Blak-blakan mantan menteri era SBY di pusaran kasus e-KTP

0

Jakarta, Pelita.Online – Mantan Menteri Dalam Negeri era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menjadi saksi dalam persidangan kasus dugaan korupsi e-KTP. Gamawan Fauzi menepis terkait adanya bagi-bagi uang dalam proyek pengadaan e-KTP.

Dia juga sesumbar berani untuk dikutuk jika terbukti menerima uang dari hasil pengadaan proyek tersebut. Hal itu terungkap ketika sidang dengan terdakwa Andi Narogong dalam kasus pengadaan e-KTP. Saat itu Hakim ketua, Jhone Halasan Butar Butar menayakan apakah ada bagi-bagi uang.

“Saya enggak pernah terima. Kutuk seluruh rakyat Indonesia kalo saya terima, dunia akhirat. Kalau terbukti hukum saya seberat-beratnya, semua lihat seolah saya terima Rp 50 juta,” kata Gamawan.

Dia pun menceritakan sering menerima uang menjadi narasumber. Penerimaan uang tersebut kata dia diterima secara resmi menggunakan kuitansi. Gamawan pun sering ditanya sanak saudaranya terkait penerimaan uang tersebut.

“Pulang kampung saya ditanya. Saya punya kwitansi ini. Bahwa ada terkait andi narogong, enggak pernah saya sering terima honor dari mana-mana. Resmi,” tambah dia.

Dia menerima uang Rp 48 juta di luar gaji tetap untuk narasumber. Gamawan juga menceritakan pernah memberikan ceramah di KPK. “Suka dikasih honor juga di KPK,” tambah dia.

Gamawan pun menegaskan tidak pernah menerima uang dari proyek e-KTP dan hanya menerima uang honor saja. Dia mengakui malu pada sanak saudaranya di Sumatra Barat, Padang lantaran isu telah menerima uang dari proyek tersebut.

“Saya tanda-tangan itu yang mulia. Saya malu terpaksa saya bawa-bawa. Ini saya bawa bukti pulang kampung. Kutuk saya dan hukum saya. Saya jaga ini 35 tahun. Saya merintis ini. Insya Allah saya enggak terima,” pungkas dia.

Gamawan sendiri pernah diperiksa KPK atas kasus tersebut. Gamawan membantah menerima uang terkait proyek e-KTP. Hal ini diungkapkannya usai menjalani pemeriksaan sebagai saksi bagi tersangka Sugiharto di gedung KPK beberapa waktu lalu.

“Saya tidak pernah terima apa-apa dari siapa pun,” kata Gamawan, Kamis (19/1) lalu.

Gamawan juga membantah tudingan mantan Bendahara Umum Partai Demokrat M Nazarudin yang menyebutnya mengarahkan Konsorsium Percetakan Negara Indonesia (PNRI) agar menjadi pemenang proyek pengadaan paket e-KTP. “Enggak ada itu arahan dari saya. Itu kan karangan-karangan Anda saja itu,” katanya.

Selain itu, Gamawan juga menepis adanya keterkaitan dua adiknya yaitu Azmin Aulia dan Afdal Noverman dalam proyek e-KTP. Dia menyakini hal tersebut lantaran saat proyek e-KTP berjalan pada tahun 2011 nama adiknya pernah disebut dalam majalah mingguan.

Hal tersebut terungkap ketika Hakim ketua Jhone Halasan Butar Butar menanyakan terkait keterlibatan kedua adiknya. Dalam sidang dengan terdakwa Andi Narogong di pengadilan Tipikor.

“Mereka adik saya dua-duanya,” kata Gamawan.

“Ada kaitannya sama proyek E-KTP?” tanya Jhone.

“Enggak ada,” tegas Gamawan.

Dia pun menjelaskan maraknya isu terkait adiknya tersebut dan menyurati mantan Dirjen Dukcapil, Irman terkait hal tersebut. Surat tersebut dibuat pada 6 September 2011. Terdapat empat poin yang ditanyakan kepada Irman terkait isu proyek e-KTP.

“Yakin yang mulia keyakinan saya ketika saya membaca ada berita Tempo yang mengatakan ada empat point dari tender ini. Dan saya tanyakan kepada Dirjen. Yang pertama, Apakah pemenang tender sudah ditetapkan sebelumnya? Kedua, Peserta yang gugur apakah sudah sesuai dan dipertanggungjawabkan. Ketiga, apakah kontrak sudah dibuat sebelum lelang atau sesudah lelang. Keempat, Apakah ada adik saya ataupun siapapun dekat pernah ke panitia?” kata Gamawan.

