Melihat Masjid ‘Segitiga’ Lain Rancangan Ridwan Kamil di Tanah Abang

0

Pelita.online – Warga di sekitar Kebon Melati, Tanah Abang, Jakarta Pusat, beranjak menuju Masjid Jami’e Darussalam ketika waktu salat Jumat tiba. Jemaah melaksanakan salat dengan khusyuk di masjid dengan desain unik rancangan Ridwan Kamil tersebut.

Bentuk Masjid Jami’e Darussalam memang mencuri perhatian karena berbeda dengan kebanyakan masjid. Tak ada kubah di atas bangunan, melainkan atap segitiga dari fiber dan kaca. Ada ornamen kaligrafi yang melengkapi bagian segitiga dari masjid. Lokasi masjid ada di tengah area padat penduduk di Jl Kotabumi Ujung, Kebon Melati, Tanah Abang, Jakarta Pusat.

Bagian atap di lantai dua itulah yang menjadi ruang utama masjid untuk salat. Pada Jumat (31/5/2019), jemaah bergantian mengambil wudu di lantai 1 lalu mengisi saf salat di lantai dua. Selain di bagian ‘segitiga’ yang ada di lantai 2, jemaah melaksanakan salat di selasar.

Masjid hasil tukar guling (ruilslag) ini dirancang Ridwan Kamil, yang saat ini menjabat Gubernur Jawa Barat. Mulai dirancang pada 2012, pembangunan masjid ini selesai pada 2015.

“(Pengerjaan) pembangunan 2015 cuma 8 bulan. Konsep ruilslag yang lama, karena ini wakaf negara. Disposisi menteri, Kementerian Agama. Karena ini masjid (awalnya) ada di dalam,” ucap pengurus Masjid Jami’e Darussalam, Burhanudin Iqrom, saat ditemui di lokasi.

“Dibikinlah konsep, kalau dibanding mesjid lain, yang karyanya dia di luar konsep atau out of the box. Di sini kan dilihat, anggapannya tropis, masih banyak rumah mau disamakan (atapnya),” sambungnya.

Proses pembangunan masjid dan sosialisasi kepada warga saat itu tidak selalu lancar. Sempat ada kontroversi saat desain masjid ditunjukkan.

Masjid Jami’e Darussalam

“(Kontroversi di) masyarakat, kan dia lihat maketnya (gambar desain). Ada kontroversi,” ucap Burhanudin.

Pengurus masjid yang sepakat dengan RK membantu menjelaskan kepada masyarakat soal bentuk bangunan masjid.

“(Ada) kontroversi, karena ini saya bilang, kita tidak familiar dengan adanya atap (di masjid). Tapi dengan pendekatan DKM dan pengurus, dijelaskanlah, atap ambil dari (rumah) yang ada di sini,” ucap Burhanudin.

Setelah dijelaskan, masyarakat menerima bentuk bangunan ‘segitiga’ dari Masjid Jami’e Darussalam. Kegiatan keagamaan pun rutin dilakukan di tempat ini.

“Ada (kontroversi) sebelum (jadi), kan ada gambarnya, ada maketnya. Hanya sebagian (setelah masjid jadi) pas jadi, baru kita terangin. Tapi alhamdulillah, masyarakat menerima,” kata Burhanuddin.

Salah satu jemaah yang menjalankan salat Jumat di lokasi tidak mempermasalahkan bentuk masjid. Bagi dia, bentuk masjid tidak mempengaruhi sah-tidaknya salat.

“Ya salat, salat saja. Bentuk bangunan tidak berpengaruh,” kata salah satu jemaah bernama Mudas di lokasi.

 

Sumber : Detik.com

LEAVE A REPLY