Dampak Pandemi Covid-19, Pembiayaan Utang Indonesia Membengkak Rp 903,4 Triliun

0

Pelita.online – Menteri Keuangan, Sri Mulyani, mengatakan dampak dari penanganan pandemi virus corona (Covid-19) menyebabkan kebutuhan pembiayaan utang Indonesia membengkak Rp 903,4 triliun.

Menurut Sri Mulyani, meningkatnya kebutuhan pembiayaan disebabkan oleh defisit APBN 2020 yang melebar menjadi 6,34% dari Pendapatan Domestik Bruto (PDB), akibat paket stimulus ekonomi yang diberikan pemerintah untuk penanganan pandemi Covid-19.

Sri Mulyani menjelaskan, dengan kebutuhan anggaran yang demikian besar dan mendesak, sementara pendapatan negara mengalami penurunan akibat perlambatan ekonomi, maka stimulus pandemi Covid-19 berdampak pada defisit APBN.

“Defisit APBN meningkat dari Rp 307,2 triliun menjadi Rp 1.039,2 triliun, sehingga pembiayaan utang naik sebesar Rp 903,46 triliun, dari Rp 741,8 triliun menjadi Rp 1.645,3 triliun untuk membiayai seluruh kebutuhan APBN 2020,” ujar Sri Mulyani.

Dia mengungkapkan, penambahan pembiayaan utang sebesar Rp 903,4 triliun merupakan penyesuaian terhadap Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2020 (Perpres No 72/2020) yang sekaligus merupakan revisi kedua APBN 2020, dan dihitung dari selisih kurs utang jatuh tempo yang sebelumnya sebesar Rp 905,2 triliun.

Akibat kenaikan pembiayaan utang untuk penanganan dampak pandemi Covid-19, terdapat tambahan bunga utang diperkirakan sebesar Rp 66,5 triliun per tahun.

Data Kementerian Keuangan menyebutkan, kebutuhan pembiayaan utang disiapkan untuk menutup tiga pos anggaran, yakni pelebaran defisit APBN sebesar Rp 732 triliun, kebutuhan investasi (dan lain-lain) Rp 136,6 triliun, serta utang jatuh tempo yang harus dibayar pemerintah sebesar Rp 34,8 triliun.

Meskipun pembiayaan utang dan defisit APBN meningkat, Sri Mulyani menegaskan, pemerintah akan berupaya mengambil langkah-langkah penuh kehati-hatian untuk memenuhi pembiayaan anggaran demi menangani pandemi Covid-19 dan memulihkan ekonomi nasional.

 

Sumber : beritasatu.com

LEAVE A REPLY