Effendi Gazali Mengaku Diminta Penyidik KPK Bawa Rekening Perusahaan

0
Pakar Komunikasi Politik Effendi Gazali tiba untuk menjalani pemeriksaan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (25/3/2021). Effendi Gazali diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan suap pengadaan Bantuan Sosial untuk wilayah Jabodetabek tahun 2020. ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto/wsj.

Pelita.online – Pakar komunikasi politik Effendi Gazali memenuhi panggilan pemeriksaan tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kamis (25/3/2021). Effendi diperiksa sebagai saksi kasus dugaan suap pengadaan bantuan sosial (bansos) Covid-19 untuk wilayah Jabodetabek yang telah menjerat mantan Menteri Sosial (Mensos) Juliari Batubara.

Pemeriksaan terhadap Effendi dilakukan penyidik untuk melengkapi berkas penyidikan dengan tersangka mantan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Kemsos, Matheus Joko Santoso.

Kepada awak media, Effendi mengaku baru mengetahui dirinya akan diperiksa dalam kasus ini pada, Rabu, 24 Maret 2021 malam. Saat itu, kata Effendi, tim penyidik menyampaikan surat panggilan melalui layanan pesan WhatsApp.

“Mengenai pemanggilan saya, saya dapat panggilannya tadi malam jam 19.41 WIB, melalui WhatsApp. Jadi, saya sampai sekarang belum terima surat panggilan secara resminya. Belum ada,” kata Effendi di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (25/3/2021).

Effendi tak mempermasalahkan panggilannya melalui aplikasi WhatsApp. Effendi mengaku tetap memenuhi panggilan lantaran patuh pada proses hukum. Namun, dalam panggilan tersebut, tim penyidik KPK memintanya untuk membawa rekening perusahaan. Effendi mengklaim tak memahami rekening yang dimaksud.

“Pertanyaan yang menarik adalah, surat panggilan KPK itu isinya harap membawa rekening perusahaan sejak 1 Januari 2020 dan PO, bansos Kemsos. Saya ambil rekening siapa. Dari perusahaan mana?,” katanya.

Effendi pun meminta tim penyidik KPK untuk mengronfontasi dirinya dengan pemilik perusahaan yang disebut dalam surat panggilan. Apalagi, disebutkan jika Effendi mendapatkan pengerjaan proyek bansos melalui perusahaan tersebut.

“Mengenai ada PT atau CV itu saya katakan saya tidak kenal. Dan lebih gampangnya, panggil saja PT atau CV-nya. Panggil dan konfrontasi ke saya apakah dia memang dapat ke situ, kapan dikasih, dan kemudin apa urusan dengan saya,” katanya.

Secara terpisah, Plt Jubir KPK, Ali Fikri mengapresiasi kehadiran Effendi memenuhi panggilan pemeriksaan penyidik. Ali belum dapat menyampaikan materi yang bakal didalami penyidik saat memeriksa Effendi. Yang pasti, katanya, pemeriksaan terhadap seseorang dilakukan penyidik untuk memperjelas rangkaian perbuatan para tersangka.

“Perkembangan hasil pemeriksaan akan kami sampaikan lebih lanjut,” katanya.

Selain Effendi Gazali, dalam mengusut kasus suap bansos ini, tim penyidik juga menjadwalkan memeriksa sejumlah saksi lainnya. Beberapa di antaranya, yakni Sekretaris Jenderal Kementerian Sosial, Hartono Laras; Dirjen Linjamsos Kemsos, Pepen Nazaruddin; staf ahli Menteri Sosial, Kukuh Ary Wibowo; adik politikus PDIP Ihsan Yunus, Muhammad Rakyan Ikram; serta dua pihak swasta bernama Triana dan Amalia Prayitno.

Diberitakan, KPK menetapkan Juliari Batubara selaku Mensos bersama Adi Wahyono dan Matheus Joko Santoso selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Kemsos serta dua pihak swasta bernama Ardian IM dan Harry Sidabuke sebagai tersangka kasus dugaan suap bansos Covid-19 untuk wilayah Jabodetabek.

Juliari dan dua anak buahnya diduga menerima suap senilai sekitar Rp 17 miliar dari Ardian dan Harry selaku rekanan Kemsos dalam pengadaan paket bansos Covid-19 untuk wilayah Jabodetabek tahun 2020.

Kasus ini bermula dari pengadaan bansos penanganan Covid-19 berupa paket sembako di Kementerian Sosial tahun 2020 dengan nilai sekitar Rp5,9 triliun dengan total 272 kontrak pengadaan dan dilaksanakan dengan dua periode. Juliari selaku Menteri Sosial menujuk Matheus Joko Santoso dan Adi Wahyono sebagai Pejabat Pembuat Komitmen dalam pelaksanaan proyek tersebut dengan cara penunjukkan langsung para rekanan.

Diduga disepakati adanya fee dari tiap-tiap paket pekerjaan yang harus disetorkan para rekanan kepada Kementerian Sosial melalui Matheus Joko Santoso. Fee untuk setiap paket bansos disepakati oleh Matheus dan Adi Wahyono sebesar Rp 10.000 per paket sembako dari nilai Rp 300.000 per paket bansos.

Selanjutnya Matheus dan Adi pada Mei sampai dengan November 2020 membuat kontrak pekerjaan dengan beberapa penyuplai sebagai rekanan yang di antaranya Ardian IM, Harry Sidabuke dan juga PT Rajawali Parama Indonesia (RPI) yang diduga milik Matheus. Penunjukan PT RPI sebagai salah satu rekanan tersebut diduga diketahui Juliari dan disetujui oleh Adi Wahyono.

Pada pelaksanaan paket bansos sembako periode pertama diduga diterima fee Rp 12 miliar yang pembagiannya diberikan secara tunai oleh Matheus kepada Juliari Batubara melalui Adi dengan nilai sekitar Rp 8,2 miliar. Pemberian uang tersebut selanjutnya dikelola oleh Eko dan Shelvy N, selaku orang kepercayaan Juliari untuk digunakan membayar berbagai keperluan pribadi Juliari.

Untuk periode kedua pelaksanaan paket Bansos sembako, terkumpul uang fee dari bulan Oktober 2020 sampai dengan Desember 2020 sejumlah sekitar Rp 8,8 miliar yang juga diduga akan dipergunakan untuk keperluan Juliari.

Sumber: BeritaSatu.com

LEAVE A REPLY