Baznas: Potensi Ekonomi Kurban Indonesia Rp 60 Triliun

0
Gambar ilustrasi

Jakarta, Pelita. Online – Potensi ekonomi umat Islam Indonesia dari program kurban, sangatlah besar. Bila seluruh masyarakat kelas menengah Muslim yang ada di perkotaan menunaikan kewajiban kurbannya, maka akan diperoleh potensi ekonomi sebesar Rp 60 triliun per tahun.

Asumsinya, kata Direktur Badan Amil Zakat Nasional (Baznas), Arifin Purwakananta, populasi Muslim di Indonesia saat ini diperkirakan mencapai 241 juta. Sebanyak 137 juta di antaranya tinggal di perkotaan, sedangkan yang 104 juta lagi tinggal di desa-desa. Sekitar 30 juta Muslim yang tinggal di perkotaan adalah masyarakat kelas ekonomi menengah ke atas.

“Kalau kita ambil harga rata-rata satu ekor kambing saat ini Rp 2 juta, lalu dikalikan dengan jumlah Muslim kelas menengah di perkotaan itu, akan didapat angka Rp 60 triliun. Tentunya ini potensi yang luar biasa sekali,” ujar Arifin kepada Republika.co.id, Selasa (29/8).

Dia menuturkan, salah satu persoalan yang terjadi di Indonesia saat ini adalah masih belum meratanya pendistribusian hewan kurban di desa-desa. Karena itulah, Baznas selalu gencar mengampanyekan agar para pekurban yang ada di wilayah perkotaan menggeser devisa kurban mereka ke wilayah pedesaan.

“Idealnya, dari total Rp 60 triliun itu, sebesar dua per tiga atau Rp 40 triliun mesti digeser ke desa-desa. Dengan cara itulah, masyarakat yang ada di desa bisa kebagian ekonomi kurban secara merata, dan kesejahteraan peternak pun bisa diwujudkan,” ucapnya.

Arifin menjelaskan, menggeser devisa kurban di sini bukan seakadar diartikan membeli hewan kurban milik para peternak di desa saja. Tetapi juga menyalurkan daging kurbannya kepada masyarakat setempat. “Jadi, gagasannya adalah masyarakat Muslim kota membeli kambingnya dari peternak di desa, memotong kambingnya juga di desa, dan membagikan hewan kurbannya pun juga di desa. Jangan semuanya dipotong di kota,” ucapnya.

Dia menambahkan, setiap kali musim kurban datang, kelompok yang selalu diuntungkan selama ini adalah para tengkulak hewan ternak. Sementara, para peternak di desa cenderung hanya jadi penonton.

Republika.co.id

LEAVE A REPLY