Buntung, Starbucks Setop Ekspansi di Afrika Selatan

0

Pelita.Online, Jakarta – Starbucks, merek gerai minuman kopi asal Amerika Serikat, akan mengurungkan ambisinya memperluas jaringan usaha di Afrika Selatan. Padahal, manajemen Starbucks sempat melontarkan optimismenya untuk menjadikan Afrika Selatan sebagai pijakan bisnis di benua hitam tersebut.

Bahkan, Starbucks tampak siap mengambil alih pasar negara ini ketika membuka gerai perdananya di distrik Rosebank, Johannesburg, pada April 2016 lalu. Ketika itu, gerai Starbucks disesaki pengunjung yang rela mengantre hingga berjam-jam untuk mencicip kopi racikan mereka.

“Kami pikir, mereka akan kehabisan kopi sebelum kami sempat merasakannya. Kami tidak percaya berapa banyak orang yang benar-benar datang ke sini,” terang pelanggan setia Starbucks Irshaan Mohammed (23 tahun), seperti dilansir AFP, Rabu (26/12).

Di Afrika Selatan, Starbucks masuk melalui Taste Holdings selaku pemegang lisensi. Tak kurang dari 12 gerai Starbucks berjejer di sana. Ditargetkan, gerai Starbucks mencapai 45 toko pada 2020 mendatang dan mencapai 150 gerai di seluruh negeri.

Sayangnya, niat Starbucks ekspansi harus disetop karena tantangan biaya operasional dan utang. Bulan lalu, Taste Holdings mengumumkan akan menyetop rencana ekspansi.

“Jaringan gerai Starbucks menguntungkan sebelum bunga utang dan pajak. Namun, itu tidak memberikan pengembalian (return) atas investasi toko,” tulis Taste dalam laporan.

Dalam laporan keuangan terbaru, Taste menyebut biaya operasional divisi makanan naik 7 persen dalam kurun waktu enam bulan hingga Agustus 2018. “Sebagian besar akibat biaya operasional Starbucks yang berlipat ganda karena penambahan delapan toko,” imbuh Taste.

Sekadar informasi, divisi makanan Taste yang meliputi Starbucks dan Domino’s Pizza urung mengantongi laba sejak 2015 lalu.

Michael Trehene, Analis Pasar di Vestact mengungkapkan model bisnis Starbucks terlalu mahal untuk dioperasikan di Afrika Selatan. Diperkirakan manajemen harus merogoh kocek sekitar US$350 ribu – US$500 ribu untuk membuka setiap gerai toko baru.

“Tempat-tempat seperti Cape Town cukup makmur untuk menopang beberapa toko lain. Tapi, kopi di sana mahal, membuat tak terjangkau bagi sebagian besar populasi kami,” jelasnya.

Casparus Treunicht, Analis di Manajer Aset Gryphon menuturkan tantangan terberat Starbucks di Afrika Selatan adalah mendulang untung. “Tentu, itu adalah merek besar, tetapi berapa biayanya untuk memberikan produk itu kepada konsumen Anda? Kamu harus mengimpor semua bahan-bahanmu,” katanya.

Kalau pun Starbucks ingin untung, ia menyarankan agar manajemen menurunkan biaya operasional secara signifikan. Di saat bersamaan, manajemen diusulkan untuk menjual lebih banyak minuman.
Namun, pemangkasan biaya operasional ini, menurut Treunicht, akan sulit dilakukan, mengingat lokasi toko terletak di wilayah-wilayah utama dan fasilitas wifi berstandar internasional.

Selain itu, persaingan pasar minuman kopi di Afrika Selatan juga sengit. Bean There dan Father Coffee, beberapa merek minuman kopi lainnya sudah merebut konsumen kelas menengah di kota-kota besar.

Saat ini, kelas menengah Afrika Selatan diproyeksi dalam tekanan ekonomi yang tumbuh melambat. Sebanyak 27 persen dari total populasinya tercatat menganggur.

Sementara, Starbucks hadir hanya di dua negara Afrika, yakni Mesir dan Maroko. Jumlah itu terpaut jauh dari total gerai yang sudah dioperasikannya, yaitu 22 ribu gerai.

cnnindonesia.com

LEAVE A REPLY