Ancaman Pasal Karet di Demo UU Cipta Kerja

0

Pelita.online – Aksi demonstrasi menolak Undang-Undang Cipta Kerja pada Kamis, 8 Oktober 2020 berbuntut panjang. Lebih dari tiga ribu orang ditangkap oleh kepolisian pasca aksi yang berujung rusuh di sejumlah daerah.

Polisi tidak hanya menangkap peserta aksi yang melakukan perusakan atau kekerasan, tapi juga mereka yang menolak UU Cipta Kerja atau omnibus law ini. Dengan dalih menyebarkan informasi salah atau hoaks, sejumlah orang ditangkap oleh aparat.

Terbitnya instruksi Kepala Polri dalam surat Telegram Nomor STR/645/X/PAM.3.2/2020 tertanggal 2 Oktober 2020 melandasi tindakan ini. Polisi memerintahkan patroli siber di media sosial dan manajemen media untuk membangun opini publik yang tak setuju dengan aksi unjuk rasa di tengah pandemi Covid-19.

Secara resmi, Badan Reserse Kriminal Polri baru mengumumkan menangkap satu orang dengan dasar menyebarkan berita bohong. VE, seorang wanita berusia 36 tahun, ditangkap pada Kamis malam, 8 Oktober 2020 di Kota Makassar, Sulawesi Selatan. Ia dituding menyebarkan hoaks terkait UU Cipta Kerja.

Polisi mengamankan pelajar yang akan mengikuti aksi menolak Undang-Undang Cipta Kerja di depan Kantor DPRD Provinsi Sumatera Selatan, Palembang, Kamis 8 Oktober 2020. ANTARA FOTO/Nova Wahyudi

“Bareskrim Mabes Polri melakukan penangkapan terhadap para pelaku penyebar berita bohong/hoax terkait UU Omnibus Law melalui akun Twitter @videlyaeyang,” ujar Kepala Divisi Humas Mabes Polri Inspektur Jenderal Raden Prabowo Argo Yuwono.

Argo mengatakan unggahan VE di Twitter pribadinya telah mengakibatkan keonaran. Argo menyebut akun tersebut menyebarkan berita bohong dengan motif kekecewaan karena kini sudah tidak bekerja lagi. VE dikenakan pasal Tindak Pidana menyiarkan berita atau pemberitahuan bohong sebagaimana dimaksud dalam pasal 14 ayat (1) dan ayat (2) dan atau Pasal 15 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana.

Polisi mencatat beberapa hal mengenai berita bohong dalam aksi penolakan omnibus law. Kepolisian Resor Depok misalnya, mencatat beberapa media sosial yang diduga menebar hoaks, seperti uang pesangon dihilangkan. Lalu upah minimum provinsi, upah minimum sektoral provinsi, dan upah minimum kota/kabupaten dihilangkan. Kemudian perusahaan dapat melakukan pemutusan hubungan kerja kapan saja.

 

Sumber : tempo.co

LEAVE A REPLY