Harga Gabah Kering di Madiun Capai Rp 8.000, Bulog Tak Mampu Lagi Serap

0

pelita.online – Harga gabah kering di Madiun disebut mencapai Rp 8.000 per kilogram. Kondisi itu menjadikan Bulog tak lagi menyerap atau membeli gabah kering hasil panen petani di wilayah Madiun. Kepala Cabang Perum Bulog Sub Divre IV Madiun Ferdian Darma Atmaja yang dikonfirmasi Kompas.com, Kamis (7/9/2023) menyatakan, besaran harga tersebut berdasarkan survei yang dilakukan mitra Bulog.

“Survei terakhir dari laporan teman-teman mitra (bulog) menyebut harga gabah basah Rp 7.400 dan kering Rp 8.000-an. Kami tidak akan mampu (menyerap atau membelinya). Karena harga pembelian pemerintah (HPP) untuk gabah kering sebesar Rp 6.300 perkilogramnya,” kata Ferdi.

Sementara HPP gabah basah Rp 5.000 per kilogram. Dengan HPP tersebut, kata Ferdi, tidak ada satu pun petani yang menjual gabah basah dan keringnya ke Bulog.

Petani, kata dia, juga tidak ada yang menyetor beras hasil giling ke Bulog. Itu karena HPP untuk beras Rp 9.950 per kilogram, sementara harga beras medium hasil giling bisa mencapai Rp 12.000 per kilogram.  “Tidak ada petani yang menjual gabah kering sesuai HPP atau pemilik penggilingan padi yang menjual beras sesuai standar Bulog. Karena HPP beras saat ini Rp 9.950, harga gabah kering 6.300 dan harga gabah basahnya Rp 5.000,” jelas Ferdi. Ongkos Produksi Naik Sementara itu Kepala Dinas Pertanian dan Perikanan Kabupaten Madiun Sumanto yang dikonfirmasi terpisah menyatakan naiknya harga gabah basah dan gabah kering hasil panen lantaran ongkos produksi yang naik. Salah satu pemicu kenaikkan ongkos produksi di antaranya makin berkurangnya jumlah dan jenis pupuk bersubsidi yang diberikan kepada petani. “Jumlah pupuk bersubsidi yang diterima petani saat ini berkurang. Jadi petani harus menggunakan pupuk non subsidi yang harganya jauh lebih mahal. Dengan demikian, komponen ongkos produksinya pun menjadi naik. Jadi kalau harga naik maka linier dengan biaya produksi,” kata Sumanto kepada Kompas.com, Jumat (8/9/2023).

Menurut Sumanto, kenaikkan harga gabah kering dan gabah basah menjadi keuntungan bagi petani di tengah mahalnya harga pupun non subsidi. Selain itu petani juga harus mengeluarkan biaya untuk penambahan pupuk organik. “Di Madiun itu bahan organik tanahnya kurang dan rendah dibawah dua persen. Sehingga saya mendorong untuk penambahan pupuk organik dan otomatis ada penambahan biaya produksi. Jadi penambahan biaya produksi itu berupa pembelian pupuk non subsidi dan pupuk organik,” demikian Sumanto.

sumber : kompas.com

LEAVE A REPLY