Orang Indonesia soal Kelestarian Alam: Sadar Tapi Minim Aksi

0

Pelita.online – Sederet kampanye mengenai kesehatan dan kelestarian lingkungan tampaknya mampu menyentuh masyarakat Indonesia. Sebuah riset menyebut, rata-rata orang Indonesia sadar akan pentingnya kesehatan tubuh dan kelestarian lingkungan.

Riset tersebut diinisiasi oleh perusahaan pengolah kemasan makanan dan minuman Tetra Pak bekerja sama dengan Ipsos.

“Orang Indonesia juga sadar kalau keduanya [kesehatan tubuh dan kelestarian lingkungan] saling terkait,” ujar Communication Manager Tetra Pak Malaysia, Singapura, Filipina, dan Indonesia, Gabrielle Angriani dalam peluncuran hasil riset di Ayana MidPlaza, Jakarta Pusat, Kamis (31/10).

Riset bertajuk Tetra Pak Index 2019 “The Convergence of Health & Environment” ini dilakukan dengan melibatkan seribu responden. Ipsos sebagai pihak pelaksana riset menggunakan metode online researchpada responden yang tersebar di Jawa, Sumatera, dan Kalimantan. Responden terpusat pada mereka yang tinggal di kawasan urban dan suburban.

Dari seribu responden, sebanyak 86 persen sadar akan pentingnya hidup sehat. Sebanyak 80 persen responden menyadari pentingnya hidup dengan dampak minimal terhadap lingkungan.

Sebanyak 59 persen responden sadar bahwa keputusan pembelian produk yang ditujukan bagi kesehatan pribadi memiliki dampak pada lingkungan. Sebaliknya, sebanyak 68 persen responden sadar bahwa isu lingkungan punya dampak pada kesehatan pribadi.

Minim Aksi

Akan tetapi, kesadaran akan kesehatan tubuh dan kelestarian lingkungan ini tak berjalan beriringan dengan aksi yang dilakukan. Meski sadar, masyarakat Indonesia masih minim soal aksi.

Ilustrasi. Kesadaran akan kesehatan dan kelestarian lingkungan pada masyarakat Indonesia tak berjalan beriringan dengan aksi yang dilakukan. (Istockphoto/hedgehog94)

“Kesadaran itu ada. Kesadaran kesehatan diri dan kelestarian lingkungan, meski belum ada aksi,” ujar Gabrielle.

Riset menunjukkan, hanya 42 persen responden yang melakukan daur ulang. Menurut Gabrielle, hal ini disebabkan oleh belum banyak tersedianya alat daur ulang.

“Lingkungan kurang fasilitas untuk daur ulang. Ini perlu kerjasama pemerintah, NGO, masyarakat. Musti kerja bareng,” kata dia.

Meski demikian, sebanyak 53 persen responden selalu membeli produk dengan kemasan berkelanjutan, 54 persen responden menghindari membeli dan menggunakan plastik, 58 persen responden membeli produk makanan dan minuman ramah lingkungan dan 70 persen responden selalu minum dan makan makanan sehat.

Hadir dalam kesempatan serupa, salah satu pendiri restoran vegan Burgreens, Helga Angeline Thahjadi mengatakan, ada tiga hambatan untuk mempraktikkan perilaku hidup sehat dan ramah lingkungan.

“Ada tiga. Motivasinya kurang kuat, tekanan lingkungan, dan malas ribet,” kata Helga pada CNNIndonesia.com.

Masyarakat Indonesia kerap ‘termakan’ oleh tren. Motivasi untuk melakoni gaya hidup sehat dan ramah lingkungan sebatas untuk mengikuti tren tanpa diikuti niat yang kuat. Saat tren menurun, motivasi pun ikut merosot.

Selanjutnya adalah tekanan lingkungan. Di Indonesia, kata Helga, gaya hidup sehat dan ramah lingkungan masih dianggap ‘aneh’.

Selain itu, masyarakat Indonesia juga dikenal dengan sifatnya yang serba praktis. Bagi beberapa orang, membawa tumbler atau boks makanan sendiri terasa merepotkan.

“Orang kurang pikir panjang. Harusnya bisa berpikir, mending ribet sekarang, daripada ribet nanti saat planet sudah hancur,” kata Helga.

 

Sumber : Detik.com

LEAVE A REPLY