Ketika Sekaleng Ikan Menjadi Mata Uang Bagi Penghuni Penjara

0

Pelita.online  – Didalam penjara, ada ekosistem unik di tengah para narapidana yang melibatkan aksi tukar-menukar keperluan rumah tangga, jual-beli obat-obatan, dan lilitan utang mengejutkan yang tak mungkin dihindari.

Berikut adalah kutipan dari buku berjudul Prison: A Survival Guide karya Carl Cattermole, yang kini diterbitkan Ebury Press.

Tak sulit untuk memahami alasan orang-orang terlibat dalam kegiatan tersembunyi di dalam kompleks penjara Inggris alias Her Majesty’s Prisons.

Saat aktivitas ekonomi yang legal tak mungkin dijalankan, orang-orang menjadi pedagang gelap. Dan seperti itulah hiruk-pikuk itu bergulir.

 

Rokok pernah menjadi unit mata uang di dalam penjara sebelum peredarannya dinyatakan ilegal baru-baru ini. Dan sedihnya, hilang lah masa di mana para cukong duduk di sekitar sel dengan setumpuk rokok merek Golden Virginia, yang diibaratkan emas batangan oleh komunitas penghuni penjara.

Kini, para cukong menumpuk ikan kalengan dan keperluan toilet setinggi mungkin sampai-sampai Anda tidak bisa melihat jendela selnya.

Hiruk-pikuk penjara mirip dengan kampung rekaan dalam kisah Asterix & Obelix, di mana setiap orang memiliki usaha dagang mereka sendiri.

Napi yang bekerja di dapur menyelundupkan merica hitam atau rempah-rempah untuk ditukar dengan satu atau dua kaleng ikan tuna.

Di sisi lain, mereka yang bertugas di binatu berjanji mencuci dan mengembalikan seragam penjara dalam keadaan bersih demi imbalan minuman energi.

Mereka yang bekerja di unit pergantian perlengkapan kamar akan memastikan Anda mendapat seprai yang bebas rambut kemaluan jika Anda memberinya beberapa mi instan.

Sementara tukang potong rambut meraup keuntungan berupa kaleng ikan tuna dan sabun mandi. Alasannya, setiap napi ingin terlihat memiliki rambut rapi pada jadwal kunjungan famili dan kolega.

Saya menyarankan Anda membeli gunting dan menjadi tukang pangkas rambut, tapi ada satu peringatan: Anda mungkin akan masuk dalam pertikaian teritorial dalam perebutan sekaleng tuna. Saya tidak bercanda.

Ada pula barang-barang yang nilainya biasa-biasa saja. Seniman penjara akan membuatkan Anda kartu ulang tahun, surat cinta, atau kartu ucapan ‘lekas sembuh’. Mereka yang terampil juga akan membuatkan Anda laci berbahan korek api dan lem. Alkohol di penjara dijual sekitar Rp 180 ribu per liter, tergantung kualitasnya.

Sementara barang mewah seperti narkoba dan rokok dihargai Rp 8,9 juta per 50 gram. Pembelian barang-barang seperti itu, termasuk alat pemutar musik, harus ditebus dengan transaksi di luar penjara.

Mekanismenya, kawan si napi pembeli di luar penjara akan membayarkan sejumlah uang kepada kolega napi penjual. Setelah transaksi selesai, barulah serah terima barang dilakukan di dalam penjara.

Faktanya, beberapa orang secara sukerela menjebloskan diri mereka ke dalam penjara untuk mendapatkan uang atau melunasi utang. Mereka akan menelan sebanyak mungkin obat-obatan terlarang agar kemudian ditangkap dalam kasus jual-beli narkoba. Namun, tujuan akhir mereka yang sebenarnya adalah menjual barang haram itu di penjara.

Gaya hidup ini semakin terdengar aneh semakin Anda bayangkan: tidak ada yang akan melakukan hal ini jika mereka tidak benar-benar terpaksa.

Utang

Di luar penjara terdapat kios layanan peminjaman utang gaji, bandar taruhan, dan bank. Di penjara, peran itu dilakukan the Barons alias para cukong. Mereka meminjamkan uang dalam skema Double Bubble (Gelembung Ganda).

Skema tersebut dilakukan sebagaimana makna istilah itu sendiri: Di tahap awal, Anda meminjam sesuatu, baik berupa narkotik, rokok, obat penghilang rasa sakit, makanan, hingga perlengkapan mandi. Pada pekan berikutnya, Anda diharuskan melunasi pinjaman itu dua kali lipat.

Apabila Anda tak dapat membayar tunggakan itu, Anda akan terjerembap dalam lingkaran utang di mana nilai pinjaman Anda akan terus berkali lipat.

Bangsal induksi, tempat para narapidana baru diinisiasi, merupakan titik panas bisnis ini karena di sinilah para penghuni penjara merasa gugup, tegang, dan tertekan.

Di bangsal tersebut, sebagian besar mereka juga kehabisan bekal. Mereka harus menunggu satu atau dua pekan untuk jatah kantin pertama, itu pun kalau mereka memiliki uang.

Dan di bangsal itu pula para napi baru masih lugu atau urung memahami ‘aturan main’ penjara.

Maksud saya, banyak orang berutang dan mampu melunasinya. Namun jika Anda gagal membayarnya, Anda akan terjerumus dalam situasi pelik. Anda bakal dipukuli, jari Anda akan dijepit di antara sela pintu atau setidaknya Anda akan merasa pening dan kerap mengeluh.

Dalam situasi ekstrem, sejumlah napi terjerat persoalan besar dan berusaha berpindah ke penjara lain. Namun para cukong bukanlah sekelompok orang bodoh, karena mereka mewajibkan debitur menyerahkan data rinci keluarga.

Jika sang peminjam uang kabur, maka sanak famili akan menjadi sasaran penagihan para cukong.

Di kala para kreditur di pusat bisnis secara legal mempekerjakan pemungut utang gahar berseragam, para cukong di penjara juga melakukan hal yang sama dengan para napi berseragam: sesungguhnya, perbedaannya hanya sedikit.

 

Sumber : detik.com

LEAVE A REPLY