Jatuh-Bangun Rupiah di Sepanjang Tahun Anjing Tanah

0

Pelita.Online, Jakarta – Pergerakan rupiah bak halilintar di tahun anjing tanah ini. Mengawali tahun di kisaran Rp13.400 per dolar AS, tiba-tiba mata uang garuda terperosok ke posisi Rp15.284 per dolar AS. Puncaknya pada Oktober 2018 lalu, rupiah jatuh paling dalam.

Pemerintah menuding normalisasi kebijakan moneter bank sentral AS, The Fed, sebagai upaya menarik kembali dana-dana investor mereka yang tersebar ke negara-negara berkembang (emerging market). Tak terkecuali Indonesia.

“Normalisasi kebijakan moneter AS sukses membuat arus modal asing keluar dari negara emerging market, khususnya Indonesia. Dana asing yang keluar dari pasar modal dalam negeri mencapai Rp48,2 triliun sejak awal tahun hingga penutupan pasar pertengahan Desember,” ujar Ekonom Indef Bhima Yudhistira Adhinegara kepada CNNIndonesia.com, belum lama ini.

Tak cuma di pasar modal, normalisasi kebijakan moneter AS juga mengekang laju rupiah. Pertama kali rupiah jatuh ketika The Fed mengerek bunga acuannya pada Maret 2018, saat itu rupiah merosot ke posisi Rp13.800 per dolar AS. Kemudian, pada kenaikan bunga acuan kedua, rupiah kembali kurang darah dan menyentuh level Rp14 ribu per dolas AS.

Puncaknya, setelah The Fed mengerek bunga acuannya yang ketiga kali pada September lalu, rupiah jebol hingga Rp15 ribu per dolar AS. Keterpurukan rupiah yang bertambah parah tak terlepas dari berbagai sentimen negatif, seperti perang dagang antara AS – China.

Perang dagang AS dengan China melahirkan kekhawatiran akan perlambatan ekonomi dunia. Maklumlah, kedua negara tercatat sebagai dua kekuatan ekonomi terbesar di dunia. Keduanya juga menjadi mitra dagang bagi banyak negara-negara di dunia.

Sentimen-sentimen negatif di atas belum memperhitungkan dampak guncangan dari Uni Eropa, seperti persoalan anggaran Italia. Kemudian, langkah Inggris angkat kaki dari Uni Eropa (Brexit).


Bukan cuma rupiah, sejumlah mata uang juga bertekuk lutut terhadap dolar AS. Lira Turki tercatat paling parah di dunia dengan depresiasi sebesar 41,17 persen. Di Asean, rupee India paling terjerembab dengan pelemahan mencapai 12,57 persen.

Jatuh-Bangun Rupiah di Sepanjang Tahun Anjing Tanah (EMBARGO)Pelemahan 20 mata uang di dunia terhadap dolar AS. (CNN Indonesia/Fajrian).

Namun demikian, jika dibandingkan dengan mata uang negara-negara Asia Tenggara, rupiah masih menjadi mata uang yang paling babak belur. Lihatlah, depresiasi dolar Singapura cuma 3,02 persen, ringgit Malaysia 3,45 persen, baht Thailand 0,78 persen. Hanya rupiah yang terdepresiasi paling dalam, yakni 7,57 persen.

Krisis keuangan di Turki dan Argentina disebut-sebut ikut memengaruhi rupiah. “Krisis tersebut menambah parah kepercayaan investor asing ke negara-negara berkembang,” imbuh Bhima.

Apalagi, ia melanjutkan faktor internal juga tak cukup mantap menahan pukulan dari luar. Hal itu tercermin dari lemahnya neraca transaksi berjalan. Buktinya, alih-alih membaik, defisit transaksi berjalan justru bengkak dari semula 2,2 persen terhadap PDB kuartal I 2018 menjadi tiga persen pada kuartal II dan 3,37 persen pada kuartal III.

Defisit neraca perdagangan juga semakin gemuk menyentuh US$5,51 miliar per Oktober 2018. Angka itu berbanding terbalik dengan periode yang sama tahun lalu, dimana neraca dagang RI surplus US$11,84 miliar.

“Kondisi itu tak terlepas dari fluktuasi harga minyak mentah dunia yang memperlebar defisit transaksi berjalan dan membalikkan posisi neraca dagang. Hal ini juga yang membuat permintaan naik signifikan,” kata Bhima.

Buru-buru Berbenah

Merespons kondisi rupiah yang semakin ‘kurang darah,’ pemerintah dan Bank Indonesia (BI) bergerak. Pada September lalu, BI mengguyur Rp11,9 triliun dengan menyerap SBN yang dilepas investor asing. Ini salah satu bentuk intervensi bank sentral menstabilkan nilai tukar rupiah.

Bentuk lainnya, BI mengerek bunga acuan (7 Days Reverse Repo Rate/7DRRR). Tak tanggung-tanggung, total kenaikan bunga acuan mencapai 175 basis poin (bps) di sepanjang tahun ini atau 6 persen. 

Sementara itu, pemerintah mulai mengetatkan impor barang dengan menaikkan tarif Pajak Penghasilan (PPh) untuk 1.147 barang impor. Selain itu, mandatori penggunaan biodiesel 20 persen (B20), dan iming-iming insentif ekspor.

Ekonom Core Indonesia Piter Abdullah memprediksi gerak naik-turun rupiah masih akan terus berlangsung sampai tutup tahun ini. Meski demikian, ketinggiannya tidak akan menyentuh Rp15 ribu per dolar AS, seperti pada Oktober-November tahun ini.

Ia memperingatkan pemerintah dan bank sentral untuk mewaspadai kebijakan moneter ketat yang akan dilanjutkan AS. (bir)

cnnindonesia.com

LEAVE A REPLY