Kemudian setelah dia mengirimkan surat dan dibalas oleh Irman. Dan Gamawan pun mendapat jawaban yaitu bahwa kedua adiknya tidak terkait dalam proyek tersebut lantaran panitia tender tidak pernah menghubungi kedua adiknya.

“Jawabannya: Empat isu setelah kami cermati berkaitan dalam e-KTP. Ini dalam BPK empat isu tersebut. Point ke empat. Yang menghubungi panitia tender isu itu tidak benar. Karena panitia teknis tidak pernah dihubungi,” kata Gamawan saat membacakan surat jawaban dari Irman terkait keterlibatan kedua adiknya.

Namun, Gamawan mengaku pernah pergi ke Singapura usai kunjungan kerja perekaman e-KTP di Batam. Gamawan mengatakan saat itu pergi bersama Irman.

“Saya waktu peresmian perekaman di Batam. Bagaimana proses perekaman di Batam. Karena kita sudah selesai saya diajak nyebrang ke Singapura cuma satu malam,” kata Gamawan.

Namun Gamawan mengaku kunjungan ke Singapura hanya untuk rekreasi. Karena saat itu bertepatan pada hari libur. Tidak hanya Irman, Gamawan pun mengaku didampingi Sugiharto.

“Hanya untuk rekreasi. Karena Sabtu-Minggu libur dan itu uang pribadi saya,” katanya.

Gamawan pun merasa menyesal karena tidak adanya laporan terkait penggelembungan anggaran (mark up) dalam proyek e-KTP. Padahal, kata dia sudah meminta proyek tersebut diaudit.

“Itu lah yang saya sesalkan sekarang, kenapa dulu tidak ada laporan mark up. Padahal, dua kali diaudit BPKP,” ujar Gamawan.

Gamawan menceritakan pernah meminta melakukan audit dua kali ke Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) proyek e-KTP. Audit tersebut kata dia, yaitu soal perkiraan sendiri (HPS) dan audit mengenai proses tender atau pelelangan.

Tidak hanya itu, Gamawan juga pernah minta kepada pihak Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk melakukan audit pemeriksaan dengan tujuan tertentu (PDTT). Menurut Gamawan, BPK melakukan post audit.

“Tiga kali diperiksa BPK enggak ada yang menyatakan KKN,” jelas dia.

Kemudian, terdapat laporan terkait persaingan usaha, persekongkolan, sampai menang inkrah menurut Gamawan tidak ada bukti persekongkolan. Dia juga mengatakan, sejak awal dia mengetahui adanya proses mark up dalam proyek e-KTP, pasti menghentikan proyek senilai Rp 5,9 triliun itu.

“Kalau sampai seperti ini. Saya pasti akan memberhentikan proyek ini,” imbuh dia.

Selain itu, Gamawan mengaku pernah mengadakan pertemuan dengan Mantan Ketua DPR Ade Komarudin (Akom) dan Irman di restoran Korea, kawasan Widya Candra, Jakarta Selatan. Pertemuan tersebut terjadi sekitar tahun 2015.

“Pernah bertemu dengan Akom sama Irman?” tanya JPU KPK, Basir.

“Pernah. Saya diajak makan restoran Korea di belakang Widya Chandra. Sekitar awal 2014 atau 2015. Saya Irman dan Akom,” jawab Gamawan.

Kemudian, Basir pun mencecar pertemuan tersebut membicarakan soal proyek e-KTP. Namun Gamawan mengelak hal tersebut. Gamawan pun menjelaskan pertemuan dengan Akom hanya membicarakan keluhannya dalam Partai Golkar.

“Enggak ada dia kan bukan komisi II. Dia sampaikan keluhan di partai. Mungkin saya dianggap orang Mendagri yang dekat dengan Presiden,” kata Gamawan.

Lalu, Basir tidak puas dengan jawaban Gamawan dan mencecar kembali mengapa dalam pertemuan tersebut terdapat Irman. Dia pun tidak mengetahui hal tersebut.

“Saya enggak tahu, mungkin dia kenal juga sama Irman,” jawab Gamawan.

Merdeka.com

LEAVE A REPLY