Andi Irfan Jaya Klaim Buang HP iPhone X Lantaran Panik Ada Foto di Ruangan Djoko Tjandra

0
Terdakwa kasus dugaan suap pengurusan fatwa Mahkamah Agung, Andi Irfan Jaya menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Rabu (18/11/2020). Sidang tersebut beragendakan pemeriksaan saksi dari pihak Jaksa Penuntut Umum (JPU). SP/Joanito De Saojoao.

Pelita.online – Mantan politikus Partai Nasdem, Andi Irfan Jaya mengakui telah membuang telepon genggam atau handphone (HP) miliknya ke Pantai Losari, Makassar.

Andi Irfan mengklaim membuang HP merek iPhone X berwarna hitam tersebut lantaran panik setelah mencuatnya pemberitaan mengenai pertemuan antara Pinangki Sirna Malasari selaku Kepala Sub Bagian Pemantauan dan Evaluasi II pada Biro Perencanaan Jaksa Agung Muda Pembinaan Kejaksaan Agung (Kejagung) dengan Djoko Tjandra yang saat itu menjadi buronan atas perkara korupsi cessie Bank Bali.

Hal ini disampaikan Andi Irfan Jaya saat dihadirkan sebagai saksi dalam sidang perkara dugaan suap, pencucian uang dan pemufakatan jahat dengan terdakwa Pinangki di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (7/12/2020).

Andi mengaku panik lantaran di dalam HP tersebut terdapat sejumlah foto yang diambilnya saat bertemu Joko Tjandra di The Exchange 106, Kuala Lumpur, Malaysia.
“Di dalam HP tersebut, jadi ada HP yang saya pakai di Kuala Lumpur sempat saya pakai foto-foto waktu saya keluar dari ruangan kerja Pak Joe Chan (Djoko Tjandra) saya keluar, foto-foto di situ, kemudian setelah itu beberapa bulan kemudian ganti HP, foto itu saya pindahkan ke HP yang baru, dan pada saat heboh, terkait dengan pada bulan Juli itu ketika mulai heboh pemberitaan saya panik karena adanya foto-foto tersebut, sehingga saya spontan membuangnya,” kata Andi Irfan dalam kesaksiannya di persidangan.

Jaksa mengonfirmasi HP yang dibuang Andi adalah iPhone X warna hitam. Andi Irfan membenarkan membuang HP itu di Pantai Losari, Makassar.

“Saudara saksi jelaskan panik, itu iPhone X warna hitam terus dibuang ke Pantai Losari?” tanya jaksa Nur Pamudji Yanuar.
“Betul,” jawab Andi Irfan singkat.

Andi Irfan Jaya mengklaim tidak ada perintah dari pihak manapun untuk membuang HP yang diduga merupakan salah satu barang bukti tersebut. Menurut Andi Irfan tindakannya membuang HP merupakan tindakan spontan lantaran panik namanya terseret di kasus Djoko Tjandra. Menurut Andi, HP yang dibuang itu tidak ada isi chat atau bukti lain dan hanya berisi foto-fotonya di ruang Djoko Tjandra.

“Saya terlalu panik. Saya sempat foto-foto di ruangannya Pak Joe Chan,” katanya.

Diketahui, Jaksa Penuntut Umum mendakwa Pinangki Sirna Malasari selaku mantan Kepala Sub Bagian Pemantauan dan Evaluasi II pada Biro Perencanaan Jaksa Agung Muda Pembinaan Kejagung telah menerima suap 500.000 dolar AS dari 1 juta dolar AS yang dijanjikan oleh Djoko Tjandra.

Suap itu diberikan kepada Pinangki melalui pengusaha Andi Irfan Jaya untuk mengurus permintaan fatwa Mahkamah Agung (MA) melalui Kejaksaan Agung (Kejagung) agar pidana penjara yang dijatuhkan pada Djoko Tjandra berdasarkan putusan PK (Peninjauan Kembali) Nomor 12 Tanggal 11 Juni 2009 tidak bisa dieksekusi sehingga Djoko Tjandra bisa kembali ke Indonesia tanpa harus menjalani hukuman pidana.

Setidaknya tiga kali Pinangki bertemu Djoko Tjandra di kantornya di The Exchange 106 Lingkaran TrX Kuala Lumpur, Malaysia. Saat bertemu Joko Tjandra pertama kali pada 12 November 2019, Pinangki memperkenalkan diri sebagai jaksa dan mampu mengurusi upaya hukum Djoko Tjandra.

Pada pertemuan 19 November 2019, Djoko Tjandra meminta Pinangki untuk mempersiapkan dan membuat action plan terlebih dahulu dan membuat surat kepada Kejaksaan Agung untuk mempertanyakan status hukum Djoko Tjandra. Menanggapi hal ini, Pinangki menyanggupi dan akan menindaklanjuti surat tersebut.

