Arab Saudi Perluas Konfrontasi Anti-Iran

0

Riyadh, PelitaOnline.id  – Arab Saudi di bawah pimpinan Raja Salman belum lama ini memperluas konfrontasi dengan Iran di luar kawasan Timur Tengah.

Negara itu tidak lagi banyak bergantung pada sekutu barat untuk meredam ambisi Teheran di luar kawasan Arab. Sejak pemerintahannya awal tahun lalu, diikuti dengan perjanjian nuklir Teheran dengan kekuatan dunia, Riyadh telah menyesuaikan strateginya melawan rival syiahnya dengan mengembangkan pengaruh di Afrika, Asia, bahkan Amerika Latin.

Bahkan, kelompok Sunni via jaringan muslimnya mendorong negara-negara mitra memutus kontak dengan Iran, salah satunya dengan tidak melibatkan Teheran dalam pendirian Koalisi Islam Melawan Terorisme.

“Iran mengisolasi negaranya sendiri dengan mendukung aktivitas teroris,” kata Menteri Luar Negeri Arab Saudi Adel al-Jubeir sambil menambahkan bahwa negara-negara dunia, khususnya dunia islam bereaksi terhadap Iran, menyatakan ‘cukup sudah (kesabaran negara tersebut)’.

Namun, Teheran membantah mensponsori terorisme dengan menunjukkan rekam jejaknya memerangi militan muslim Sunni dalam kelompok teroris Negara Islam (IS) melalui dukungan atas militan Syiah di Irak juga pasukan Bashar al-Assad di Suriah.

Riyadh cukup khawatir atas dukungan Teheran terhadap Gerakan Syiah Hizbullah di Lebanon, alhasil negara itu memotong bantuan dana militer ke pemerintah Beirut pasca kegagalan meredam serangan pada misi diplomatik Arab di Iran.

Sejalan dengan itu, pasukan Arab Saudi mendeklarasikan perang terhadap pasukan pemberontak aliansi Iran Houthi di Yaman.

Langkah itu merupakan bagian dari aksi diplomatik jangka panjang Arab Saudi menggunakan kekuatan militer dan ekonomi untuk menghambat aktivitas Iran di negara-negara Arab.

Saat ini, Arab Saudi tengah menghimpun dukungan dari negara lain, diantaranya Pakistan dan Malaysia melalui pendirian koalisi melawan terorisme November lalu.

“Dalam banyak hal, dimensi kompetisi antara Iran dan Arab Saudi tengah meluas melampaui Timur Tengah. Situasi ini merupakan perkembangan menarik bagi negara yang secara historis bukan bagian dari pertentangan itu,” ungkap Mehran Kamrava, profesor Universitas Georgetown di Qatar.

Runtuhnya Tatanan Lama Strategi itu merupakan bagian dari respon Arab Saudi atas penerapan kesepakatan nuklir Iran pada Januari lalu.

Riyadh khawatir langkah itu akan memberi Iran banyak ruang untuk mendesak kepentingannya di dunia internasional, terlebih pasca pembebasan Iran dari banyak sanksi yang sempat melumpuhkan perekonomiannya.

Meski AS saat ini menyatakan bahwa bank negara Barat dapat melanjutkan bisnis yang sah dengan Teheran, pihak Saudi meyakini aliansi barat utamanya itu perlahan akan memutus hubungannya dari kawasan tersebut.

“Mereka memahami, tatanan internasional yang lama telah runtuh, sehingga pihak itu mesti bertanggung jawab,” ungkap seorang diplomat senior di Riyadh.

“Akan tetapi, strategi itu juga disebabkan keyakinan Raja Salman bahwa luasnya pengaruh Iran terjadi karena tak ada pihak lain yang menentangnya”, kata Mustafa Alani, seorang ahli keamanan asal Irak yang berhubungan dekat dengan menteri dalam negeri Arab Saudi.

Koalisi melawan terorisme ikut menjadi bagian dari strategi tersebut.

Saat 34 Kepala Staf Militer negara-negara muslim bertemu pasca latihan militer gabungan pada Maret lalu, sebuah sketsa kartun dibuat dalam harian Saudi, Asharq al-Awsat milik negara penguasa. Sketsa itu menunjukkan seorang pembom menjatuhkan selebaran bergambar tanda dilarang masuk ke Iran.

Meski masih memuat kebingungan terkait ruang lingkup dan keanggotaan saat pertama kali diumumkan Riyadh, koalisi itu kini bergerak maju membentuk “pusat koordinasi” yang akan diresmikan pada waktu dekat ini, yaitu saat memasuki bulan suci umat muslim.

“Langkah selanjutnya adalah pertemuan dengan menteri pertahanan, mungkin selama Ramadhan. Bersamaan itu, kami akan menyiapkan pusat koordinasi di Riyadh,” kata Brigadir Jenderal Ahmed al-Asseri.

