Gugatan UU KPK Bukan ‘Ditolak’ MK tapi ‘Tidak Diterima’, Apa Bedanya?

0

Pelita.online – Mahkamah Konstitusi (MK) tidak menerima permohonan uji materi Undang-Undang KPK yang diajukan oleh mahasiswa. MK tidak memutuskan ‘ditolak’. Apa bedanya ‘tidak diterima’ dan ‘ditolak’ dalam hukum?

“Permohonan para pemohon mengenai pengujian Undang-undang nomor 16 tahun 2019 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi adalah salah objek, Permohonan para pemohon tidak dipertimbangkan lebih lanjut. Mengadili, menyatakan permohonan para pemohon tidak dapat diterima,” kata Ketua MK Anwar Usman saat membacanya putusan di Gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Kamis (27/11) kemarin.

Tidak Diterima

‘Tidak diterima’ merupakan terjemahan dari bahasa Belanda, yaitu ‘niet ontvankelijke verklaard’ atau yang biasa disebut sebagai putusan NO. Membacanya ‘En O’, bukan NO dalam bahasa Inggris yang artinya ‘tidak’. NO merupakan putusan yang menyatakan bahwa gugatan tidak dapat diterima karena mengandung cacat formil.

Mengapa gugatan tidak diterima?

Menurut buku ‘Hukum Acara Perdata’ yang ditulis Yahya Harahap sebagaimana dikutip, Jumat (29/11/2019), alasan putusan NO yaitu:

1. Gugatan yang ditandatangani kuasa berdasarkan surat kuasa yang tidak memenuhi syarat yang digariskan Pasal 123 ayat (1) HIR;
2. Gugatan tidak memiliki dasar hukum;
3. Gugatan error in persona dalam bentuk diskualifikasi atau plurium litis consortium;
4. Gugatan mengandung cacat obscuur libel, ne bis in idem, atau melanggar yurisdiksi (kompetensi) absolut atau relatif.

Nah, dalam kasus gugatan UU KPK baru oleh mahasiswa, gugatan itu tidak diterima karena memiliki cacat formil. Yaitu penggugat menulis UU Nomor 16 Tahun 2019. Padahal UU dengan nomor tersebut adalah UU Perkawinan. Harusnya UU yang digugat adalah UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK.

“Dalam hal Mahkamah Konstitusi berpendapat bahwa pemohon dan/atau permohonannya tidak memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 dan Pasal 51, amar putusan menyatakan permohonan tidak dapat diterima,” demikian bunyi Pasal 56 ayat 1 UU MK.

Pasal 50 yang dimaksud berbunyi:

Undang-undang yang dapat dimohonkan untuk diuji adalah undang-undang yang diundangkan setelah perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Sedangkan Pasal 51 soal syarat legal standing, identitas pemohon, dan uraian kejelasan permohonan.

Ditolak
Putusan dengan amar putusan ‘ditolak’ yaitu penggugat dianggap tidak berhasil membuktikan dalil gugatannya. Majelis hakim sudah memeriksa baik syarat formil hingga materi perkara yang digugat.

“Dalam hal permohonan tidak beralasan, amar putusan menyatakan permohonan ditolak,” demikian bunyi pasal 64 ayat 4 UU MK.

Dampak Hukum

Antara ‘gugatan tidak diterima’ dan ‘ditolak’ memiliki dampak hukum berbeda. Yaitu apabila perkara ‘NO’, maka perkara tersebut masih bisa digugat lagi/diadili lagi sehingga tidak berlaku asas nebis in idem.

Sedangkan bila perkara ‘ditolak’, perkara tersebut tidak bisa digugat lagi karena sudah pernah diadili pokok perkaranya. Atau dikenal dengan istilah nebis in idem.

Sehingga penggunaan ‘ditolak’ dan ‘tidak diterima’ memiliki arti yang sangat berbeda dalam kaidah hukum. Dalam kasus gugatan UU KPK baru, maka masih bisa diadili permohonan judicial review yang lain di perkara itu. Yaitu judicial review yang diajukan oleh 3 pimpinan KPK masih bisa diperiksa MK kembali dan diadili materi permohonannya.

 

Sumber : Detik.com

LEAVE A REPLY