpenuhinya perintah lainnya. Syarat kedua, pengembang memperbaiki dokumen dan izin lingkungan Pulau C.

Ketiga, pemerintah meminta pengembang mengubah dokumen lingkungannya, seperti analisis mengenai dampak lingkungan (amdal) mengacu pada kajian lingkungan hidup sementara (KLHS). Syarat keempat, pengembang diminta memperbaiki pengelolaan pasir uruk agar tak melimpas ke perairan.

Kelima, meminta pengembang memberikan data rinci mengenai sumber pasir uruk dan bebatuan yang digunakan, termasuk perizinan pemasok pasir. Syarat keenam, pengembang wajib melaporkan data rinci mengenai sumber dan jumlah material pasir uruk serta menyampaikan hasil pengamatan dan pencatatan lapangan dalam laporan Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL) dan Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL).

Sementara syarat ketujuh, yaitu membuat outlet channel atau kanal di antara Pulau C dan D. Kedelapan, pengembang diminta pengembang melakukan pengerukan akibat adanya reklamasi dua pulau tersebut.

Syarat kesembilan, menggunakan turap beton tetrapod untuk membuat turap penahan gelombang di sisi utara dan sebagian sisi timur. Syarat kesepuluh yang sudah dilaksanakan adalah melaksanakan kewajiban lain yang tercantum dalam izin lingkungan, di antaranya berupa kajian dampak reklamasi bagi nelayan.

Sedangkan syarat kesebelas, mengupayakan pengelolaan lingkungan hidup untuk menghindari dampak lingkungan selama penghentian kegiatan reklamasi.

Republika.co.id

LEAVE A REPLY