Keluarga Besar Pak Harto Bermunajat Untuk Kejayaan Indonesia

0
Titiek Soeharto (Foto: EK/Pelita.online

JAKARTA, Pelita.Online – Dalam rangka memperingati 51 tahun Surat Perintah 11 Maret 1966 (Supersemar), sekaligus bertepatan dengan “Bulan Maret Sebagai Bulan Pak Harto”, keluarga besar Jenderal Besar, Presiden Kedua Republik Indonesia Haji Muhammad Soeharto (HMS) menyelenggarakan kegiatan “Dzikir dan Sholawat Untuk Negeri” di Masjid Agung At Tien – TMII Jakarta pada tanggal 11 Maret 2017.

Menurut wakil keluarga besar HMS Siti Hediati Herijadi alias Titiek Soeharto , Supersemar tahun 1966 merupakan momentum bagi Indonesia untuk mengembalikan perjalanan dan perjuangan bangsa sesuai Dasar Negara Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekwen.

Terbitnya Supersemar dari Presiden Soekarno, kata Titiek, yang kemudian digunakan oleh Mayjen. Soeharto untuk membubarkan PKI beserta ormas-ormasnya, menjadi momentum bagi bangsa Indonesia untuk membebaskan diri dari konflik ideologi yang berkepanjangan, konflik horizontal yang terus menerus menyita energi bangsa.

“Dengan Supersemar, bangsa Indonesia kemudian menjadi lebih stabil dan akhirnya mampu menyelenggarakan pembangunan jangka pendek, menengah maupun jangka panjang melalui format Orde Baru. Terbitnya Supersemar telah membuka pintu kemajuan Indonesia dari kondisinya hyperinflasi mencapai 650% pada tahun 1965, menjadi negara industri baru, dan macan ekonomi Asia yang baru pada penghujung era Orde Baru,” ungkap Titiek dalam sambutnya dihadapan jutaan umat Muslim yang memadati Masjid Agung At Tien, TMII, Jakarta, 11 Maret 2017.

Peringati Supersemar, Keluarga Cendana Gelar ‘Selawat untuk Negeri’

Titiek mengatakan, Supersemar merupakan sejarah penting bangsa ini dan harus terus kita jadikan spirit meneguhkan kedaulatan, memajukan dan memakmurkan bangsa, sesuai amanat dan Pancasila dan UUD 1945,” tuturnya.

Supersemar, lanjut Titiek, sangat berarti bagi kelangsungan perjuangan bangsa Indonesia. Pidato Kenegaraan Presiden Soekarno pada tanggal 17 Agustus 1966, secara khusus menyampaikan terima kasih Kepada Jenderal Soeharto karena telah melaksanakan Supersemar dengan baik.

Dalam pidato Bung Karno yang terkenal sebagai Jasmerah (Jangan Sekali-kali Meninggalkan Sejarah), Soekarno secara lantang mengatakan:

“Surat Perintah 11 Maret itu mula-mula, dan sejurus waktu, membuat mereka bertampik sorak sorai kesenangan. Dikiranya SP 11 Maret itu transfer of authority. Padahal tidak. SP 11 Maret adalah suatu perintah pengamanan jalannya ini pemerintah. Demikian kataku ketika melantik kabinet. Kecuali itu…., juga perintah pengamanan keselamatan Pribadi Presiden, perintah pengamanan wibawa Presiden, perintah pengamanan ajaran Presiden, perintah pengamanan beberapa hal, dan Jenderal Soeharto telah mengerjakan perintah itu dengan baik. Saya mengucap terima kasih kepada Jenderal Soeharto akan hal ini” (Pidato Kenegaraan Presiden Soekarno, 17 Agustus 1966).

“Pidato Presiden Soekarno itu menegaskan bahwa Surat Perintah Sebelas Maret benar-benar ada. Pidato itu menunjukan Presiden Soekarno mengetahui, menyetujui, dan meresetui tindakan Jenderal Soeharto dalam mengatasi kemelut bangsa paska kudeta G.30.S/PKI pada tanggal 30 September- 1 Oktober 1965, termasuk didalamnya membubarkan PKI beserta ormas-ormasnya,” tegas Titiek.

Bulan Maret juga merupakan Bulan Pak Harto. Banyak peristiwa pada bulan Maret berkait erat dengan jatuh bangunnya Indonesia, dalam hal mana Pak Harto ditakdirkan sejarah menjadi salah satu aktor utamanya.

Selain Titiek, hadir juga anak Pak Harto dalam acara tersebut adalah Hutomo Mandala Putra (Tommy Soeharto) Siti Hardiyanti Rukmana (Mbak Tutut), dan Siti Hutami Endang Adiningsih (Mamiek).

EK/Pelita.Online

LEAVE A REPLY