Gunakan Peci dan Serban, Polisi Disebut Langgar Aturan

0

Pelita.online – Ombudsman RI menyatakan Polri melakukan pelanggaran saat mengawal aksi unjuk rasa di depan Kantor Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Jakarta, Jumat (10/5).

Anggota Ombudsman Ninik Rahayu mengatakan pelanggaran administrasi terjadi saat aparat Brimob yang diterjunkan menggunakan serban dan peci.

“Indikasi maladministrasi sangat kuat, karena seragam kepolisian dalam menjalankan tugasnya sudah ditentukan dalam Perkap Nomor 6 Tahun 2018,” kata Ninik lewat pesan singkat ke CNNIndonesia.com, Sabtu (11/5).

Aturan seragam kepolisian diatur Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2018 tentang Pakaian Dinas Pegawai Negeri pada Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Dalam aturan tersebut, kata Ninik, tidak tercantum peci dan serban sebagai seragam resmi kepolisian.

“Pejabat publik, mestinya menggunakan seragam profesinya, tidak menggunakan pakaian yang mengarah pada simbol-simbol keagamaan,” kata dia.

Lebih lanjut, Ombudsman bakal memanggil Polri untuk diperiksa terkait pelanggaran administrasi tersebut.

“Kita akan undang untuk didengar penjelasannya,” ucapnya.

Sebelumnya, aparat Brimob yang diturunkan mengamankan aksi unjuk rasa di depan Kantor Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Jakarta, Jumat (10/5), menggunakan peci dan sorban putih. Aparat Brimob bahkan melantunkan selawat selama unjuk rasa.

Melihat penampilan polisi yang menjaga mereka berpakaian seperti itu, peserta unjuk rasa malah melempar cemooh.

“Pencitraan, pencitraan! Jangan pakai peci dan sorban kalau masih curang!” teriak sejumlah peserta yang menamakan dirinya sebagai Gabungan Elemen Rakyat untuk Keadilan dan Kebenaran (GERAK).

Anggota Ombudsman lainnya, Adrianus Meliala mengatakan langkah polisi menggunakan atribut keagamaan saat menemui massa di Bawaslu tidak tepat.

Katanya, tugas pengamanan yang dilakukan kepolisian adalah aktivitas pelayanan publik yang dilakukan oleh aparat yang berwenang. Dalam kaitan itu, terdapat prinsip, standar dan batasan yang harus diperhatikan. Jika tidak, maka akan berpotensi masuk dalam kategori maladministrasi.

“Penggunaan atribut keagamaan bisa memunculkan situasi diskriminatif, pelanggaran HAM serta indikasi polisi yg (sebenarnya) tidak profesional,” kata dia.

Menurutnya, jika terus dilakukan, hal itu berpotensi menimbulkan masalah baru seperti benturan antar kelompok atau tudingan bahwa kepolisian menghina agama dan sebagainya.

“Walau bertujuan baik, diharapkan kepolisian tidak meneruskan penggunaan atribut agama tersebut. Pakailah seragam yang biasa digunakan,” katanya.

 

Sumber : cnnindonesia.com

LEAVE A REPLY