Protes Sistem Zonasi, Wali Murid di Surabaya Minta Jokowi Pecat Mendikbud

0

Pelita.online – Ratusan wali murid di Surabaya melakukan aksi protes Pelaksanaan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) sistem zonasi di depan kantor Dinas Pendidikan. Para wali murid ini sempat menutup akses Jalan Raya Jagir yang berada tepat di depan Kantor Dinas Pendidikan.

Penutupan ini berlangsung selama lima menit. Massa juga membawa sejumlah spanduk yang meminta Jokowi untuk memecat Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhajir Effendy.

Penutupan jalan ini tak berlangsung lama karena berhasil dihalau petugas. Massa pun melanjutkan aksi protesnya di depan Kantor Dinas Pendidikan Surabaya. Massa juga terlihat lebih tenang saat ditemui Kepala Dinas Pendidikan M Ikhsan.

Massa pun sempat menyampaikan beberapa protesnya. Hal ini juga disambut Ikhsan dengan mengakomodir berbagai saran dan protes untuk disampaikan ke pusat.

“Saya yang menjadi jaminannya ke pusat, akan saya sampaikan langsung ke pusat,” kata Ikhsan kepada massa melalui pengeras suara di Kantor Dinas Pendidikan Surabaya, Kamis (20/6/2019).

Namun tak berselang lama, massa pun hampir ricuh. Dorong-dorongan tak terhindarkan hingga ada massa yang menarik-narik Ikhsan. Akhirnya, Ikhsan pun diamankan di dalam kantor.

Sementara itu, Wali murid dari SDN Barata Jaya Surabaya, Fitri Suhermin mengatakan mereka kecewa karena server yang telah ditutup Rabu (19/6) malam dibuka kembali pada Kamis pagi. Fitri berharap zonasi bisa dibatalkan.

“Ternyata ditutupnya server hanya untuk menenangkan kami. Kami ingin server ditutup dan PPDB zonasi dibatalkan,” kata Fitri.

Fitri juga kecewa karena pada sistem yang membuat anaknya tidak bisa masuk ke SMPN 8 yang jaraknya hanya 700 meter dari rumahnya. Fitri dan massa yang lain mengancam akan tetap bertahan di Dispendik Surabaya dan tak akan pulang jika tuntutan mereka tak diakomodir.

“Yang diterima NUN lebih kecil tapi jaraknya emang lebih dekat,” ujarnya.

Sementara itu salah satu siswa Tania Zalzabila Febrianti mengatakan dirinya mempunyai NUN 24 dengan rata-rata delapan. Namun tidak bisa masuk ke sekolah negeri terdekat.

Dia menambahkan jika harus bersekolah di SMP swasta, keluarganya tidak akan mampu. Sebab ayahnya hanya seorang satpam dengan gaji yang sangat kecil.

“Saya mohon keadilannya. Saya ingin bersekolah. Saya tidak mampu jika harus bersekolah di SMPN swasta,” ujarnya.

 

Sumber : Detik.com

LEAVE A REPLY