Usai Diuji Coba Terbatas, Ini Pekerjaan Rumah LRT Jabodebek

0

pelita.online – LRT Jabodebek melakukan uji coba operasional mulai 12 Juli 2023-15 Agustus 2023. Uji coba dibagi menjadi dua tahapan, pertama adalah uji coba operasional terbatas pada 12-26 Juli 2023. Pada tahap ini, yang dapat mengikuti uji coba adalah undangan terbatas dari Kementerian atau Lembaga, media, dan komunitas. Sementara uji coba operasional tahap kedua berlangsung pada 27 Juli 2023-15 Agustus 2023 dan boleh diikuti oleh masyarakat umum. Kompas.com berkesempatan untuk menjajal uji coba operasional angkutan umum tanpa masinis tersebut pada Minggu (15/7/2023) bersama Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) dan sejumlah komunitas lainnya.

Perjalanan dimulai dari Stasiun LRT Dukuh Atas pada pukul 09.30 WIB dengan tujuan akhir Stasiun Jati Mulya di Kabupaten Bekasi, Jawa Barat. Satu rangkaian kereta terdiri dari enam gerbong melaju dengan kecepatan 70 kilometer per jam melewati 14 stasiun, meliputi Stasiun Dukuh Atas, Setiabudi, Rasuna Said, Kuningan, Pancoran, Cikoko, Ciliwung, Cawang, Halim, Jati Bening Baru, Cikunir 1, Cikunir 2, Bekasi Barat, dan Jati Mulya.

Kereta berhenti di setiap stasiun, kecuali Stasiun Halim. Adapun Stasiun Halim akan mengintegrasikan LRT Jabodebek dengan Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB). Penumpang LRT Jabodebek juga bisa menyaksikan Stasiun KCJB Halim dan lintasan KCJB yang masih terus digeber kesiapannya.

Kemudian kereta tiba di Stasiun LRT Jati Mulya pada pukul 10.20 WIB. Artinya, waktu tempuh dari Stasiun Dukuh Atas menuju Stasiun Jati Mulya adalah sekitar 50 menit. Lalu rombongan pindah peron dan kembali masuk ke kereta dari Stasiun Jati Mulya pukul 10.30 WIB menuju Stasiun Dukuh Atas dengan waktu tiba tepat pukul 11.20 WIB.

Selama perjalanan, terdapat 2 orang cleaning service yang menyapu dan mengepel lantai kereta setiap awal keberangkatan.

Juga terdapat 3 orang security dan 1 orang intendant yang bertugas mengontrol lajunya kereta sesekali waktu. Interior kereta didominasi warna putih tulang untuk dinding, warna biru untuk kursi penumpang, warna abu-abu untuk handgrip penumpang, dan warna hijau untuk lantai.

Pintu kereta tidak presisi

Direktur Eksekutif Institut Studi Transportasi (INSTRAN), Deddy Herlambang pada kesempatan tersebut menyampaikan apresiasinya terhadap realisasi proyek transportasi umum yang telah lama ditunggu ini. Kendati demikian, masih terdapat sejumlah hal di LRT Jabodebek yang perlu diperbaiki demi kenyamanan dan keamaan bersama. Yang paling menarik perhatian adalah pintu kereta dan platform screen door (PSD) atau pintu pembatas di ujung peron yang tidak presisi atau tidak berhenti di titik yang pas. “Jadi ini perlu adjustment atau istilahnya kalau dalam perkeretaapian itu kalibrasi,” ujar Deddy kepada Kompas.com. Pintu kereta LRT Jabodebek cenderung lebih tertutup ke kanan yang sehingga dikhawatirkan akan membuat penumpang, khususnya difabel, merasa kesulitan.

LRT Jabodebek menggunakan standar Grade of Automation (GoA) level 3 yang pengoperasian kereta dilakukan secara otomatis tanpa masinis. Tetapi, pengoperasioan kereta mensyaratkan masih terdapat petugas operasional di dalam kereta untuk penanganan kondisi darurat. “Mungkin masih perlu di-setting atau dikalibrasi supaya lebih presisi. Mungkin masih perlu waktu, kalau normal itu bisa sampai 3 tahun untuk mencapai titik kalibrasi,” imbuh Deddy. Bahkan menurut Deddy, MRT Jakarta pada awalnya juga membutuhkan waktu kalibrasi pintu kereta dan PSD selama 3 tahun, padahal mereka memiliki masinis. Solusi lain yang mungkin bisa dilakukan adalah dengan merekonstruksi PSD menyesuaikan pintu kereta. Selanjutnya adalah masalah penarikan dan pengereman yang kurang halus, sehingga bisa membahayakan penumpang yang berdiri. “Ini masih trial, kita berharap untuk operasional Agustus mungkin lebih smooth,” imbuh Deddy. Kemudian yang tidak kalah penting adalah mengenai kursi prioritas untuk penumpang difabel, lanjut usia, ibu hamil dan penumpang yang membawa bayi. Kursi prioritas di LRT Jabodebek masih kurang menarik perhatian karena warna semua kursi sama, yakni biru muda.

Namun, ada satu kursi di setiap gerbong yang bisa dilipat dan ditandai dengan signage difabel dan ruang kosong di sebelahnya untuk meletakkan kursi roda. “Paling tidak warna kursinya beda. Selain itu signage-nya juga terlalu kecil, disabilitas dan manula mungkin kurang bisa membaca,” tutup Deddy.

sumber : kompas.com

LEAVE A REPLY