‘Jangan sampai kontrak politik Anies-Sandi berujung polemik’

0

Jakarta, Pelita.Online – Masa kerja Anies Baswedan dan Sandiaga Uno sebagai gubernur DKI Jakarta memasuki 100 hari. Banyak gebrakan dan program yang dicanangkan keduanya terhitung sejak dilantik tanggal 16 Oktober lalu.

Ada yang menuai pujian. Namun tak sedikit yang mengkritisi langkah keduanya dalam membuat kebijakan.

Salah satu yang paling banyak diprotes soal kebijakan Anies-Sandi menutup Jl Jatibaru Tanah Abang untuk dijadikan lapak pedagang kaki lima (PKL). Kebijakan lainnya yang banyak dipertanyakan soal kembali melegalkan becak yang sudah sejak lama dihapuskan.

Ketua Forum Warga Kota Jakarta (FAKTA), Azas Tigor Nainggolan, memberikan pandangan pada sejumlah kebijakan Anies-Sandi baik yang sudah berjalan maupun dalam perencanaan. Menurutnya, alangkah lebih baik jika Anies-Sandi dalam membuat kebijakan dikonsep sebaik mungkin dan memberikan ruang konsultasi publik.

Sehingga, tidak bertentangan dengan aturan yang ada. “Dari konsep yang matang akan kelihatan secara regulasi gimana dan dampak sosial seperti apa, begitu harusnya jika kita membuat kebijakan,” kata Azas saat berbincang dengan merdeka.com, Rabu (17/1).

Belakangan diketahui, beberapa kebijakan yang dilakukan Anies-Sandi seperti menghidupkan becak dan melindungi PKL adalah bagian dari kontrak politik mereka semasa kampanye pada Pilgub 2017 lalu. Keduanya tak ingin ingkar soal itu, dan berjanji menunaikan semua kontrak politik yang telah disepakati bersama warga.

Menanggapi hal itu, Azas menilai sah saja jika ujung dari kebijakan yang dilakukan Anies-Sandi adalah upaya dari menepati janji politik. Namun, kebijakan yang dibuat harus benar-benar jelas, konkret dan bukan malah mendatangkan kisruh.

“Pastikan secara regulasi benar apa enggak, terus secara teknis dan tata ruang seperti apa. Jangan testing the water atas satu kebijakan, itu enggak benar. Karena beliau ini kan gubernur dan wakil gubernur yang ketika menyampaikan sesuatu harusnya sudah matang. Jadi matangin dulu, baru sampaikan omongin ke publik, dan memastikan sanggup juga mengawasi kebijakan yang dibuat itu biar gak semrawut,” beber mantan ketua Dewan Transportasi Kota Jakarta (DTKJ).

Dia mencontohkan seperti kebijakan memberikan lapak dagang bagi PKL dengan menutup badan jalan. “Itu sangat tidak benar, tidak ada dasar hukumnya, dan kalau itu bagian dair penyelesaian masalah, jadi enggak jelas juga akhirnya. Karena macet kemudian malah alihkan PKL ke jalan,” sambungnya.

Lalu soal menghidupkan kembali becak. “Saya setuju, tapi persoalannya sebelum dilontarkan wacana yang menjadi bagian dari komitmen politik harus pastikan dulu konsepnya sudah jelas biar enggak pro-kontra dan jadi polemik, mending kalau jadi, kalau tidak?” jelas dia.

Kemudian soal menjadikan Monas seperti Central Park di New York. Termasuk mimpi menjadikan tempat pelelangan ikan di Jatibaru, Cilincing mirip Tsukiji Fish Market di Jepang.

“Harusnya sebelum bicara itu, jelaskan dulu ke publik seperti apa sih Central Park di New York, biar semua paham dan mengerti. Jadi bukan langsung bilang pingin bikin ini tapi belum jelas konsepnya, jadinya malah gak tersampaikan dengan baik,” lanjut Azas.

Lebih dari itu, ada baiknya Anies-Sandi memberikan inovasi tersendiri membangun Kota Jakarta. Tidak sekadar meniru pada negara lain. Ditambahkannya, dan bila ada yang tidak setuju jangan lantas dianggap tidak pro dengan rakyat kecil.

“Namanya pemimpin itu harus punya konsep sendiri, negara lain itu cuma jadi acuan. Dan dalam kebijakan itu jangan terkesan mengadu domba, ketika ada yang tidak sepakat dengan program yang dibuat lalu dianggap tak pro rakyat kecil,” tegas Azas.

 

merdeka.com

LEAVE A REPLY