Karhutla akan Terus ‘Hantui’ Indonesia

0

Pelita.online – Potensi adanya kebakaran hutan dan lahan (karhutla) dikatakan akan terus menghantui Indonesia.

Hal ini salah satunya karena faktor adanya undang-undang yang mengizinkan masyarakat melakukan pembakaran lahan, yakni UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

“Kebakaran hutan bisa dikurangi. Tidak bisa nol [potensi karhutla]. Aturannya ada, masyarakat boleh bakar lahan maksimal 2 hektar. UU No. 32 Tahun 2009,” ungkap Kepala Badan Nasional Pengendalian Bencana Doni Monardo di Graha BNPB, Jakarta Timur, pada Kamis (26/9).

Menurut Doni UU tersebut sebenarnya sudah tidak relevan dengan situasi alam Indonesia sekarang ini. Kadar air di sebaran rawa gambut di Indonesia sudah banyak yang kering sehingga api dapat menyebar dan sulit dipadamkan ketika dilakukan pembakaran.

“Mungkin saat itu kadar air di gambut kita masih tinggi. Setelah 10 tahun gambut makin kering. Sekarang kekeringan sudah luar biasa,” tambahnya.

Menanggapi di kesempatan yang sama Plt. Direktur Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan KLHK Raffles Panjaitan menambahkan UU tersebut dibuat berdasarkan aspirasi masyarakat.

Aspirasi masyarakat yang dimaksud adalah petani-petani daerah yang tidak memiliki alat mekanik untuk membuka lahan perkebunan atau pertanian. Sehingga pembakaran menjadi cara yang dianggap efektif.

Kendati demikian Raffles menduga UU tersebut sebenarnya dimaksudkan bagi hutan mineral.

Ia mengatakan sewaktu Indonesia pertama kali membuka lahan untuk investasi perusahaan asing, lahan yang diberi adalah hutan mineral. Kala itu pembukaan lahan dengan pembakaran masih umum dilakukan.

“Dulu Indonesia pertama kali buka lahan untuk perusahaan asing tapi di [hutan] mineral. Biasa itu dibakar-bakar,” tuturnya.

Namun kata Raffles sejak izin lahan diberikan di hutan-hutan gambut, belum banyak pengelola yang mengerti tentang pembukaan lahan yang benar di hutan gambut dengan pembakaran.

“Lalu tahun 80an perusahaan-perusahaan HTI itu mulai minta izin lahan di gambut. Tapi belum ada pengetahuan tentang pembakaran di gambut,” tuturnya.

Ia juga mengatakan hukuman atas tindakan pembakaran di hutan gambut sejatinya sudah diatur dalam UU No. 32 Tahun 2009 serta UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan.

Pada UU No. 41 Tahun 1999 pelaku pembakaran hutan dapat dikenakan sanksi pidana penjara selama 15 tahun dan denda maksimal Rp5 miliar.

Sedangkan pada UU No. 32 Tahun 2009 juga dinyatakan pelaku yang membuka lahan dengan cara dibakar dapat dikenakan sanksi pidana selama tiga sampai 10 tahun, dan denda maksimal Rp10 miliar.

Pada Pasal 69 Ayat 2 dalam UU tersebut dikatakan membuka lahan dengan cara membakar diperbolehkan dengan memperhatikan kearifan lokal daerah masing-masing.

Artinya pembakaran lahan boleh dilakukan dengan luas lahan maksimal 2 hektare per kepala keluarga untuk ditanami tanaman varietas lokal. Lahan juga harus dikelilingi oleh sekat bakar untuk mencegah api menjalar luas.

 

Sumber : cnnindonesia.com

LEAVE A REPLY