Makna di balik pernyataan Jokowi dan penilaian mantan Panglima TNI

0

Jakarta, Pelita.Online – Presiden Joko Widodo menegaskan, dirinya adalah Panglima tertinggi Angkatan Darat (AD), Angkatan Laut (AL), dan Angkatan Udara (AU). Jokowi menyampaikannya dalam Sidang Kabinet Paripurna.

Dalam rapat hadir sejumlah menteri, Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmatyo dan Kapolri Jenderal Tito Karnavian. Pernyataan Jokowi berkaitan dengan isu pembelian 5.000 senjata api ilegal yang dilontarkan Gatot.

Mantan Panglima TNI Jenderal (Purn) Moeldoko melihat, penegasan Jokowi sebagai panglima tertinggi angkatan bersenjata untuk meredam situasi di dalam negeri. Sebagai kepala negara, kata Moeldoko, Jokowi tak ingin masyarakat mendapat informasi yang tidak jelas.

“Tidak ingin memunculkan kegaduhan baru,” ujarnya di kantor PARA Syndicate, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Rabu (4/10).

Dia juga mengingatkan agar semua pihak bersama-sama menjaga stabilitas keamanan daripada berpolemik. Sebab, lanjutnya, itu sangat penting buat masyarakat.

“Intinya adalah masyarakat Indonesia perlu mendapatkan sebuah kondisi yang teduh, nyaman, aman. Tidak menginginkan kegaduhan dari waktu ke waktu,” kata Moeldoko.

Moeldoko juga mengingatkan, ancaman dari luar negara harus diperhatikan. Karena itu, energi jangan dihabiskan hanya untuk masalah baru yang muncul di dalam negeri.

“Jauh lebih penting ancaman di luar, jangan sampai tidak kita kenali dengan baik dan justru kita memunculkan ancaman baru yang justru kita ciptakan sendiri. Padahal ancaman luar yang harus kita sikat,” jelasnya.

Moeldoko meyakini hubungan antara Polri dan TNI tetap harmonis. Belakangan kedua institusi ini tegang akibat isu pembelian 5.000 senjata ilegal.

“Bagaimana membangun harmonisasi ke depan antara TNI dan Polri meskipun saat ini harmonis saja hubungan kedua institusi tersebut,” kata Moeldoko.

Jenderal purnawirawan bintang empat itu menilai, justru pihak luar yang memanasi isu impor senjata. Moeldoko melihat tidak ada potensi mengkhawatirkan dalam isu ini. Menurutnya, semua kembali ke institusi masing-masing dalam konsistensi dalam tupoksinya.

“Kalian saja yang emosional, padahal seungguhnya tidak ada yang dikhawatirkan,” imbuhnya.

Moeldoko meminta semua pihak untuk tidak berpolemik. Sebab itu ia enggan mengomentari isu impor senjata agar tidak makin gaduh.

Dalam isu ini, ia mengakui ada miskomunikasi. Wajar institusi besar seperti itu ada sedikit kekeliruan. Paling penting, kata Moeldoko, bagaimana kedepannya antar institusi semakin memperkuat hubungannya.

“Yang paling penting bukan komentar dari orang lain, tapi bagaimana kita memperkuat di dalam bagaimana memperkuat instansi antar lembaga,” pungkasnya.

Direktur Eksekutif Charta Politika Yunarto Wijaya menilai pernyataan Kepala Negara menunjukan sikapnya sebagai panglima tertinggi yang membawahi institusi TNI dan Polri. Menurutnya, tidak bisa prajurit sekali pun jenderal berbicara tanpa ada kontrol pemerintah.

“Itu adalah tamparan keras buat Panglima Gatot,” kata Yunarto saat berbincang dengan merdeka.com, Senin (2/10) malam.

Dia menilai terlepas benar atau tidaknya yang disampaikan Gatot, namun secara etika kenegaraan sudah melangkahi Presiden. Sikap mantan kepala staf angkatan darat itu juga melanggar kode etik seorang prajurit.

“Bagaimana kode etik harus dijaga. Panglima tugasnya terkait dengan situasi pertahanan dan keamanan negara. Jokowi tegaskan dia tidak diam,” tuturnya.

Merdeka.com

LEAVE A REPLY