Pertemuan itu pun membahas mengenai biaya yang harus dikeluarkan Djoko Tjandra untuk mengurus permintaan fatwa MA. Pada saat itu, Pinangki secara lisan menyampaikan akan mengajukan proposal berupa action plan yang isinya menawarkan rencana tindakan dan biaya untuk mengurus fatwa MA melalui Kejaksaan Agung tersebut sebesar 100 juta dolar AS. Namun, pada saat itu Djoko Tjandra hanya menyetujui dan menjanjikan 10 juta dolar AS yang akan dimasukkan ke dalam action plan.

Action plan tersebut kemudian dibahas Pinangki, Djoko Tjandra dan Andi Irfan Jaya dalam pertemuan di kantor Djoko Tjandra di The Exchange 106, Kuala Lumpur, Malaysia pada 25 November 2019. Andi Irfan Jaya disebut sebagai orang swasta yang akan bertransaksi dengan Djoko Tjandra terkait pengurusan fatwa lantaran Djoko Tjandra tidak bersedia bertransaksi dengan Pinangki yang berstatus sebagai penyelenggara negara. Pertemuan itu juga turut dihadiri oleh Anita Kolopaking.

Sebagai tanda jadi, Djoko Tjandra memberikan 500.000 dolar AS ke Pinangki melalui Herriyadi Angga Kusuma yang merupakan adik iparnya. Setelahnya Pinangki memberikan 50.000 dari 500.000 dolar AS yang diterimanya ke Anita.

Namun, kesepakatan sebagaimana dalam action plan tersebut tidak ada satu pun yang terlaksana, padahal Djoko Tjandra sudah memberikan down payment kepada Pinangki melalui Andi Irfan Jaya sebesar 500.000 dolar AS. Djoko Tjandra pun membatalkan action plan pada bulan Desember 2019.

Meski action plan urung terlaksana, Pinangki telah menguasai 450.000 dolas AS yang diterimanya dari Djoko Tjandra. Jaksa menduga Pinangki “mencuci” uang yang telah diterimanya tersebut.

Jaksa menyebut pada periode 2019-2020 Pinangki sempat akan menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul harta kekayaannya yang berasal dari Djoko Tjandra dengan cara menukarkan uang 337.600 dolar AS atau senilai Rp 4,7 miliar ke money changer. Pinangki juga meminta suaminya AKBP Napitupulu Yogi Yusuf menukarkan mata uang 10.000 dolar AS atau senilai Rp 147,1 juta lewat anak buahnya.

Kemudian, pada periode November 2019 hingga Juli 2020, uang tersebut dibelanjakan untuk kepentingan pribadi Pinangki. Dipaparkan Jaksa, Pinangki membelanjakan uang sejumlah Rp 1.753.836.050 atau Rp 1,7 miliar untuk satu unit BMW X5 dengan pelat nomor F 214. Pembayaran dilakukan dengan cara tunai dalam beberapa tahap.

Selanjutnya Pinangki juga membayarkan sewa apartemen di Amerika Serikat pada Desember 2019 senilai Rp 412,7 juta. Pembayaran itu dilakukan dengan cara setor tunai lewat dari rekening BCA milik Pinangki.

Kemudian, Pinangki membelanjakan uang haram itu untuk pembayaran dokter kecantikan di Amerika Serikat bernama Adam R Kohler sebesar Rp 419,4 juta. Selanjutnya Pinangki juga membelanjakan uang haram itu untuk pembayaran dokter home care atas nama dr Olivia Santoso terkait perawatan kesehatan dan kecantikan serta rapid test sebesar Rp 176,8 juta.

Pinangki pun menggunakan uang itu untuk melakukan pembayaran kartu kredit di berbagai bank sejumlah Rp 467 juta, Rp 185 juta, Rp 483,5 juta, Rp 950 juta. Pembayaran itu dilakukan pada periode November 2019 hingga Juli 2020.

Pinangki juga tercatat melakukan pembayaran sewa apartemen The Pakubuwono Signature dari Februari 2020-Februari 2021 sebesar 68.900 dolar AS atau setara Rp 940,2 juta. Terakhir, Pinangki menggunakan uang haram dari Djoko Tjandra untuk membayar sewa apartemen Darmawangsa Essence senilai 38.400 dolar AS atau setara Rp 525,2 juta. Dengan demikian, jumlah keseluruhan uang yang digunakan oleh Pinangki sekitar 444.900 dolar AS atau setara Rp 6.219.380.900.

Atas perbuatannya, Pinangki didakwa melanggar Pasal 5 ayat (2) Juncto Pasal 5 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Selain itu, Pinangki juga didakwa melanggar Pasal 3 Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

Untuk pemufakatan jahat, Pinangki didakwa melanggar Pasal 15 Juncto Pasal 5 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 88 KUHP.

Sumber:BeritaSatu.com

LEAVE A REPLY