Yang Utama di Antara yang Sederajat

0

SAYA bertemu pertama kali dengan Presiden Soeharto bulan September 1970 pada Pertemuan Tingkat Tinggi Gerakan Non-Blok di Lusaka. Pertemuan ini terjadi setelah adanya Konfrontasi, dan masih adanya kecurigaan antara kami pada saat itu. Kami berbicara sekitar 30 menit di villa Pak Harto mengenai perkembangan regional, dan saat itu kami banyak menemukan kesepahaman pandangan.

Hari itu merupakan pertama dari serangkaian pertemuan-hampir selalu “empat mata” – di mana kami bertukar jaminan tentang niat baik dan keinginan untuk Asia Tenggara yang stabil dan makmur, kemudian pada pertemuan selanjutnya di tingkat yang lebih akrab membahas isu-isu penting. Waktu demi waktu, kami membangun hubungan dan persahabatan yang erat dan bertahan hingga lebih dari 30 tahun. Itu menjadi landasan kerja sama erat antara Indonesia dan Singapura di tahun-tahun selanjutnya.

Tidak seperti pendahulunya, Bung Karno, Pak Harto selalu penuh pertimbangan dan pemikiran dalam bertindak. Namun, di balik sikap diamnya, beliau seorang yang tegas dan mempunyai keteguhan untuk menyatukan dan mengangkat 120 juta rakyat Indonesia dari impitan perekonomian setelah 20 tahun terabaikan. Pak Harto telah membuktikan bahwa dirinya adalah seorang yang dapat dipercaya. Beliau membuat sedikit janji, namun ketika beliau melakukannya, Beliau tetap memegangnya. Kekuatannya adalah kekonsistenan beliau, yang juga diwujudkan dengan mengejar serangkaian kebijakan rasional untuk membuka ekonomi Indonesia terhadap perdagangan dan modal asing. Pak Harto adalah orang yang berpikiran lurus dalam memberikan jaminan kalau rakyatnya cukup untuk sandang dan pangan. Demikian, beliau telah banyak mencapai pertumbuhan yang stabil untuk Indonesia tahun demi tahun.

Pak Harto merupakan orang yang objektif dan pragmatis. Dirinya bukanlah intelektual, namun Pak Harto memiliki ketajaman untuk menunjuk tim yang terdiri atas para ekonom dan penyelenggara pemerintahan yang mampu membuat kebangkitan Indonesia menjadi salah satu Macan Asia di era 90-an. Dengan kejernihan pikirannya juga, Pak Harto memilih untuk memandu jalan baru untuk hubungan Indonesia dan Singapura. Pak Harto mengakui bahwa Singapura memiliki kekuatan tertentu yang dapat membantu perkembangan ekonomi Indonesia.

Ketika beliau mengunjungi Singapura pada Agustus 1974, beliau mengumumkan bahwa pemerintah Indonesia akan mengundang bantuan-bantuan teknis asing dan para penanam modal asing ke Indonesia, termasuk dari Singapura. Hal ini merupakan perubahan yang sangat fundamental dalam kebijakannya terhadap Singapura, dibandingkan dengan sikap agresif Indonesia dalam era Konfrontasi. Dua tahun kemudian, Pak Harto meminta saya untuk membantu Indonesia mengembangkan Batam untuk tumbuh bersama Singapura.

Di luar isu-isu bilateral, Pak Harto dan saya juga bekerja sama dengan erat dan banyak hal. Ketika Phnom Penh dan Saigon jatuh pada tahun 1975, kelihatannya gelombang komunis akan menyapu dan menelan seluruh Asia Tenggara. Beberapa negara regional baru-baru mengakui Indochina (yaitu pemerintahan komunis Fietnam dan Khmer Merah di Kamboja) dan membuat penawaran terhadap Beijing untuk menhhadapi prospek ini. Namun, saya ingat, Pak Harto memberi tahu saya di Bali pada tahun 1975 bahwa jika ASEAN melanjutkan kebijakan yang berbeda terhadap persoalan Indochina, tekad kita untuk menentang komunis akan meremuk. Indonesia dan Singapura memegang teguh dan berdiri erat bersama dalam masalah ini.

Pak Harto menciptakan suatu era stabilitas dan kemajuan di Indonesia. Hal ini membangkitkan kembali keyakinan internasional di wilayah kita, dan membuatnya menjadi atraktif untuk infestasi asing serta mendorong kegiatan ekonomi. Pak Harto juga berperan penting dalam kesuksesan ASEAN. Sebagai negara terbesar di Asia Tenggara, Indonesia secara alamiah mempunyai makna strategis. Di bawah Pak Harto, Indonesia tidak bersikap seperti sebuah negara hegemoni. Indonesia tidak bersikeras terhadap pandangan dirinya, tetapi juga mempertimbangkan kepentingan-kepentingan negara lain dalam ASEAN. Sikap ini membuat Indonesia diterima oleh anggota ASEAN lain sebagai the first among equals, atau yang terutama di antara yang sederajat, dan memungkinkan ASEAN berkonsolidasi di tengah saat-saat yang tidak menentu dan bergejolak.

Hanya tinggal beberapa orang yang masih segenerasi dengan saya, yang dapat mengingat kacaunya perekonomian indonesia ketika Pak Harto memulai tugasnya sebagai pemimpin Indonesia. Pak Harto telah mengubah Indonesia yang miskin menjadi macan ekonomi baru,mendidik rakyat, dan membangun infrastruktur yang memperlancar pembangunan Indonesia yang berkesinambungan. Tindakan Pak Harto merupakan sumbangan yang signifikan untuk menuju stabilitas dan pembangunan regional. Saya memutuskan mengunjungi Pak Harto di rumah sakit beberapa saat sebelum beliau meninggal dunia pada Januari 2008. Saya ingin menghormatinya sebagai seorang sahabat lama dan rekan yang tangguh. Pak Harto layak mendapatkan pengakuan atas kontribusi hidupnya terhadap Indonesia dan dunia luar.

“Pada akhirnya, sejarah akan menilai Pak Harto secara adil. Beliau harus diberi tempat yang terhormat dalam sejarah Indonesia”.

Sumber: ‘Pak Harto The Untold Stories’ – Lee Kuan Yew

LEAVE A REPLY