Pembelaan pengacara Novanto yang dianggap halangi penegakan hukum

0

Jakarta, Pelita.Online – Sebagai kuasa hukum tersangka dugaan korupsi e-KTP Setya Novanto, Fredrich Yunadi selalu berada di barisan terdepan dalam membela kliennya. Berulang kali dia menegaskan bahwa KPK tidak punya bukti untuk menjadikan kliennya tersangka. Tidak hanya itu, Fredrich Yunadi juga yang menyarankan kliennya tidak memenuhi panggilan KPK sebagai saksi terkait kasus korupsi proyek e-KTP.

Alasannya, pemanggilan Novanto harus mendapat persetujuan dan izin dari Presiden Joko Widodo. Dia berpegang pada putusan Mahkamah Konstitusi yang membatalkan undang-undang MD3 pasal 245 ayat 1 dan 225 ayat 1 sampai 5, yang mengatur tentang izin pemeriksaan terhadap anggota dewan.

“Kami memberikan saran tidak perlu hadir karena tidak punya kewenangan KPK untuk memanggil,” ujar Fredrich di kantor DPP Golkar, Minggu (12/11).

Menurut Fredrich, kliennya tak penuhi panggilan KPK bukan karena tak taat terhadap hukum. Sebaliknya, dia justru menyebut KPK yang telah melawan konstitusi jika tetap memaksa melakukan pemanggilan terhadap Setnov. Ini disebut olehnya karena KPK tak melihat putusan MK bahwa pemanggilan harus atas izin dari presiden.

Fredrich juga melindungi kliennya dengan berpegang pada Undang-Undang dasar 1945, pasal 20 a ayat 3 mengenai hak imunitas terhadap anggota DPR. Dari pasal tersebut, dia menyebut tidak ada alasan KPK memanggil kliennya. Sebab, yang bersangkutan tengah menjalani tugas legislatif.

“Imunitas itu berarti anggota dewan tidak bisa disentuh selama menjalankan tugas. Jadi kalau sekarang KPK mau coba melawan UUD, patut dicurigai mereka itu siapa. Berarti mereka (KPK) ingin menempuh cara-cara yang inkonstitusional,” katanya.

Apa yang dilakukan Fredrich itu tak lagi dianggap sebagai pembelaan, tapi justru mengarah pada upaya menghalangi hukum dan pemberantasan korupsi yang dilakukan KPK. Mantan pimpinan KPK Bambang Widjojanto menilai, pengacara Setya Novanto telah menghalangi penyidikan yang dilakukan oleh KPK. Itu bisa dilihat dari pernyataan-pernyataan Fredrich yang justru mengarah pada upaya menghalangi penegakan hukum.

“Pernyataan dari lawyer-lawyernya SN sebenarnya sebagian unsur-unsur yang ada dalam Pasal 21 UU Tindak Pidana Korupsi, obstruction of justice itu menurut saya sudah terpenuhi,” kata Bambang.

Apalagi pengacara Setya Novanto ‘melawan balik’ penegak hukum dengan melaporkan dua pimpinan KPK Agus Rahardjo dan Saut Situmorang atas dugaan penyalahgunaan kewenangan. Karena itu Bambang mendorong KPK menerapkan pasal tersebut kepada pengacara Novanto.

“Sudah saatnya juga menggunakan pasal obstruction of justice karena dia sudah bertindak sebagai gate keeper. Tidak lagi sekadar melindungi kepentingan kliennya, tapi mengganggu proses untuk membuktikan kejahatan itu,” kata Bambang.

Tak hanya Bambang Widjojanto, Perhimpunan Advokat Pembela Komisi Pemberantasan Korupsi (PAP-KPK) juga geram dengan tim kuasa hukum Novanto, Fredrich Yunadi dan Sandi Kurniawan karena dianggap menghalangi penegakan hukum yang dilakukan KPK. Termasuk Setjen DPR yang juga dinilai ikut membantu ‘melindungi’ Novanto dengan tameng institusi. Alasan harus izin presiden dipakai untuk menghalangi pemeriksaan.

“Sehingga kami anggap tindakan atau alasan yang terlalu dicari-cari sekedar untuk menghambat jangan sampai KPK melakukan pemeriksaan terhadap Setya Novanto baik sebagai saksi maupun tersangka,” ujar perwakilan PAP-KPK, Petrus Selestinus di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Senin (13/11).

Para advokat melaporkan kuasa hukum Novanto ke KPK. Mereka menggunakan Pasal 21 UU Tindak Pidana Korupsi, obstruction of justice. Kedua di dalam UU no 28 tahun 1999 tentang penyelenggara yang bersih itu dikatakan bahwa salah satu kewajiban penyelenggara adalah wajib menjadi saksi.

“Nah kalau kewajiban menjadi saksi itu diabaikan meski sudah dipanggil secara patut dapat dipidana menurut undang-undang itu. Jadi ada dua undang-undang yang mendasari laporan Perhimpunan Advokat Pendukung KPK yaitu diduga melanggar Pasal 21 tadi dan Pasal 2 dan Pasal 20 uu no 28 yaitu wajib menjadi saksi,” jelas Petrus.

Menanggapi itu, Juru bicara KPK, Febri Diansyah mengatakan, pihaknya masih fokus dalam kasus Proyek e-KTP yang merugikan keuangan negara sebesar Rp 2,3 triliun. Sehingga, KPK belum memikirkan dan menilai soal aksi kuasa hukum Setya Novanto yang dianggap menghalangi penyidikan.

“Saat ini kami lebih fokus pada penanganan kasus induknya ya kasus e-KTP karena ini tentu butuh sumber daya, perhatian, dan energi yang lebih ya, kami fokus dulu di sana,” kata Febri di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Senin (13/11).

Febri hanya mengingatkan kepada pihak terkait kasus proyek e-KTP agar menaati aturan hukum. Febri memberikan contoh, aturan hukum tersebut yaitu terkait jika pihak KPK akan memeriksa terkait jadi saksi atau tersangka wajib untuk hadir.

“Jadi ketika dipanggil datang, kalau mau klarifikasi silakan saja klarifikasi, apa yang benar apa yang ingin dibantah atau lainnya,” tambah Febri.

Merdeka.com

LEAVE A REPLY