OJK Terbitkan Aturan Baru soal Penyidikan Pidana Sektor Keuangan

0

pelita.online – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menerbitkan Peraturan OJK Nomor 16 Tahun 2023 tentang Penyidikan Tindak Pidana di Sektor Jasa Keuangan alias POJK Penyidikan.
Aturan tersebut akan memberikan kewenangan bagi penyidik OJK untuk menentukan dilakukan atau tidaknya penyelidikan terhadap dugaan tindak pidana di sektor jasa keuangan, sebagaimana yang diatur dalam pasal 6 beleid tersebut. Selain itu, dalam melaksanakan penyidikan OJK berkoordinasi dengan Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Regulasi itu merupakan penyesuaian dari POJK 22/POJK.01/2015 tentang Penyidikan Tindak Pidana di Sektor Jasa Keuangan. Penyesuaian ini adalah tindak lanjut UU Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan alias UU PPSK.

Sedangkan di pasal 6 ayat (2) disebutkan pihak yang diduga melakukan tindak pidana di sektor jasa keuangan juga dapat mengajukan permohonan kepada OJK untuk penyelesaian pelanggaran atas peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan.

“Penyelesaian pelanggaran dilakukan dengan mengajukan permohonan kepada OJK dengan memuat: nilai kerugian yang ditimbulkan dan dasar perhitungannya; jumlah korban yang dirugikan dan keterangan lain terkait korban; bentuk penyelesaian kerugian dan jangka waktu penyelesaian; klausul jika kerugian tidak diselesaikan OJK berwenang melanjutkan ke tahap penyidikan; dan upaya perbaikan proses bisnis dan tata kelola,” jelas OJK.

Sementara itu, tindak lanjut hasil penyidikan sesuai pasal 21 dikatakan bahwa penyidik OJK sesuai kewenangannya menyampaikan hasil penyidikan kepada jaksa untuk dilakukan penuntutan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Perubahan ini meliputi lima aspek. Pertama, cakupan tindak pidana di sektor jasa keuangan.

Kedua, kategori penyidik OJK. Ketiga, kewenangan penyidik OJK, termasuk melakukan penyidikan tindak pidana pencucian uang (TPPU).

Keempat, penyelesaian pelanggaran peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan.

Kelima, perluasan informasi dan Lembaga Jasa Keuangan (LJK) yang dapat dimintakan keterangan dan pemblokiran rekening.

“Dengan POJK ini, maka cakupan tindak pidana di sektor jasa keuangan sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 meliputi: perbankan; pasar modal, keuangan derivatif, dan bursa karbon; perasuransian, penjaminan, dan dana pensiun; lembaga pembiayaan, perusahaan modal ventura, lembaga keuangan mikro, dan LJK lainnya; inovasi teknologi sektor keuangan serta aset keuangan digital dan aset kripto; perilaku pelaku usaha jasa keuangan serta pelaksanaan edukasi, dan pelindungan konsumen; serta yang mencakup kegiatan konvensional dan syariah,” tulis keterangan resmi OJK, Jumat (24/8).

sumber : cnnindonesia.com

LEAVE A REPLY