Jelas! Di Depan DPR, Sri Mulyani Bongkar Kehebohan Rp 349 T

0

Pelita.online – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati membeberkan bukti persoalan transaksi janggal Rp 349 triliun dari 300 surat laporan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).

Sri Mulyani menjelaskan, pihaknya telah menindaklanjuti beberapa laporan PPATK periode 2009 sampai 2023.

Terdapat nilai transaksi Rp 22 triliun yang terkait dengan akumulasi transaksi debit kredit terkait pegawai Kemenkeu, serta terkait operasional korporasi dan orang pribadi yang tidak ada kaitannya dengan pegawai Kemenkeu.

Dari Rp 22 triliun tersebut, di mana Rp 3,3 triliun merupakan terkait transaksi pegawai kemenkeu. Sementara Rp 18,7 triliun merupakan akumulasi transaksi debit kredit, terkait operasional korporasi dan orang pribadi, yang tidak ada kaitannya dengan pegawai Kementerian Keuangan.

Kemudian terdapat pula transaksi mencurigakan senilai Rp 253 triliun yang tidak terkait pegawai Kementerian Keuangan. Namun, ada satu transaksi besar, senilai Rp 189 triliun yang terkait dengan tugas dan fungsi Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC) dan Direktorat Jenderal Pajak (DJP).

Hal tersebut disampaikan oleh Sri Mulayani saat melakukan rapat kerja dengan Komisi III DPR hari ini, Selasa (11/4/2023).

Sri Mulyani yang juga merupakan anggota Komite Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) didampingi oleh Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Kemanan Mahud yang juga sekaligus Ketua Komite TPPU. Juga didampingi oleh Ketua PPATK sekaligus Sekretaris Komite TPPU Ivan Yustiavandana.

Sri Mulyani menjelaskan, terdapat nilai transaksi janggal sebesar Rp 3,3 triliun oleh 348 pegawai Kemenkeu. Tindak lanjut oleh Sri Mulyani berdasarkan dari 129 laporan PPATK.

“Sebesar Rp 3,3 triliun merupakan akumulasi transaksi debit kredit,” jelas Sri Mulyani dalam rapat kerja dengan Komisi III DPR, Selasa (11/4/2023).

Transaksi debit kredit yang dimaksud yakni transaksi biasa pegawai antara lain penghasilan resmi, transaksi dengan keluarga dan jual beli harta untuk kurun waktu 15 tahun (2009 sampai 2023)

Juga termasuk transaksi yang tidak biasa atau mencurigakan yang sebagian sudah ditindaklanjuti dan sebagian lainnya masih dalam proses penyelesaian.

Termasuk di dalamnya surat berkaitan dengan clearance pegawai yang digunakan dalam rangka mutasi promosi (fit and proper test).

Dari 348 pegawai yang terlibat, Sri Mulyani mengungkapkan telah menjatuhkan hukuman disiplin terhadap 164 pegawai.

“37 pegawai diberhentikan, 20 pegawai dibebaskan dari jabatan, 64 pegawai diturunkan pangkatnya, dan 43 pegawai mendapatkan teguran sampai dengan penundaan kenaikan pangkat,” jelas Sri Mulyani.

Kemudian sebanyak 184 pegawai terdiri dari 13 pegawai telah divonis pengadilan, 41 pegawai telah dilakukan proses audit investigasi/klarifikasi. Kemudian sebanyak 12 pegawai terlibat dalam terkait clearance untuk promosi atau mutasi jabatan.

Ada pula 13 pegawai yang terlibat telah pensiun atau mengundurkan diri, serta terdapat 79 pegawai yang belum ditemukan indikasi pelanggaran, namun digunakan sebagai data profil pegawai, dan 26 pegawai terhitung double (data ganda) oleh PPATK.

Sri Mulyani menjelaskan, secara umum transaksi janggal sebesar Rp 18,7 triliun bukan merupakan transaksi yang berhubungan dengan pegawai, namun merupakan transaksi operasional perusahaan atau korporasi dan orang pribadi periode 2015 sampai 2022.

Dari transaksi janggal Rp 18,7 triliun ini, kata Sri Mulyani melibatkan beberapa perusahaan yakni PT A, PT B, PT C, dan PT F, yang merupakan laporan dari PPATK berdasarkan permintaan Itjen Kementerian Keuangan.

