Kementerian ATR: Lahan Sawah Hilang Jadi Penyebab Banjir

0

Pelita.online – Direktur Pengendalian Hak Tanah, Alih Fungsi Lahan, Kepulauan dan Wilayah Terluar Kementerian ATR/BPN Asnawati mengatakan maraknya alih fungsi lahan sawah turut menjadi penyebab datangnya bencana banjir. Pasalnya, sawah juga memiliki fungsi sebagai tampungan air ketika curah hujan sangat tinggi.

Tiap tahunnya, jelas Asnawati, ada sekitar 90 ribu hektare lahan sawah di Indonesia yang berpotensi hilang.

Hal ini lantaran alih fungsi sawah untuk kawasan pemukiman hingga industri per tahun mencapai 150 ribu hektare, sementara kemampuan cetak sawah baru hanya mencapai sebanyak 60 ribu hektare per tahun.
“Dari sektor lingkungan sudah jelas, (hilangnya sawah) berdampak karena kita tahu sawah merupakan tempat tampungan air, dan bencana sana-sini terjadi karena sudah banyak hilangnya sawah,” ucapnya dalam diskusi virtual, Senin (22/2).

Selain berdampak terhadap lingkungan, hilangnya lahan sawah juga berdampak pada kondisi sosial dan ekonomi masyarakat. Terlebih, mayoritas masyarakat pedesaan menggantungkan hidup dari bertani. Selain itu, hilangnya lahan sawah juga menyebabkan sektor lapangan usaha pertanian tak dapat berkembang.

“Dampak ekonomi tidak kalah besarnya. Dengan hilangnya sawah otomatis akan hilang investasi prasarana pertanian, alat-alat pertanian maupun obat obatan hama dan sebagainya,” imbuhnya.

Lebih lanjut, Asnawati mengungkapkan hilangnya sawah tak lepas dari banyaknya investor yang melakukan alih fungsi lahan. Investor, menurutnya, lebih tertarik dengan lahan sawah dibandingkan lahan lainnya karena sejumlah alasan.

Pertama, karena investor tak perlu lagi khawatir dengan ketersediaan air di lahan tersebut.

“Ketertarikan investor untuk membidik lahan sawah sebagai kawasan untuk pembangunan karena ada 3 hal yang paling mendasar pertama yaitu ketersediaan air, sumber air dari sawah tersebut sudah ada bahkan sudah cukup,” ungkapnya.

Kedua, karena akses jalannya sudah ada.

“Berikutnya juga karena akses jalan ke lokasi tersebut juga sudah ada sebagai prasarana,” tuturnya.

Ketiga, karena banyak petani yang beralih profesi menjadi pekerja.

“Berikutnya lagi yaitu kaitannya dengan petani yang semulanya petani menjadi pekerja untuk lahan investasi lainnya,” tandas Asnawati.

LEAVE A REPLY