Disarankan Sekolah Tatap Muka Ditunda, Ini Kata Kemendikbud

0

Pelita.online – Munculnya varian baru virus corona menimbulkan kekhawatiran mengenai efektivitas vaksin dan kapan pandemi dapat berakhir. Saat ini, positivity rate Indonesia telah mencapai 20 persen, dan ini menimbulkan kekhawatiran akan peningkatan infeksi.

Dokter Spesialis Penyakit Dalam, Profesor Zubairi Djoerban mengemukakan kekhawatirannya akan hal ini. Sehingga, dia menyarankan, agar sekolah tatap muka tidak diadakan.

“Usul saya, sekolah tatap muka sebaiknya ditunda. Wajib. Apalagi dengan adanya varian baru virus corona dan positivity rate kita masih di atas 20 persen. Saya tahu ini nggak nyaman, tapi ini untuk keselamatan jiwa anak-anak kita dan keluarganya,” ujar Zubairi di akun Twitter-nya, Rabu (30/12).

Menanggapi Prof. Zubairi, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI (Kemendikbud RI) kembali menunjuk Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Menteri Agama (Menag), Menteri Kesehatan (Menkes), dan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) tentang Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran pada Semester Genap Tahun Ajaran dan Tahun Akademik 2020/2021 di Masa Pandemi Covid-19 sebagai rujukan.

Dalam SKB tersebut, pemerintah melakukan penyesuaian kebijakan untuk memberikan penguatan peran pemerintah daerah/kantor wilayah (kanwil)/ kantor Kementerian Agama (Kemenag) sebagai pihak yang paling mengetahui dan memahami kondisi, kebutuhan, dan kapasitas daerahnya. Pemberian kewenangan penuh dalam menentukan izin pembelajaran tatap muka tersebut berlaku mulai semester genap tahun ajaran dan tahun akademik 2020/2021, di bulan Januari 2021.

Jadi, pertimbangan sekolah tatap muka atau secara daring, diputuskan oleh masing-masing daerah. “Ini merupakan kebijakan yang sudah ditetapkan dan menjadi rujukan bagi daerah-daerah. Dibolehkan, namun tidak diwajibkan,” ujar Kabiro Humas Kemendikbud Hendarman kepada Republika.co.id, Rabu (30/12).

Dalam pernyataan resmi Kemendikbud terkait SKB tersebut disebutkan, bahwa penyesuaian kebijakan ini diambil sesuai hasil evaluasi yang dilakukan bersama kementerian dan lembaga terkait serta masukan dari para kepala daerah. Selain itu, dari berbagai pemangku kepentingan di bidang pendidikan yang menyatakan bahwa walaupun pembelajaran jarak jauh sudah terlaksana dengan baik, tetapi terlalu lama tidak melakukan pembelajaran tatap muka akan berdampak negatif bagi anak didik.

“Kendala tumbuh kembang anak serta tekanan psikososial dan kekerasan terhadap anak yang tidak terdeteksi juga turut menjadi pertimbangan,” tulis pernyataan tersebut.

Pemberian izin pembelajaran tatap muka dapat dilakukan secara serentak dalam satu wilayah kabupaten/kota atau bertahap per wilayah kecamatan dan/atau desa/kelurahan. Pemerintah daerah dapat menentukan kebijakan pembelajaran sesuai kondisi, kebutuhan, dan kapasitas daerah, kemudian mempersiapkan transisi pembelajaran tatap muka.

Dinas Pendidikan dapat memastikan pemenuhan daftar periksa dan protokol Kesehatan di satuan pendidikan, Dinas Kesehatan dapat memastikan kesiapan fasilitas pelayanan Kesehatan daerah, dan Dinas Perhubungan dapat memastikan ketersediaan akses transportasi yang aman dari dan ke satuan pendidikan.

“Kewenangan yang diberikan kepada pemerintah daerah untuk mengizinkan pembelajaran tatap muka merupakan permintaan daerah. Kendati kewenangan ini diberikan, perlu saya tegaskan bahwa pandemi belum usai. Pemerintah daerah tetap harus menekan laju penyebaran virus korona dan memperhatikan protokol kesehatan,” jelas Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Nadiem Anwar Makarim, pada pengumuman SKB Empat Menteri tersebut, secara virtual, Jumat (20/11).

 

Sumber : republika.co.id

LEAVE A REPLY