Ada juga terkait transaksi orang pribadi, berinisial D dan E yang merupakan laporan inisiatif dari PPATK.

Sri Mulyani merinci, dari transaksi janggal oleh PT A, PT PT B, PT C, dan PT F berdasarkan laporan PPATK atas permintaan Itjen Kemenkeu. Serta transaksi orang pribadi, berinisial D dan E yang merupakan laporan inisiatif dari PPATK kepada Kemenkeu.

Transaksi PT A Senilai Rp 11,38 Triliun

Sri Mulyani menyebut, PT A merupakan grup dari 3 perusahaan, dengan total transaksi sebesar Rp 11,38 triliun. Dengan periode transaksi 2017-2019 untuk lima rekening.

Transaksi yang dilakukan PT A ini merupakan laporan PPATK berdasarkan permintaan Itjen Kemenkeu, tertanggal 17 Februari 2022 saat melakukan kegiatan pengumpulan bahan dan keterangan (Pulbaket) atas dugaan penyalahgunaan wewenang oleh pemeriksa pajak.

“Pemegang sahamnya perseroan terbatas, perusahan perkebunan dan hasilnya. Status wajib pajak aktif, pengurusnya adalah WNA (Warga Negara Asing), dan tidak terkait pegawai Kemenkeu,” jelas Sri Mulyani.

Hasil kesimpulan PPATK, kata Sri Mulyani pada kelima rekening yang merupakan transaksi dari PT A, tidak ditemukan adanya aliran dana ke pegawai Kemenkeu dan keluarga.

Transaksi PT B Senilai Rp 2,76 Triliun

Sri Mulyani menjelaskan, laporan transaksi senilai Rp 2,76 triliun hasil temuan PPATK ini juga merupakan permintaan Itjen Kemenkeu tertanggal 18 Oktober 2018.

Saat itu, kata Sri Mulyani Itjen Kementerian Keuangan tengah melakukan audit investigasi atas dugaan penerimaan uang pegawai Kementerian Keuangan dan kegiatan ini merupakan rangkaian atas operasi tangkap tangan (OTT) pegawai.

“Perusahaan ini merupakan perusahaan penanaman modal asing, perusahaan yang bergerak di bidang otomotif, pengurusnya adalah WNA, tidak terkait dengan pegawai Kemenkeu, dan status wajib pajak aktif,” tutur Sri Mulyani.

Adapun transaksi PT B merupakan satu korporasi dengan periode transaksi 2015-2017 untuk dua rekening.

“Keterangan PPATK, terlihat bahwa rekening tersebut aktif digunakan sebagai rekening operasional perusahaan,” jelas Sri Mulyani. Sri Mulyani menyebut, temuan PPATK ini pun telah ditindaklanjuti oleh pihaknya.

Transaksi PT C Senilai Rp 1,88 Triliun

Sri Mulyani menjelaskan, transaksi PT C senilai Rp 1,88 triliun merupakan hasil analisis PPATK, yang merupakan permintaan dari Itjen Kemenkeu pada 1 Juni 2015.

Saat itu, kata Sri Mulyani Itjen Kemenkeu, tengah melakukan pengawasan internal atas dugaan benturan kepentingan.

Berdasarkan temuan PPATK, pemegang saham di PT C merupakan perseroan terbatas. Kemudian PT C merupakan perusahan yang bergerak di bidang penyedia pertukaran data elektronik.

Kendati demikian, transaksi PT C senilai Rp 1,88 triliun tidak terkait dengan pegawai Kemenkeu, dan merupakan wajib pajak aktif.

“Transaksi PT C merupakan satu korporasi, dengan periode transaksi 2010 sampai 2015 untuk dua rekening,” jelas Sri Mulyani.

“Keterangan PPATK menunjukan pola transaksi pass by dimana dana masuk yang berasal dari sejumlah perusahan dan transaksi tunai keluar melalui pemindahbukuan,” kata Sri Mulyani lagi. Hasil analisa PPATK ini pun telah ditindaklanjuti oleh Kementerian Keuangan.