Pusat koordinasi ini akan memiliki anggota staf tetap dari masing-masing negara terkait, juga akan menjadi sarana permohonan atau penawaran atas bantuan militer melawan para militan, dukungan keamanan, dan pertolongan lainnya.

Ambil “bendera” Iran Meski tak secara eksplisit menentang Iran, koalisi tersebut tidak hanya mengikutsertakan negara itu, tetapi juga aliansinya, Irak.

Koalisi itu hendak menanggapi komentar sejumlah media barat yang menyatakan, walau Iran dan aliansi syiahnya berperang melawan IS, pihak Sunni Arab Saudi juga mendukung para kelompok militan tertentu.

“Koalisi baru ini pada dasarnya ingin mendapatkan dukungan Islam untuk Arab Saudi dalam memimpin perang melawan terorisme dan mengambil “bendera” itu dari Iran,” terang Alani.

Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Pakistan Mohammad Nafees Zakaria mengapresiasi langkah Riyadh dalam menginisiasi koalisi itu dan menegaskan Islamabad akan senang berbagi keahlian yang ia miliki.

Namun ia mengungkap, rumusan atas koalisi akan membutuhkan waktu, Pakistan menghendaki adanya “persahabatan” antar negara islam sehingga pihaknya khawatir atas tensi yang meningkat antara Arab Saudi dan Iran.

Di samping koalisi tersebut, Riyadh tengah mendapat dukungan dari India, mendorong negara itu agar mengisolasi Iran. Sejauh ini hasilnya beragam.

Pasalnya, pasca kunjungan Perdana Menteri India Narendra Modi ke dua negara itu, pertumbuhan penjualan energi dari Arab Saudi bertumbuh, tetapi New Delhi juga sepakat ikut membangun sebuah pelabuhan di Iran.

Pertemuan yang diadakan Riyadh di Amerika Selatan dan negara Liga Arab tahun lalu tampak ditujukan untuk mendesak Iran, ungkap analis Arab Saudi yang kadang berperan dalam misi diplomatik pemerintah.

Mantan Presiden Iran Mahmoud Ahmadinejad sempat mengunjungi Venezuela, Kuba, dan Ekuador pada 2012 mencari dukungan diplomatik dari negara sayap kiri meski tampaknya kurang berhasil.

Renggangnya hubungan Afrika Sejumlah negara Afrika telah mengikuti aksi Liga Arab memutus ikatan diplomatik dengan Iran dalam beberapa bulan terakhir.

Aksi itu seiring dengan reaksi protes Kedutaan Besar Iran di Riyadh terkait eksekusi ulama syiah pada Januari.

Presiden Zambia pada senin, terlihat di Riyadh dalam kunjungan resmi setelah pembicaraan menentang Iran.

Iran telah menggelontorkan anggarannya untuk memenangkan hati negara lintas Afrika, menginvestasikan uangnya untuk industri lokal dan mensponsori penyebaran islam versi syiah di negara-negara muslim.

Tujuan Teheran tampaknya hendak menghimpun dukungan lebih luas di PBB, menggunakan kebijakan anti-imperialisnya.

Saat ini pendekatan persuasif tampak tengah dipertaruhkan. Dua kapal perang Iran sempat berlabuh di Port Sudan pada 2012, tepat di seberang Laut Merah, tidak jauh dari pesisir Arab Saudi, khususnya terkait dengan hubungan erat Khartoum dan Teheran selama bertahun-tahun.

Sejak saat itu, Riyadh menginvestasikan 11 miliar dolar AS di Sudan, mengabaikan peringatan internasional atas penangkapan Presiden Omar al-Bashir yang justru mengizinkan pihak Arab Saudi mengunjungi kerajaannya.

Hasilnya, Khartoum memutus ikatan diplomatik dengan Teheran pada Januari lalu.

Djibouti dan Somalia turut melakukan hal serupa. Dokumen yang diperlihatkan ke Reuters pada Januari ini menunjukkan, Mogadishu telah menerima paket bantuan senilai 50 juta dolar AS.

Namun Djibouti menyangkal, putusnya hubungan dengan Iran disebabkan aliran dana tersebut. Negara itu menduga Teheran justru menyebar tensi sektariannya di Afrika.

Secara keseluruhan, Riyadh meyakini aksi pendekatannya cukup sukses.(Ant/Reuters)

“Ekspansi Iran hampir berhenti,” terang seorang penasihat untuk Deputi Putra Mahkota Mohammed bin Salman bulan lalu.

Namun Kamrava di Universitas Georgetown Qatar mengatakan pernyataan menang atau kalah masih terlalu dini untuk dipastikan.

LEAVE A REPLY