Kasus Suap Alih Fungsi Hutan, KPK Kasasi Vonis Bebas Petinggi Duta Palma Grup

0
Pewarta mengambil gambar mobil yang membawa sejumlah Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) usai menggeledah kantor PT Duta Palma di Pekanbaru, Riau, Senin (20/10). Penggeledahan dilakukan karena adanya dugaan keterkaitan PT Duta Palma terhadap dugaan kasus korupsi alih fungsi lahan dengan tersangka Gubernur Riau, Annas Maamun dan seorang pengusaha Gulat Manurung. ANTARA FOTO/Rony Muharrman/Rei/pd/14.

Pelita.online – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memastikan mengajukan kasasi atas putusan Pengadilan Tipikor Pekanbaru yang menjatuhkan vonis bebas terhadap Suheri Terta selaku Legal Manager PT Duta Palma Grup. Suheri merupakan terdakwa perkara dugaan suap terkait pengajuan revisi alih fungsi hutan di Riau tahun 2014.

“JPU KPK yang diwakili Wahyu Dwi Oktavianto hari ini menyatakan upaya hukum kasasi terhadap putusan Majelis Hakim tingkat pertama atas nama terdakwa Suheri Terta,” kata Plt Jubir KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Selasa (22/9/2020).

Diketahui, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Pekanbaru yang diketuai Saut Maruli Tua Pasaribu memvonis bebas Suheri pada Rabu, 9 September 2020 lalu. Majelis Hakim menyatakan Suheri Terta tidak terbukti menyuap mantan Gubernur Riau, Annas Maamun melalui pengusaha Gulat Manurung terkait pengajuan revisi alih fungsi hutan di Provinsi Riau kepada Kementerian Kehutanan.

Ali menyatakan, KPK mengajukan kasasi lantaran dalam putusannya, Majelis Hakim tidak mempertimbangkan penerimaan uang oleh Terpidana Annas Maamun melalui Gulat Medali Emas Manurung yang berasal dari Duta Palma. Barang bukti penerimaan uang itu telah diuji dan terbukti hingga tingkat Kasasi di perkara Annas Maamun.

“Barang bukti berupa uang yang disita di perkara Annas Maamun yang dengan tegas dalam putusan Majelis Hakim tingkat MA terbukti sebagai uang yang diterima dari PT Duta Palma,” kata Ali.

Selain itu, terdapat kesaksian Gulat Medali Emas Manurung dan Annas Maamun yang juga mengakui menerima uang tersebut dan ada pula alat bukti surat serta petunjuk berupa rekaman percakapan yang terungkap di persidangan.

“Alasan dan dalil JPU selengkapnya akan disampaikan lebih lanjut dalam memori Kasasi yang akan JPU KPK serahkan kepada Mahkamah Agung melalui PN Tipikor Pekanbaru,” kata Ali.

Dalam kasus ini, selain Suheri Terta, KPK juga menjerat pemilik PT Darmex Group/PT Duta Palma Grup, Surya Darmadi dan PT Palma Satu, anak usaha PT Duta Palma Grup. Namun, Surya Darmadi hingga saat ini masih buron dan masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) sejak 9 Agustus 2019 silam.

Kasus yang menjerat Suheri Terta, Surya Darmadi dan PT Palma Satu merupakan pengembangan dari kasus dugaan suap alih fungsi hutan Riau yang sebelumnya menjerat Annas Maamun selaku Gubernur Riau dan Ketua Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia, Gulat Medali Emas Manurung serta Wakil Bendahara DPD Partai Demokrat Riau Edison Marudut Marsadauli Siahaan.

Surya Darmadi bersama-sama Suheri diduga menyuap Annas Maamun sebesar Rp 3 miliar melalui Gulat Manurung. Suap itu diberikan terkait pengajuan revisi alih fungsi hutan di Provinsi Riau kepada Kementerian Kehutanan.

