Keren, Kerajinan Batok Kelapa Blitar Tembus Pasar Dunia

0

Pelita.online – Kerajinan batok (tempurung kelapa) produksi perajin Blitar menembus pasar dunia. Desain yang mengangkat kearifan lokal, justru menjadi daya tarik tersendiri. Dan mampu mendongkrak nilai jual karena tergolong karya seni.

Keputusan Amir Daus pindah ke Desa Tlogo Kecamatan Kanigoro, membawa berkah. Karena di desa inilah darah seni yang mengalir deras di tubuhnya lebih merdeka untuk berkarya.

“Seharusnya orang Blitar itu bersyukur. Sangat banyak potensi alam yang belum dikerjakan maksimal. Kenapa harus cari kerja keluar kota. Hidup didesa itu lebih merdeka tau. Lebih bisa tampil beda. Dan itu juga yang bikin harga beda,” kata pria berambut gondrong itu mengawali cerita kepada detikcom, Senin (19/8/2019).

Seniman asli kelahiran Jakarta ini melihat banyak potensi alam yang terbuang sia-sia. Bahkan hanya dipakai sebagai kayu bakar saja. Seperti bambu dan tempurung kelapa. Di tangannya, kedua barang itu diubah menjadi karya seni bernilai tinggi.

“Awal 2009 itu modal saya cuma Rp 10 ribu. Saya beli tempurung yang jadi sampah itu. Saya beli bambu yang dipotong mau dipakai kayu bakar. Saya bikinlah kap lampu. Laku Rp 350 ribu. Dari situ terus saya eksplorasi bahan alam yang ada di sini,” bebernya.

Karya seni Amir semakin variatif dan kaya nuansa seni. Hingga awal 2011, dia membuat workshop di rumahnya di Jalan Angrek RT/RW 3 Tlogo, Kanigoro. Ada empat mesin yang dioperasikan sesuai kebutuhan.

Dari ruangan seluas 2×6 meter inilah, tercipta berbagai kerajinan. Seperti mangkuk, cangkir, sendok, kap lampu sampai kalung. Semua berbahan batok.

“Kalau bambu itu biasanya repeat order dari karya lama. Tapi saya beralih ke batok. Pertama gak rusak kena nonol seperti bambu. Kedua, masih gampang cari bahannya,” ungkap bapak empat putra ini.

Untuk cangkir batok, Amir mengirimkan ke India sebanyak 800 ribu buah. Dan pesanan itu masih juga dikerjakannya sekarang. Sedangkan untuk item lain, Amir sudah merasa kewalahan melayani empat toko lokal di Kota Blitar saja.

“Saya mengutamakan pesanan dari Blitar saja. Itupun sudah kuwalahan. Susah saya cari SDM yang punya skill. Mereka yang pernah kerja ikut saya, gak pernah mau menyerap ilmunya. Anak muda sekarang maunya instan. Gak mau belajar prosesnya,” kata pria berusia 47 tahun ini.

Saat ini, Amir hanya dibantu seorang anaknya mengerjakan barang-barang pesanan. Dan ketika detikcom berkunjung, semua hasil karya Amir telah terjual habis.

“Saya itu gak pernah bisa nyimpen barang. Semua pasti dibawa sama yang beli. Harganya ya beda-beda. Tergantung desain dan tingkat kesulitannya,” ujar Amir.

Seperti cangkir dijual seharga Rp 8000 per buah. Kap lampu dari harga Rp 25 ribu sampai 350 ribu per buah. Dan kalung dijual dari harga Rp 15 ribu sampai 25 ribu per buah.

Seperti pada umumnya seniman, Amir tidak pernah mengejar kuantitas produksi. Ada dua kunci idealisme yang membuat karyanya dihargai berbeda. Pertama, menjaga kualitas. Kedua, berani membuat ide dengan desain yang berbeda. Sementara ditanya soal omzet, begini jawabnya

“Ya tergantung. Kalau kerjanya semangat ya hasilnya banyak,” pungkasnya tertawa.

 

Sumber : Detik.com

LEAVE A REPLY