Penerapan Pajak Hiburan 40-75% Tuai Protes Pelaku Industri

0

pelita.online – Pemerintah secara resmi menetapkan rentang tarif pajak hiburan atau Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) sebesar 40%-75% untuk kegiatan seperti diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap atau spa mulai 2024.

Penetapan ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (HKPD) Pasal 58 Ayat 2.

“Pasal 58 Ayat 2 menyebut Khusus tarif PBJT atas jasa hiburan pada diskotek, kelab malam, bar, dan mandi uap atau spa ditetapkan paling rendah 40% dan paling tinggi 57%,” seperti tertulis dalam beleid dikutip, Jumat (19/1/2024).

Kebijakan ini menimbulkan protes dari pelaku industri, termasuk Wakil Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Bali, I Gusti Ngurah Rai Suryawijaya. Ia mengkritik perbandingan pajak hiburan dengan Thailand yang turun jadi 5%. Ia khawatir wisatawan lebih memilih Thailand daripada Bali.

Kebijakan itu menjadi objek gugatan uji materi di Mahkamah Konstitusi dari pengusaha spa yang merasa tidak seharusnya terlibat dalam kategori jasa hiburan.

Beberapa daerah, seperti DKI Jakarta dan beberapa kabupaten telah mengubah tarif pajak hiburan melalui regulasi daerah masing-masing.

Meskipun sejumlah daerah menerapkan tarif pajak hingga 75%, PHRI Bali menyatakan bahwa pelaku usaha di Bali masih menunda penerapan tarif pajak 40% karena menunggu hasil uji materi yang sedang berlangsung.

Namun, tak hanya naik hingga 75%, pajak hiburan juga ada yang turun berdasarkan subjek pajak tertentu di luar industri diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap atau spa.

Hal ini karena pemerintah melakukan penurunan pajak barang jasa tertentu (PBJT) yang semula paling besar 35% dan kini menjadi 10%.

Adapun jasa kesenian dan hiburan yang PBJT yang turun jadi 10% yang dimaksud dalam UU HKPD yang tercantum dalam Pasal 55 yaitu sebagai berikut:

– Tontonan film atau bentuk tontonan audio visual lainnya yang dipertontonkan secara langsung di suatu lokasi tertentu.
Pergelaran kesenian, musik, tari, dan/atau busana.
– Kontes kecantikan.
– Kontes binaraga.
– Pameran.
– Pertunjukan sirkus, akrobat, dan sulap.
– Pacuan kuda dan perlombaan kendaraan bermotor.
– Permainan ketangkasan.
– Olahraga permainan dengan menggunakan tempat/ruang dan/atau peralatan dan perlengkapan untuk olahraga dan kebugaran.
– Rekreasi wahana air, wahana ekologi, wahana pendidikan, wahana budaya, wahana salju, wahana permainan, pemancingan, agrowisata, dan kebun binatang.
– Panti pijat dan pijat refleksi.

Selain itu, terdapat jasa kesenian dan hiburan yang dikecualikan semata-mata hanya untuk promosi budaya tradisional dengan tidak dipungut bayaran, kegiatan layanan masyarakat dengan tidak dipungut bayaran, dan bentuk kesenian dan hiburan lainnya yang diatur dengan Perda.

Dalam UU HKPD Pasal 56, subjek pajak PBJT adalah konsumen barang dan jasa tertentu. Sedangkan yang wajib membayar pajak PBJT ialah orang pribadi atau badan yang melakukan penjualan, penyerahan, dan konsumsi barang dan jasa tertentu.

Dasar pengenaan PBJT merupakan jumlah yang dibayarkan oleh konsumen barang atau jasa tertentu. Jika tidak terdapat pembayaran sebagaimana dasar pengenaan PBJT dihitung berdasarkan harga jual barang dan jasa sejenis yang berlaku di wilayah daerah yang bersangkutan. Hal tersebut diatur dalam Pasal 57 UU HKPD.

Khusus tarif PBJT atas tenaga listrik untuk konsumsi tenaga listrik dari sumber lain oleh industri, pertambangan minyak bumi dan gas alam, ditetapkan paling tinggi sebesar 3% (tiga persen), serta konsumsi tenaga listrik yang dihasilkan sendiri, ditetapkan paling tinggi 1,5% (satu koma lima persen).

Selain tarif PBJT, pada Pasal 59 UU HKPD dijelaskan mengenai panduan perhitungan dan pemungutan PBJT dengan fokus pada lokasi transaksi dan waktu terutangnya pajak.

Panduan tersebut memuat, pertama besaran pokok PBJT yang terutang dihitung dengan cara mengalikan dasar pengenaan PBJT. Kedua, PBJT yang terutang dipungut di wilayah daerah tempat penjualan, penyerahan, atau konsumsi barang dan jasa tertentu dilakukan. Ketiga, saat terutangnya PBJT dihitung sejak saat pembayaran/penyerahan/konsumsi barang dan jasa tertentu dilakukan.

sumber : beritasatu.com

LEAVE A REPLY