Transaksi PT F Senilai Rp 452 Miliar

Sri Mulyani menjelaskan, laporan PPATK atas transaksi PT F merupakan permintaan Itjen Kemenkeu tertanggal 13 April 2020, saat melakukan pulbaket atas dugaan penyimpangan pengadaan dan gratifikasi.

PT F merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang penyewaan gedung.

“Transaksi PT F terdapat tiga perusahaan, dengan periode transaksi 2017-2019 untuk 14 rekening,” jelas Sri Mulyani.

Berdasarkan keterangan PPATK, transaksi oleh PT F teridentifikasi digunakan sebagai rekening untuk kegiatan operasional dan untuk menerima dana dari transaksi setoran tunai, tanpa underlying dengan keterangan cicilan, angsuran, dan pelunasan.

Transaksi WP Pribadi Berinisial D dan E

Sri Mulyani mengungkapkan, temuan transaksi wajib pajak pribadi berinisial D dan E ini merupakan laporan atas inisiatif PPATK untuk mendukung pengumpulan penerimaan negara.

Di mana saudara D ditemukan adanya transaksi mencurigakan senilai Rp 500 miliar. Diketahui, D memiliki aset dan investasi yang besar, serta tidak ada berkaitan dengan pegawai.

“Karena Saudara D sudah pensiun dari Kemenkeu sejak tahun 1990 dan sudah meninggal dunia pada 2021,” jelas Sri Mulyani.

Kesimpulan PPATK terhadap WP berinisial D, yakni hasil analisis diteruskan kepada Direktorat Jenderal Pajak (DJP) untuk ditindaklanjuti sesuai dengan kewenangannya.

Sementara, hasil tindak lanjut DJP, saudara D tidak dapat ditindaklanjuti karena telah meninggal.

Kemudian untuk transaksi janggal sebesar Rp 1,7 triliun ditemukan pada WP berinisial E, dengan periode 2016-2018. Di mana saudara E tersebut memiliki aset dan investasi yang besar.

“Tidak ada berkaitan dengan pegawai, karena istri saudara E merupakan pegawai Kemenkeu yang telah mengundurkan diri pada 2010,” ucap Sri Mulyani.

Laporan ini, kata Sri Mulyani telah disampaikan oleh PPATK langsung kepada DJP dan DJP telah melaksanakan pemeriksaan khusus kepada WP berinisial E telah diselesaikan dan diterbitkan Surat Ketetapan Pajak (SKP) pada 2021.

Berdasarkan laporan PPATK periode 2009-2023 yang diterima Kementerian Keuangan, terdapat transaksi mencurigakan senilai Rp 253 triliun terkait tugas dan fungsi Kementerian Keuangan.

Sri Mulyani menjelaskan laporan periode 2009-2023 tersebut diserahkan oleh PPATK lewat 65 surat. “Menurut surat PPATK tidak terdapat transaksi terkait pegawai Kemenkeu,” ujarnya.

Kendati demikian, berdasarkan pengembangan Itjen Kementerian Keuangan, dengan metode audit investigasi, dengan data-data lainnya di luar informasi yang diberikan PPATK, ditemukan pelanggaran disiplin.

Sehingga Kementerian Keuangan memberikan sanksi atau hukuman disiplin kepada 24 pegawai.

“Berupa pemberhentian kepada 6 pegawai, pembebasan jabatan kepada 5 pegawai, penurunan pangkat kepada 1 pegawai, dan 12 pegawai mendapatkan teguran sampai dengan penundaan kenaikan pangkat,” tuturnya.

Nah, dari 65 surat yang disampaikan oleh PPATK tersebut, kata Sri Mulyani terdapat satu surat yang berisi transaksi debit kredit operasional perusahaan/korporasi dengan transaksi terbesar Rp 189 triliun terkait dengan tugas fungsi Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC) dan DJP.

Yang kemudian diketahui, transaksi Rp 189 triliun tersebut merupakan skandal terkait ekspor emas batangan, yang akan ditindaklanjuti dengan case building oleh Tim Gabungan/Satgas.

Tim Gabungan/Satgas akan melibatkan PPATK, Ditjen Pajak, Ditjen Bea dan Cukai, Bareskrim Polri, Pidsus Kejagung, Bidang Pengawasan OJK, BIN, dan Kemenko Polhukam.

Sumber : cnbcindonesia.com

LEAVE A REPLY