SK Menhut

Kasus suap ini bermula dari Surat Keputusan Menteri Kehutanan (SK Menhut) nomor 673/2014 yang ditandatangani Menhut saat itu, Zulkifli Hasan pada 8 Agustus 2014. SK Zulhas tersebut tentang Perubahan Peruntukan Kawasan Hutan Menjadi Bukan Kawasan Hutan seluas 1.638.249 ha; perubahan fungsi kawasan hutan seluas 717.543 ha; dan Penunjukan Bukan Kawasan Hutan Menjadi Kawasan Hutan seluas 11.552 ha di Provinsi Riau. SK Menhut tersebut diserahkan Zulkifli kepada Annas Maamun saat peringatan HUT Riau pada 9 Agustus 2014.

Dalam pidatonya di peringatan tersebut, Zulhas mempersilakan masyarakat melalui Pemprov Riau untuk mengajukan permohonan revisi jika terdapat daerah atau kawasan yang belum terakomodir dalam SK tersebut. Atas pidato Zulhas, Annas Maamun memerintahkan SKPD terkait untuk menelaah kawasan hutan dalam peta yang menjadi lampiran Surat Keputusan Menteri Kehutanan tersebut.

Suheri yang mengurus perizinan terkait lahan perkebunan mllik Duta Palma Group langsung mengirimkan surat kepada Annas Maamun selaku Gubernur Riau untuk memintanya mengakomodir lokasi perkebunan PT Palma Satu, PT Panca Agro Lestari, PT Banyu Bening, PT Seberida Subur yang berlokasi di Kabupaten Indragiri Hulu dalam RTRW Provinsi Riau. Annas Maamun segera menindaklanjuti permintaan tersebut dan memerintahkan bawahannya untuk ‘membantu dan mengadakan rapat’.

Annas Maamun kemudian membuat disposisi yang isinya memerintahkan Wakil Gubernur Riau saat itu untuk segera mengadakan rapat bersama SKPD terkait. Sebulan kemudian atau September 2014, Surya Darmadi, Suheri, Gulat Manurung dan SKPD Pemprov Riau menggelar pertemuan untuk membahas permohonan perubahan kawasan hutan menjadi bukan kawasan hutan atas kawasan perkebunan milik Duta Palma Group atau dengan kata lain agar wulayah perkebunan itu dikeluarkan dari peta kawasan hutan di Riau.

Untuk memuluskan hal ini, Surya Darmadi diduga menawarkan fee kepada Annas Maamun melalui Gulat Manurung jika areal perkebunan perusahaannya masuk dalam revisi SK Menteri Kehutanan tentang perubahan kawasan hutan menjadi bukan kawasan hutan; Berikutnya, dalam sebuah rapat di kantor Gubernur, Annas Maamun memerintahkan bawahannya yang bertugas di Dinas Kehutanan untuk memasukan lahan atau kawasan perkebunan yang diajukan oleh tersangka Suheri Terta dan Surya Darmadi dalam peta Iampiran surat Gubernur yang telah ditandatangani sehari sebelumnya.

Setelah perubahan peta tersebut ditandatangani Annas Maamun, Suheri diduga menyerahkan uang sebesar Rp 3 miliar kepada Gulat Manurung untuk diberikan kepada Annas. Uang tersebut diberikan agar Annas Maamun memasukan lokasi perkebunan Duta Palma Group yang dimohonkan tersangka Suheri dan Surya Darmadi ke dalam Peta Lampiran Surat Gubernur Riau tanggal 17 September 2014 tentang Revisi Usulan Perubahan Luas Kawasan Bukan Hutan Riau di Provinsi Riau.

Dengan surat Gubernur Riau tersebut diduga selanjutnya perusahaan-perusahaan itu dapat mengajukan Hak Guna Usaha untuk mendapatkan ISPO (Indonesian Sustainable Palm Oil) sebagai syarat sebuah perusahaan melakukan ekspor kelapa sawit ke luar negeri.

Sumber:BeritaSatu.com

LEAVE A REPLY