KPK Merasa di Ujung Tanduk, Fahri: Revisi UU KPK Permintaan Mereka

0

Pelita.online – Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah mengatakan persetujuan DPR merevisi UU KPK berlandaskan aspirasi banyak pihak. Bahkan, kata dia, revisi UU KPK itu telah diminta para pimpinan KPK sejak lama.

“Saya kira ini persoalan lama sekali dan permintaan revisi itu sudah datang dari banyak pihak, termasuk dan terutama dari pimpinan KPK. Orang-orang KPK sekarang sudah merasa ada masalah di UU KPK itu,” kata Fahri saat dihubungi, Kamis (5/9/2019).

Ia menyatakan Presiden Joko Widodo (Jokowi) pun setuju dengan rencana revisi UU KPK. Menurut Fahri, banyak pihak yang resah dengan UU KPK yang berlaku saat ini.

“DPR saya kira tidak pernah berhenti, karena saya sendiri pernah menghadiri rapat konsultasi dengan presiden. Presiden sebetulnya setuju dengan pikiran mengubah UU KPK itu sesuai permintaan banyak pihak, termasuk pimpinan KPK, akademisi, dan sebagainya,” paparnya.

Fahri pun menjelaskan sejumlah poin revisi UU No 30 Tahun 2002 itu. Ia menyinggung soal pembentukan Dewan Pengawas KPK. Ia mengatakan sudah selayaknya lembaga KPK memiliki pengawas agar tidak sewenang-wenang dalam menjalankan tugas.

“Pertama, ada lembaga kuat seperti KPK nggak ada pengawas. Kan kita sudah tahu banyak sekali akhirnya akibatnya pelanggaran yang kita terpaksa tutup, karena KPK dianggap holy cow. Dianggap nggak boleh salah, harus dianggap suci, kalau mulai dianggap kotor, nanti orang nggak takut. Dianggapnya begitu, walaupun itu perspektif salah, tapi intinya adalah dimana ada kewenangan besar ya, harus ada pengawas,” jelas Fahri.

Selanjutnya, Fahri juga membicarakan pemberian kewenangan menerbitkan SP3 atau surat perintah penghentian penyidikan bagi KPK. Sebab, menurut dia, selama ini banyak kasus di KPK yang sudah bertahun-tahun tetapi belum juga selesai.

“Kedua, soal SP3 kan aneh. Jadi banyak kasus banyak orang jadi tersangka seumur hidup karena KPK tidak bisa mengeluarkan SP3. Padahal semua manusia, termasuk penyidik KPK, mungkin keliru. Dan ketika dia keliru ya, dia keluarkan SP3 sebagai koreksi atas ketidakmampuannya menemui kesalahan orang. Bukannya malah orang itu terpaksa disalah-salahkan, dipaksa bersalah hanya karena KPK tidak boleh mengeluarkan SP3,” tuturnya.

Ia pun kembali menegaskan bahwa revisi UU KPK ini memiliki tujuan baik. Menurut Fahri, banyak aspek dalam tubuh KPK yang harus dibenahi. Fahri sempat menyinggung soal adanya ‘skandal KPK’.

“Pasal-pasal yang diubah itu saya kira sudah merupakan permintaan semua orang. Pimpinan KPK juga tahu akhirnya banyak penyidik liar, penyidik yang bekerja insubordinasi, semua karena penyidik menganggap dirinya independen dan tidak ada yang mengawasi. Nyadap sendiri, nangkap sendiri, ngintip sendiri, menyimpan orang sendiri,” kata dia.

“Dulu di pansus jelas ada penyidik yang memelihara saksi yang disuruh berbohong di ruang sidang lalu di-entertain, disewakan pesawat khusus, dikasih duit, dan sebagainya. Itu skandal besar dalam KPK. Saya kira waktunya untuk merevisi dan saya kira dari pembahasan yang sudah dilakukan bertahun-tahun, DPR tentu menawarkan ke pemerintah, dan apabila pemerintah setuju maka ini bisa segera menjadi revisi yang ditunggu-tunggu selama 15 tahun ini,” imbuh Fahri.

DPR menyepakati revisi UU No 30/2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi menjadi RUU usulan DPR. Selanjutnya, revisi UU KPK akan dibahas bersama pemerintah.

Dalam draf revisi UU KPK kali ini, kewenangan KPK makin dibatasi dengan adanya dewan pengawas. Penyadapan hingga penggeledahan harus seizin dewan pengawas tersebut. Revisi UU KPK juga mengatur soal penghentian kasus.

KPK menolak revisi tersebut. Ketua KPK Agus Rahardjo menyatakan KPK kini ada di ujung tanduk.

“Kami harus menyampaikan kepada publik bahwa saat ini KPK berada di ujung tanduk,” kata Agus di gedung KPK, Jl Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Kamis (5/9).

 

Sumber : Detik.com

LEAVE A REPLY