Masih Ada yang Rangkap Jabatan, Wamen Digugat ke MK

0

Pelita.online – Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan Wakil Menteri (Wamen) dilarang rangkap jabatan karena posisinya seperti Menteri yang juga dilarang rangkap jabatan. Namun hingga hari ini, masih ada Wamen yang rangkap jabatan. Sehingga seorang rakyat Indonesia, Viktor Santoso Tandiasa menggugatnya ke MK.

“Saya mengajukan Permohonan Pengujian Pasal 23 UU No. 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara,” kata Viktor saat dihubungi detikcom, Rabu (9/9/2020).

Permohonan judicial review ini didaftarkan ke MK pada Selasa (8/9) kemarin siang. Viktor menyebutkan Pasal yang diuji adalah Pasal 23 UU Kementerian Negara menyatakan:

Menteri dilarang merangkap jabatan sebagai:
a. pejabat negara lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan;
b. komisaris atau direksi pada perusahaan negara atau perusahaan swasta; atau.
c. pimpinan organisasi yang dibiayai dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan Belanja Daerah.

“Terhadap kata ‘Menteri tetap konstitusional (Conditionally Constitutional) sepanjang dimaknai termasuk Wakil Menteri,” ujar Viktor yang sehari-hari sebagai pengacara konstitusi itu.

Argumen Viktor dikuatkan dengan putusan MK Nomor 80/PUU-XVII/2019, yang diucapkan pada 27 Agustus 2020. Pertimbangan tegas MK berbunyi:

Penting bagi Mahkamah untuk menegaskan perihal fakta yang dikemukakan oleh para Pemohon mengenai tidak adanya larangan rangkap jabatan wakil menteri yang mengakibatkan seorang wakil menteri dapat merangkap sebagai komisaris atau direksi pada perusahaan negara atau swasta. Terhadap fakta demikian, sekalipun wakil menteri membantu menteri dalam memimpin pelaksanaan tugas kementerian, oleh karena pengangkatan dan pemberhentian wakil menteri merupakan hak prerogatif Presiden sebagaimana halnya pengangkatan dan pemberhentian menteri, maka wakil menteri haruslah ditempatkan pula sebagai pejabat sebagaimana halnya status yang diberikan kepada menteri.

Dengan status demikian, maka seluruh larangan rangkap jabatan yang berlaku bagi menteri sebagaimana yang diatur dalam Pasal 23 UU 39/2008 berlaku pula bagi wakil menteri. Pemberlakuan demikian dimaksudkan agar wakil menteri fokus pada beban kerja yang memerlukan penanganan secara khusus di kementeriannya sebagai alasan perlunya diangkat wakil menteri di kementerian tertentu.

Namun Pemerintah menilai sah-sah saja seorang Wamen rangkap jabatan.

“Sikap Pemerintah ini menunjukjan ketidakpahaman terhadap keberlakuan Putusan Mahkamah Konstitusi, juga ketidakpatuhan atas kekuatan hukum atas Putusan yang telah dikeluarkan tersebut. Hal ini tentunya akan menjadi preseden buruk bagi perjalanan pemerintahan dan semakin mendegradasi wibawa Mahkamah Konstitusi,” ujar Viktor selaku penggiat penegak nilai-nilai konstitusionalisme itu.

Menurut Viktor, hal itu tentunya menimbulkan ketidakpastian hukum terhadap pemaknaan Pasal 23 UU Kementerian Negara. Karena di satu sisi Mahkamah telah membuat penegasan atas pemaknaan Pasal 23 UU Kementerian Negara, namun karena amar putusannya MK “tidak diterima”, hal ini menimbulkan pemahaman yang berbeda dari Pihak Pemerintah.

“Karena Pemerintah sepertinya masih menggunakan logika hukum, di mana jika suatu putusan itu dinyatakan “tidak diterima” karena pemohon tidak memiliki legal standing, maka pertimbangan hukum yang ada dalam putusan tersebut dianggap tidak mengikat,” beber Viktor.

Sebelumnya, Jubir Presiden bidang hukum, Dini Purwono, menjelaskan soal rangkap jabatan wakil menteri. Dini menilai MK tidak pernah memberikan keputusan, tapi berupa pendapat.

“Soal rangkap jabatan Wamen, MK tidak memberikan keputusan. Permohonan pemohon dinyatakan tidak dapat diterima oleh MK,” kata Dini dalam keterangan tertulis, Minggu (6/9/2020).

“Namun MK memang memberikan pendapat bahwa ketentuan rangkap jabatan yang berlaku terhadap menteri seharusnya diberlakukan mutatis mutandis terhadap jabatan Wamen,” imbuh Dini.

 

Sumber : Detik.com

LEAVE A REPLY